24. Jam Setengah Sebelas

653 76 6
                                    

"Lu dimana?"

Terdengar suara Brian begitu Jae menerima panggilan telepon dari Sakhi, membuatnya kembali mengecek nama kontak yang meneleponnya. Ternyata benar kok dari Sakhi, cuman suaranya malah suara Brian. Sepertinya mereka ada disatu tempat yang sama.

"Di Bandung." jawab Jae cepat. "Lu kenapa pake hp Sakhi sih Bri?" tanyanya sembari menyamankan posisi duduknya disofa kamar sang istri. Terhitung sudah dua hari Jae dan Anindya berada di Kota Bandung.

"Lah ngapain lu ke Bandung, Bang?" Nah, sekarang malah terdengar suara Genta. Fix sih ini, mereka sedang kumpul lengkap tanpa dirinya di Jakarta.

"Bini gue kan orang Bandung, ya gue liburan disini." ucap Jae dengan bangganya.

"Lah iya juga ya. Kapan lu kesana?" tanya Genta lagi.

"Dua hari yang lalu."

"Pantesan kita cariin ke apartemen kagak ada." gerutu Danish.

Jae tertawa. "Emang pada mau ngapain sih?"

"Gini nih tipe orang yang jarang buka grup chat." Sindir Brian.

"Tau, padahal udah beribu-ribu chat kali ya kita." tambah Danish.

"Lagian kayaknya chatnya udah lu hapus ya Bang sebelum dibuka?" kata Sakhi yang menyebutkan salah satu kebiasaan yang agak buruk dari seorang Zabdan Akandra Nawasena.

"Nah itu tau." Kata Jae kemudian dia terkekeh. Gak kok, chatnya masih ada. Cuman ya itu, ketimbun sama chat dari yang lainnya dan Jae malas kalau harus mencari dan membacanya. "Emang ada apaan?" tanyanya lagi. "Ini kalian lagi ngumpul?"

"Bang Bri ngajakin libur tahun baru bareng, dipikir-pikir oke juga kan? Kita belum pernah tahun baruan bareng. Ini kita lagi kumpul buat diskusi di rumah orangtuanya Bang Bri." jawab Genta.

"Tumben bener lu ada di rumah bokap nyokap, Bri." ledek Jae, karena selama ini Brian selalu ada dirumahnya sendiri. Padahal Brian adalah anak tunggal, dimana biasanya anak tunggal itu nempel gitu tinggal bersama orangtua, lah dia malah tinggal sendiri. Katanya sih, biar orangtuanya pacaran lagi. Halah, alasan. Terkadang nih ya orangtuanya Brian mengadu pada teman-temannya Brian agar mereka menginap di rumah, karena tinggal berdua itu sangat kesepian.

"Bokap nyokap lagi umrah, jadi gue disuruh jagain rumah. Imbalannya didoain biar cepet married katanya." ucap Brian. "Tapi anaknya malah putus." Terdengar suara tawa sumbang dari Brian.

"Chuaaaks." sambung Genta dan Danish kompak.

"Lah? Putus lu?" Jae kaget. Perasaan minggu kemarin masih bucin deh, pikirnya. "Kenapa?"

"Biasalah." Kata Brian pasrah. Jae sudah sangat mengerti dengan jawaban dari Brian. Alasan biasa disini adalah tidak kunjung dapat restu dari orangtua mantan pacar. Tapi menurut Jae kayaknya ada alasan lain lagi, soalnya Brian ini orangnya pejuang banget, mana hubungan mereka udah berlangsung selama 5 tahun, udah kayak kredit kendaraan lah. Masa iya mau putus begitu saja.

"Gakpapa lu?" tanya Jae memastikan keadaan Brian. Gitu-gitu juga dia perhatian sama Brian. Persahabatan mereka tuh bukan satu atau dua tahun, tapi udah bertahun-tahun, melebihi lamanya hubungan Brian dengan mantan pacarnya sendiri. Jadi bisa dibilang kalau Jae ini lebih tahu tentang Brian. Bahkan dulu mereka sempat digosipkan jadi pasangan gay, saking karena dekatnya. Mendengar gosip itu, Jae dan Brian malah ngakak, begitupun dengan tiga sahabat lainnya.

Terdengar suara Brian tertawa diseberang sana. "Enggak lah, aman gue mah. Emang bukan jodoh aja." jawabnya santai diluar prediksi BMKG. Kalau dari suaranya sih Brian memang terdengar lebih ikhlas, tapi gak tahu kalau hatinya.

We Got Married Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang