Anindya akhirnya dilarikan ke rumah sakit karena setelah berganti hari demamnya makin meninggi. Dengan ditemani Mama Darin dan Papa Adhi tentunya, karena Jae tidak akan bisa membawa Anindya dengan keadaan demikian ke rumah sakit sendirian. Tapi yang stay 24 jam tetap hanya Jae seorang mengingat Mama Darin dan Papa Adhi memiliki berbagai kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Walaupun begitu, mereka berdua selalu menengok di sela-sela kesibukan tersebut.
Jae pun sebenarnya sibuk. Mengingat banyak sekali projects perusahaannya di akhir tahun dan perilisan album baru bandnya di awal tahun depan. Tapi untuk saat ini kesehatan Anindya menjadi prioritasnya. Makanya dua hari ini Jae bekerja secara online agar bisa sambil memantau kesehatan Anindya dan syukurnya keadaan Anindya setelah dirawat kini kian membaik.
Handphone Jae berdering beberapa saat setelah Jae menyelesaikan meeting melalui zoom membuat Anindya yang sedari tadi tertidur menjadi terbangun. Anindya dengan posisi masih berbaring mengalihkan perhatiannya pada Jae yang duduk di sofa menghadap laptop yang diletakkan di atas meja dengan beberapa kertas yang berserakan disana.
Tak ingin handphonenya terus berdering dan mengganggu Anindya yang tertidur, yaa padahal sebenarnya sudah terbangun, Jae segera mengangkat panggilan telepon tersebut yang ternyata dari Brian.
"Gue lagi gak di apart."
"Di Rumah Sakit."
"Bini gue sakit."
"Demam tinggi, udah dua hari."
"Ya sorry kelupaan."
"Kagak usah lah."
"Yaudah, besok bisa."
Itulah sebagian ucapan Jae dalam sambungan telepon yang bisa Anindya dengar walaupun samar-samar soalnya suaranya pelan banget. Teleponannya pun tak lama, setelah kata terakhir yang Anindya dengar, panggilan telepon itupun berakhir. Jae menaruh hpnya disebelah laptopnya kemudian dia membereskan berkas-berkas yang berceceran diatas meja.
Begitu barang-barang diatas meja sudah tertata dengan rapi, Jae pun menyandarkan tubuhnya pada kursi. Dia memijat keningnya yang terasa pening sembari memejamkan mata. Begitu matanya terbuka, Jae sedikit kaget begitu melihat Anindya sudah terjaga diatas brankar. Buru-buru dia menegakkan posisi duduknya.
"Eh? Kebangun karena berisik ya?" tanya Jae.
Anindya menggeleng kemudian ia mencoba bangkit untuk bersandar. Jae yang kini tingkat kepekaannya agak meningkat langsung menghampiri Anindya untuk membantunya bersandar lalu dia pun duduk pada kursi yang tersedia disebelah brankar. Tangannya cekatan untuk mengambil segelas air yang berada diatas nakas dan menyodorkannya pada Anindya.
"Makasih." kata Anindya begitu selesai menegak setengah gelas air.
Jae hanya mengangguk kemudian kembali menaruh gelas tersebut pada nakas. "Gimana sekarang?" tanyanya bersamaan dengan punggung tangan kanannya mendarat pada kening Anindya.
"Udah gapapa." jawab Anindya yang diikuti anggukan oleh Jae karena memang benar panasnya saja sudah terasa menurun tak seperti pagi tadi.
"Syukurlah, mau makan sekarang?"
Anindya menggeleng. "Nanti aja."
Disela-sela obrolan mereka, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar inap Anindya. Jae langsung bangkit untuk membukakan pintu. Ternyata itu adalah Mami Aruna bersama Agya, adiknya Anindya.
"Assalamu'alaikum!" ucap Mami Aruna yang dijawab oleh Jae dan Anindya. Tentu saja Jae langsung bersalaman dengan mereka dan mempersilahkan untuk masuk.
"Aduh, itu si teteh sakit, Gya." kata Mami Aruna begitu melihat Anindya yang berbaring bersandar di brankar rumah sakit. Anindya yang memang rindu dengan Mami dan adiknya itu langsung menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Got Married
General FictionAnindya Mootiara Soebjakto tidak pernah mengira akan menikah di usianya yang baru menginjak 19 tahun dengan Zabdan Akandra Nawasena atau yang lebih dikenal dengan panggilan Jae, gitaris band Enam Hari. Start : Senin, 8 Juni 2020