Unit apartemen yang ditinggali oleh Anindya dan Jae kembali sepi. Enggak heboh dan berisik seperti halnya saat member Enam Hari ataupun Nakula dan Sadewa menginap disana.
Tapi, kali ini suasananya sudah mulai berbeda. Jujur saja, Anindya dan Jae jadi lebih sering sapa-menyapa dan berada dalam satu ruangan lebih lama ketimbang sebelumnya.
Contohnya saja seperti pagi ini. Anindya sibuk sekali dengan peralatan memasak bersamaan dengan Jae yang baru keluar dari kamar. Harum dari masakan Anindya tentu saja sampai ke hidungnya Jae.
Dengan langkah gontai karena baru bangun tidur, Jae menghampiri Anindya. Bukan menghampiri deh, karena Jae niatnya emang mau ngambil air ke dapur.
"Ada kelas pagi?" tanya Jae membuat Anindya menoleh, dalam batinnya pasti dia maunya bilang "kamu nanya?" tapi realitanya dia malah mengangguk. Soalnya takut Jae gak tahu maksud dari jokes nya. Lagian juga mereka gak akrab-akrab banget sebagai pasutri, hahaha.
"Iya, ke kantor gak?" tanya balik Anindya saat melihat Jae membuka kulkas dan mengambil sebotol air mineral.
"Heem."
"Oh, sebelum berangkat sarapan dulu ya? Ini masak banyakan soalnya."
Hmmmm, masak banyakan apa emang niat sih?
Sebenarnya respons Jae kek kelihatan salting gitu, tapi dia sok cool aja sambil mengangguk kemudian berlalu dari hadapan Anindya buat mandi.
Anindya sendiri udah beres masak, dia sedang sibuk menata nasi dan lauk pauknya di meja makan.
Tidak lama kemudian, Jae udah siap dengan setelan kantornya. Dia kaget dong di meja makan Anindya sudah duduk manis. Soalnya dia kira Anin cuman ngasih sarapan bukan sekalian sarapan bareng.
Dengan sok cool nya Jae menarik kursi didepan Anindya kemudian mendudukinya. Jujur, pandangan Anindya jadi fokus ke jari manis tangan kanannya Jae dimana disana tersemat cincin begitu suaminya itu menaruh kedua tangannya di atas meja.
Anindya langsung mengalihkan pandangannya pada jari tangannya dimana enggak ada satu pun cincin tersemat disana.
"Sarapan nih?" ujar Jae meleburkan pikiran Anindya.
"Oh iya, selamat makan!"
Sehabis itu mereka pun sarapan dengan tenang. Benar-benar tenang karena hanya ada suara dentingan sendok yang beradu pada piring.
"Berangkat naik ojol?" tanya Jae begitu makanan mereka sudah habis.
"Iya," jawab Anindya.
"Udah pesan?"
"Belom sih."
Jae mengangguk, "bareng aja."
"Hah?"
"Bareng, udah jam segini juga lagian."
"Oh yaudah."
Cielah, pokoknya pagi ini progress hubungan mereka udah sampai di tahap sarapan bareng sama berangkat kantor dan kuliah bareng. Walaupun Anindya enggak diantar sampai di depan gedung fakultasnya seperti yang sudah-sudah. Dia meminta di turunkan di halte yang cukup jauh dari gerbang utama saja. Jae enggak banyak tanya juga, dia iya-iya saja menurunkan Anindya disana.
Padahal, aslinya Anindya tuh takut. Feeling-nya mengatakan kalau di kampusnya ini ada semacam penguntit? Soalnya setiap kali Jae mengantarnya ke kampus, ada saja oknum yang tahu dan menyebarkannya di internet. Jujur, ini membuat Anindya merasa kurang nyaman.
"Hai Nin!" sapa Thalita ketika tak sengaja berpapasan dengan Anindya di depan gerbang utama kampus.
"Eh Tha? Tumben banget gak bawa mobil?" tanya Anindya begitu melihat Thalita sendiri saja tanpa mobil kuning kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Got Married
General FictionAnindya Mootiara Soebjakto tidak pernah mengira akan menikah di usianya yang baru menginjak 19 tahun dengan Zabdan Akandra Nawasena atau yang lebih dikenal dengan panggilan Jae, gitaris band Enam Hari. Start : Senin, 8 Juni 2020