JIHAN Abian hanya bisa mengernyit kala ujung matanya menangkap gerak-gerik mencurigakan di samping tempat duduknya.
Alih-alih fokus pada materi hidrokarbon yang tengah guru kimia terangkan, Abil --si teman sebangku--justru asyik memenuhi bagian belakang buku kimianya dengan coretan asal. Sesekali laki-laki pencinta junkfood itu meloloskan gumam kecil sebelum kembali mengguratkan pensilnya.
Sejak masuk SMA Anata, entah itu sebuah kebetulan atau apa, mereka selalu masuk kelas yang sama dan duduk di bangku yang sama pula. Lantaran sudah bersahabat baik sejak SMP, baik Jihan maupun Abil tak merasa keberatan sama sekali. Justru keduanya berharap sampai kapan pun bisa selalu bersama-sama seperti saat ini.
"Lo kenapa, sih? Dari tadi kayaknya sibuk sendiri. Enggak nyatet emangnya?" Penasaran, Jihan melirik buku catatan milik Abil. Bukannya penuh dengan rumus-rumus kimia seperti yang sedang ia tulis, halaman buku Abil justru penuh dengan lingkaran dan tulisan-tulisan tidak jelas.
"Gue liat lo entar, deh." Selama beberapa detik, Abil menatap Jihan sebelum kembali menekuni pekerjaannya.
Ujian kenaikan kelas sebentar lagi. Sebab itu, Abil begitu sibuk menyelesaikan konsep acara akhir tahun yang mesti digarap oleh anak-anak kelas seni untuk acara malam puncak pelepasan kelas tiga nanti.
Abil ketua ekskul Seni, omong-omong. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pihak sekolah akan meminta anak-anak ekskul Seni untuk mengonsep acara puncak akhir tahun dengan sebaik-baiknya. Tentu saja, sebagai ketua Seni tahun ini, Abil tidak ingin mengecewakan mantan ketua ekskul seni tahun lalu juga para senior yang sudah melimpahinya kepercayaan. Jadi, Abil bertekad akan membuat acara yang spektakuler untuk perpisahan kakak-kakak kelasnya tahun ini.
Jihan tak berkomentar ketika lagi-lagi Abil menggumam tak jelas. Hanya menatap sosok itu sambil menggeleng-gelengkan kepala. Abil benar-benar terlihat tak waras.
"Jihan Abian!"
Sungguh, Jihan benar-benar terkejut kala namanya disebut, menggema memenuhi tiap sudut ruangan. Refleks ia mengalihkan fokus matanya ke arah sumber suara. Sorot runcing mata Bu Lulu menusuk tepat bola matanya. Seketika itu, Jihan menggigit bibir bawahnya, gugup.
Di tempatnya, Abil turut memandang Bu Lulu. Kening bersihnya berkerut dalam.
"Ngapain kamu bengong-bengong sambil lihatin Abil?" Lepasnya pertanyaan Bu Lulu sontak saja membuat keadaan kelas menjadi ricuh. Beberapa siswa mulai asyik menggodanya; ciee ... Jihan.
Pipi Jihan bersemu seketika, sementara Abil hanya menatap bingung keadaan di kelasnya.
"Ini, Bu, Abil kayaknya udah gila deh," jelas Jihan yang langsung mendapat toyoran gratis dari Abil.
"Apaan sih, Han!" protes Abil. Ia memandang Jihan sekilas sebelum kembali memandang Bu Lulu. Tatap tajam menusuk milik Bu Lulu belum juga menumpul. Kesat, Abil menelan ludah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISARRAY (RETAK)
JugendliteraturAbil Naufal tahu kalau hidupnya tidak diinginkan. Bagaimana ia ditinggal sendiri dengan dalih agar hidup mandiri, menjadi bukti kalau keluarganya tidak menginginkan kehadirannya. Kendati begitu, Abil punya banyak sahabat yang selalu menjadi alasan i...