Hujan. Iya, selepas mereka sarapan, rintik-rintik hujan mulai turun membasahi kota Jakarta yang memang sudah merindukan hujan. Tapi banjir nya gak rindu, amit-amit deh ya.
"Yaaah hujan," keluh Danish. Dia lagi berdiri di depan kaca yang memperlihatkan suasana kota Jakarta dari ketinggian apartemen nya Jae.
"Alhamdulillah," sahut Sakhi tiba-tiba sudah ada di sebelahnya membuat Danish sedikit terperanjat kaget.
"Wah ini sih nyuruh gue tidur lagi," kata Genta sembari rebahan di sofa dengan Brian yang duduk disebelahnya.
Brian mengangguk, "Iya nih, mana akhir-akhir ini kita begadang mulu. Mungkin Tuhan nyuruh kita istirahat aja hari ini."
"Mana ada, kerja woy!" semprot Jae yang sudah siap dengan setelah kerjanya.
Danish menoleh, "Widiiih, rapi banget Bos." ucapnya yang direspon dengan wajah songongnya Jae.
"Emang lo gak ada kerjaan, Bri?" tanya Sakhi yang memilih bergabung bersama Brian dan Genta duduk di sofa.
"Yaa ada sih."
"Kerja lo, jangan lupain tanggungjawab. Katanya mau nikah," kata Jae meledek Brian.
"Iya Bang, biar direstuin camer lu," tambah Genta.
Brian merasa dongkol. Teman-temannya emang rese ya, pake acara ngingetin hal itu lagi. Iya, 'hal itu' yang dimaksud adalah Brian yang udah kepengen nikah tapi tak kunjung mendapat restu orangtua si Mbak pacar karena katanya 'anak band gak punya masa depan, kerjaannya gak menentu' padahal jangan salah ya sekali mereka melakukan comeback bisa kebeli rumah mewah bertingkat, mobil, motor bahkan dealer nya bisa kebeli juga, sawah berhektar-hektar, nikah mau hajatan 7 hari 7 malam Brian jabanin, mau umroh se-RT juga gass, tapi yaaa tetep aja Bapaknya Mbak pacar menutup mata tentang hal itu.
Makanya mungkin sekitar dua tahun terakhir ini akhirnya Brian gabung kerja di perusahaan Papa nya. Sebenarnya sih, Pak Madhava —papanya Brian— udah dari dulu nyuruh anak tunggalnya itu buat kerja di perusahaan yang mana nantinya bakal diwariskan ke Brian juga. Tapi Brian nya itu lho, kekeuh banget mau jadi anak band aja. Katanya ngurus perusahaan itu ribet, bikin pusing. Pak Madhava pun gak bisa memaksa ya, beliau membebaskan Brian mau apa aja asalkan gak melewati batas karena ujung-ujungnya mau tidak mau perusahaan bakal jatuh ke tangan Brian juga. Ini masalah waktu aja, begitu katanya.
"IYEEE GUE KERJA," kata Brian sembari beranjak bersamaan dengan munculnya Anindya dari kamar.
"Ke kampus, Nin?" tanya Genta membuat Jae yang masih berada tak jauh dari pintu kamarnya itu menoleh pada Anindya.
Anindya mengangguk, "Iya nih."
"Yaudah bareng aja, searah kita," kata Genta membuat Sakhi mendelik.
"Lho bukannya mau tidur lagi?"
Genta cengengesan, "Gua berubah pikiran, Bang."
"YEEEE BUAYA LU!" semprot Brian tak habis pikir dengan Genta yang bisa-bisanya ngajak berangkat bareng sama Anin di depan Jae a.k.a suami Anin sendiri.
Apa Genta sudah bosan hidup?
"Anin berangkatnya ya pasti sama Bang Jae lah, ya gak sih?" Danish angkat bicara.
Anindya sempat melirik sebentar pada Jae.
"Ya iyalah, maka dari itu apart bakalan kosong, kalian cepet balik sono!" kata Jae.
"IYEEEEE."
Sakhi, Brian, Genta, dan Danish pun langsung mengambil handphone, dompet, dan kunci mobil masing-masing yang ditaruh di nakas dekat televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Got Married
General FictionAnindya Mootiara Soebjakto tidak pernah mengira akan menikah di usianya yang baru menginjak 19 tahun dengan Zabdan Akandra Nawasena atau yang lebih dikenal dengan panggilan Jae, gitaris band Enam Hari. Start : Senin, 8 Juni 2020