Jam menunjukkan pukul 17.36 WIB ketika Jae tiba di apartemennya. Suasana apartemen begitu sepi, kaca-kaca pun belum tertutupi gorden, kemana kah Anindya dan kedua bocil?
Jae melangkah memasuki apartemennya. Ia menaruh keresek putih, tas kerja, dan jasnya diatas sofa kemudian menghidupi lampu-lampu dari ruang TV sampai dapur.
"Om Je, udah pulang?" tanya Nakula saat Jae tengah menutupi kaca-kaca yang memperlihatkan suasana senja kota Jakarta dengan gorden berwarna abu-abu. Fyi, cat dan perabot apartemennya Jae ini cenderung monokrom.
Jae menoleh pada Nakula yang berdiri didepan pintu kamarnya, "Iya, kamu darimana aja? Tante Anin sama Dewa mana? Udah shalat ashar kan?"
Nakula mengerjapkan matanya begitu mendengar rentetan pertanyaan dari om satu-satunya itu. Sepertinya Nakula masih mengantuk.
"Aku dari tadi ada disini gak kemana-mana, cuman ini baru bangun tidur. Tante Anin sama Dewa masih tidur tuh," ucap Nakula sembari menunjuk kamar Jae yang pintunya lumayan terbuka.
Jae mengintip kamarnya dari dekat jendela kaca dekat ruang TV nya, walaupun gak keliatan jelas tapi kayaknya memang benar Anindya dan Sadewa ada di dalam.
"Kamu udah sholat ashar tapi?" tanya Jae begitu selesai menutupi jendela kaca dan pintu kaca dengan gorden.
"Emang udah ashar, Om?"
"Lah? Ini udah mau magrib,"
"Hah? Masa?"
"Ya kamu liat aja jam."
Kedua mata Nakula membulat seketika begitu melihat arah jarum jam. Wajahnya mendadak menunjukkan raut kepanikan.
"Aku belum sholat, Om."
"Yaudah buruan wudhu sana!"
Nakula mengangguk, rasa kantuknya sepertinya sudah hilang. Segera dia berlari menuju kamar mandi terdekat membuat Jae geleng-geleng kepala dan terkekeh melihat Nakula yang langsung fresh seketika.
Disamping Nakula yang sedang mengambil wudhu, Jae pun melangkahkan kakinya menuju kamar dengan menenteng tas kerja dan jas yang tersampir di pundaknya yang sebelumnya ia ambil dari sofa ruang TV itu.
Setelah memasuki kamar, Jae langsung menaruh tas pada nakas dan jas nya ke tempat khusus.
Anindya dan Sadewa masih tertidur. Jae tersenyum melihat posisi tidur keduanya yang sudah seperti ibu dan anak? Cieee Jae bayangin apa nih?
Jae menggelengkan kepalanya, dia harus segera membangunkan keduanya. Kasihan, ini sudah hampir magrib dan mereka belum shalat ashar. Dia pun melangkah mendekati kasur.
Benar kata orang, kalau jalan tuh selain pake kaki harus pake mata juga. Soalnya ini Jae gak tahu ada buku-buku yang bertebaran di karpet dekat kasurnya. Jadinya, saat dia melangkah eh malah... DUG! Kesandung.
Jae gak jatuh ke lantai kok, tapi jatuhnya hampir menimpa Anindya. Kayaknya kalau ada angin gede atau ada yang dorong Jae dikit deh, pasti Jae kek menindih Anindya gitu. Beruntunglah, refleks dari kedua tangannya baik. Jadi dia cuman kayak mengukung Anindya.
Karena posisi wajahnya dan wajah Anindya yang hanya berjarak beberapa sentimeter itu, Jae bisa merasakan hangatnya hembusan napas Anindya.
"Om jatuh?" tanya Sadewa dengan polosnya. Masalahnya dia ngomong gini masih dengan posisi mata terpejam.
Buru-buru Jae menegakkan tubuhnya, takut jika Sadewa atau Nakula melihat adegan yang tidak cukup umur untuk mereka lihat walaupun sebenarnya mereka gak ngapa-ngapain sih.
Sadewa bangun dari tidurnya, dia terduduk sembari mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Bahkan sesekali dia menguap.
"Dewa udah shalat ashar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
We Got Married
General FictionAnindya Mootiara Soebjakto tidak pernah mengira akan menikah di usianya yang baru menginjak 19 tahun dengan Zabdan Akandra Nawasena atau yang lebih dikenal dengan panggilan Jae, gitaris band Enam Hari. Start : Senin, 8 Juni 2020