16. Cerita Lalu

224 34 4
                                    

"Asalamualaikum," suara salam terdengar dari luar saat Sita sedang memasak di dapur pada Ahad pagi yang cerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Asalamualaikum," suara salam terdengar dari luar saat Sita sedang memasak di dapur pada Ahad pagi yang cerah.

Suaminya di kebun belakang, membenahi pagar kayu yang sudah rusak. Pagar itu yang melindungi tanamannya dari ayam-ayam yang suka berkunjung mencari makan. Farras dan Adiba membantunya di sana.

Sita mematikan kompornya, lantas meraih jilbab instannya dan keluar menuju ruang tamu. Ia seperti tahu suara orang yang mengucapkan salam itu, tetapi tak yakin orang itu mau berkunjung ke rumahnya.

Namun ia salah. Benar-benar orang itu yang datang dengan menenteng bungkusan di tangannya.

Nisa di depan pintu. Menunggu. Saat melongok ke depan, Sita melihat Honda Jazz merah terparkir cantik di halaman rumahnya.

Walau sedikit enggan, Sita tetap mempersilakan temannya masuk. Ia menerima oleh-oleh yang diangsurkan padanya.

"Rumahmu nyaman, ya," kata Nisa setelah duduk. Matanya berkeliling sekitar ruang tamu Sita yang sebenarnya biasa saja. Hanya ada hiasan guci dengan bunga kering di sudut ruangan dan akuarium yang membatasi ruang tamu dengan ruang keluarga di belakangnya. Lalu dindingnya terdapat jam dinding, kaligrafi ayat kursi, dan foto keluarga berukuran besar.

"Kok tahu rumahku?" tanya Sita tak menanggapi ucapan Nisa sebelumnya.

"Gampang, wali murid SD banyak yang tahu, kok. Katanya mereka sering beli jilbab di tempatmu," jawab Nisa tersenyum.

Entah kenapa Sita merasa ada yang berbeda dengan senyum itu. Biasanya senyum Nisa adalah senyum yang penuh semangat. Kadang juga senyum meremehkan. Sedang kali ini, senyum itu terlihat lemah, seolah dipaksakan muncul di bibirnya.

"Ada apa berkunjung ke sini? Cari jilbab?" Hanya itu yang terpikirkan oleh Sita. Dandanan Nisa cukup fashionable. Jadi Sita tidak akan heran kalau Nisa mencari jilbab keluaran terbaru di sini. Sebagai pedagang ia tetap akan melayani, walaupun sebenarnya ini hari liburnya.

Namun gelengan kepala yang menjadi jawaban Nisa. "Aku mau curhat lagi. Nggak apa-apa, kan?" tanyanya memohon. Matanya yang berhias celak itu mengerjap-ngerjap, membuat Sita tak bisa menolak.

Sudah kali kedua teman yang awalnya tak terlalu akrab dengan Sita itu curhat. Kali ini, apa lagi?

"Keluarga suamiku kemarin marah-marah, karena uang itu belum ketemu," kata Nisa mengawali.

Sita meletakkan air putih kemasan di hadapan Nisa, kemudian ia mengatur duduknya. Siap mendengarkan apa pun yang akan dikatakan temannya yang saat ini memakai baju hitam penuh payet dan jilbab syari berwarna merah.

"Sebenarnya aku tidak terlalu cocok sama mereka. Seringkali mereka mencoba menjelekkan aku di hadapan suamiku. Selama ini aku bisa bertahan, karena bisa membuktikan kalau aku tak bisa diremehkan. Tapi kali ini ... aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana."

Siku Sita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang