"Sejak kapan lo suka pake cincin begitu, Nin?" tanya Jane—teman Anindya— saat mereka baru saja duduk di bangku kantin fakultas setelah jam perkuliahan selesai. Karena rencananya, mereka mau makan siang dulu sebelum pulang.
Begitu mendengar pertanyaan dari Jane, sontak saja arah pandang kedua temannya yang lain pun terarah pada jari manis tangan kanan Anindya yang berada diatas meja.
"Eh iya, gue juga baru liat itu cincin," sambung Talitha yang dibalas anggukan oleh Kaisa.
"Cincinnya cantik banget Nin, spill toko dong!" kata Kaisa yang matanya fokus pada cincin berwarna perak itu. Udah kayak komenan video tiktok, spall-spill.
"Eh tapi kek cincin kawin gitu gak sih?"
Deg!
Oke, Anindya tersenyum tipis, mencoba untuk tetap kalem. Lagipula ini salah dia sih, lupa balikin tuh cincin jadi liontin kalung sejak dari rumah orangtuanya Jae a.k.a mertuanya sendiri. Gak tau kelupaan atau emang cincinnya udah betah di jari manisnya Anindya. Haha kayaknya bisa aja kan, Anindya udah nyaman pake tuh cincin seperti yang dilakukan Jae. Cielah..."Cincin kawin dari Hongkong? Anin kan masih single, Ta," ucap Jane sewot.
"Bisa aja, kalau Anin suka pake cincin yang kayak cincin kawin gitu, ya kan Nin?" tanya Kaisa yang sangat berpikiran positif, bestie.
Baru saja Anindya mau angkat bicara, mau bikin alibi gitu, eh teleponnya udah duluan bunyi. Ada panggilan telepon dari nomor yang tidak terdaftar di phonebook handphonenya. Bagus juga ada yang nelepon, jadi Anindya gak nambah dosa karena bohong.
"Bentar guys, ada telepon," ucapnya yang langsung dibalas anggukan oleh ketiga temannya.
"Kalian pesan duluan aja," kata Anindya sebelum akhirnya mengangkat panggilan telepon tersebut.
Jane, Talitha, dan Kaisa pun memesan makanan dan minuman ke depan, meninggalkan Anindya yang duduk sendirian.
"Halo?"
"Iya, halo? Ini siapa ya?"
"Ini Anin kan?"
"Iya, dengan saya sendiri. Ini siapa ya?"
"Kamu gak tau saya?"
Anindya kaget, dia reflek menjauhkan handphonenya dari telinga untuk mengecek bahwa memang benar nomor ini nomor yang gak terdaftar dari kontak handphonenya.
"Memangnya Masnya siapa? Nomornya gak dikenal soalnya."
"Saya Jae."
"Jae siapa?"
"Jae Enam Hari."
Anindya berdecak, menurutnya motif apa ini? Ngaku-ngaku sebagai Jae Enam Hari lagi. Sebagai orang yang bukan Hariku tapi masih suka muterin lagu Enam Hari, Anindya tidak akan tertipu begitu saja.
"Masnya halu, ya? Mana ada Jae Enam Hari nelepon saya, ada kepentingan apa coba?"
"Lah? Saya beneran Jae, Zabdan Akandra, suami kamu."
DUARRRRRR! Anindya langsung melotot. Lah iya, suaminya kan member Enam Hari.
"Kamu gak nyimpan nomor saya?"
"Eh? Maaf, kirain."
"Kamu udah beres kuliah?"
"Udah, kenapa?"
"Bisa balik cepet gak? Di apart ada Nakula sama Sadewa, saya harus ke kantor lagi."
Hadeuuuh, Anindya menepuk jidatnya. Lupa dia kalau siang ini apartemen mereka akan kedatangan dua keponakan yang namanya terinspirasi dari kisah Mahabarata, yakni Nakula dan Sadewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Got Married
General FictionAnindya Mootiara Soebjakto tidak pernah mengira akan menikah di usianya yang baru menginjak 19 tahun dengan Zabdan Akandra Nawasena atau yang lebih dikenal dengan panggilan Jae, gitaris band Enam Hari. Start : Senin, 8 Juni 2020