8. MISI

697 116 12
                                    

Anindya melirik arloji pada pergelangan tangan kanannya yang ternyata sudah menunjukkan pukul 17:24 ketika ia baru sampai di depan pintu apartemennya. Ini adalah kali pertamanya pulang se-sore ini. Bukan tanpa alasan, Anindya baru selesai kerja kelompok untuk salah satu tugas perkuliahannya, di samping tugas-tugas individu nya yang juga masih menumpuk dengan deadline yang semakin dekat. Arrrrgh, kepala Anindya rasanya mau pecah. Dia ingin cepat-cepat lulus. Pokoknya rencana Anindya malam ini adalah begadang mengerjakan tugas. Tugas-tugasnya harus segera diselesaikan TITIK.

Anindya mengeluarkan sebuah kartu untuk membuka pintu apartemennya. Setelah pintu terbuka, Anindya dikejutkan dengan banyaknya pasang sepatu yang tertata rapi di rak sepatu dan juga suara-suara orang mengobrol dari dalam apartemennya. Apakah apartemennya sedang kedatangan tamu?

Buru-buru Anindya melepaskan sepatunya kemudian menaruhnya pada rak dan melangkah ke dalam apartemen.

"Hai Anin!" sapa laki-laki yang pertama kali menyadari kehadiran Anindya. Dia adalah Genta, keyboardist band Enam Hari yang tentunya sahabatnya Jae. Genta ini posisinya sedang duduk lesehan diatas karpet ruang keluarga dengan memangku toples makanan yang tinggal setengahnya. Disampingnya ada Sakhi yang sibuk dengan gitar dan kertas-kertas yang berserakan didepannya.

"Halo Bang Genta!" sapa balik Anindya dengan agak canggung karena woy ini kali pertamanya seruangan sama dua cowok yang enggak terlalu dekat dengannya.

Sakhi menaruh gitarnya ke atas sofa. "Baru balik, Nin?" tanyanya bersamaan dengan bergabungnya Jae, Danish, dan Brian dari arah dapur yang masing-masing membawa nampan berisi mangkuk.

Jae menatap Anindya kemudian melirik jam dinding.

"Iya Bang, ada kerja kelompok tadi," jawab Anindya dengan maksud tersirat untuk memberitahu seseorang, iya Jae.

Sakhi mengangguk mengerti.

"Kalau begitu, Anin permisi dulu ya?"

"Oh iya Nin, silahkan!" kata Brian.

Anindya pamit memasuki kamarnya membuat Danish melongo sebentar.

"Kenapa lo?" tanya Genta pada Danish yang masih mematung dengan nampan ditangannya sedangkan Jae dan Brian sudah bergabung bersama Genta dan Sakhi lesehan di atas karpet.

"Bang, kamar lo yang itu kan?" tanya Danish sembari menunjuk kamar Jae dengan dagunya.

Jae yang sedang memakan mie pun mengangguk.

"Kok Anin masuk ke kamar tamu sih?" tanya Danish lagi dengan polosnya membuat Jae menghentikan aktivitasnya.

Sakhi yang peka pun langsung mengirimkan tatapan lasernya pada Danish. "Duduk!" katanya tanpa suara.

Danish pun akhirnya duduk di samping Sakhi setelah merasa atmosfer di apartemen ini berubah.

"Kita berdua butuh waktu buat nerima ini kek apa yang pernah kalian omongin waktu itu," ucap Jae tiba-tiba yang menarik atensi keempat sahabatnya itu.

Danish menggaruk hidungnya canggung. Dia baru sadar kalau pertanyaannya tadi itu ya kurang pantas aja gitu.

"Hm, anu Bang, sorry ya tadi gue ngomong. Soalnya gue kaget ternyata emang segitunya hubungan kalian. Gue kira kalian tetep sekamar gitu," kata Danish yang langsung dihadiahi cubitan pada pinggangnya dari Sakhi, Danish tentu saja meringis kesakitan. Soalnya Sakhi ngeri, anak ini ya kalau buka suara bikin istighfar mulu, Sakhi ya takut aja omongan Danish ini kek kesannya sotoy dan kepo banget sama rumah tangganya Jae. Walaupun Jae itu sahabat mereka sendiri dan mereka juga sebenarnya kepo parah sih, tapikan harus ditahan.

Jae tertawa kecil, "gak papa elah, gue minta doanya aja."

Mereka pun mengangguk. Karena tanpa diminta pun ya pasti mereka akan saling mendoakan.

We Got Married Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang