22. Di sinilah Farras

215 34 3
                                    

Farras tidak pernah menyangka ia akan berada di sini. Di sebuah rumah tua di tengah hutan. Suara tonggeret berpadu dengan suara burung hantu, membuat ia merasa seperti di masa lalu. Bukannya ia pernah merasakan yang seperti itu, tetapi ia pernah membaca buku yang menceritakan suasana di pedesaan di masa lampau. Ia membayangkan seperti inilah adanya.

Gulita, tak ada lampu listrik. Hanya karena cahaya lentera dari luar ruangan yang menembus dinding-dinding bolong, yang membuat Farras bisa melihat Riko yang sedang meringkuk di sudut yang lain.

Kurang ajar sekali para preman itu. Astaghfirullah ... Farras beristigfar karena telah mengumpat.

Para preman telah memukuli Riko sampai tak tampak lagi wajahnya yang sebenarnya cukup tampan. Buktinya beberapa anak punk cewek mengidolakan teman Farras itu.

Farras mendekati Riko, menyentuh tubuh temannya. Tak bergerak, tetapi ia masih bisa merasakan embusan napas dari mulut temannya. Mungkin Riko pingsan.

Sore tadi, sepulang sekolah, teman-teman Riko menghampirinya. Mereka bilang, Riko sedang sakit dan butuh bantuannya. Karena Farras mengenal anak-anak itu, meskipun tidak akrab, ia bersedia mengikuti mereka. Pikir Farras, nanti kalau ada yang dibutuhkan Riko, misalnya perawatan di Puskesmas, ia akan minta bantuan orang tuanya.

Anak-anak itu membawa Farras ke rumah di tepi hutan. Masalahnya adalah, ternyata tak ada Riko di sana. Yang ada hanyalah empat orang preman yang kemarin berkelahi dengannya dan satu orang berkepala plontos yang tidak dikenal Farras. Namun teman-teman Riko memanggilnya Bos Plontos.

Anehnya, setelah mengantar Farras, anak-anak punk itu pergi dengan buru-buru. Mereka menatap Farras seolah merasa bersalah.

"Aku tidak mengerti, kenapa anak seperti kamu mau berteman dengan Riko?" tanya Bos Plontos menarik perhatian Farras yang mulanya menatap kepergian anak-anak punk teman Riko.

"Harusnya anak seperti kamu belajar saja yang giat. Tidak perlu peduli pada anak-anak terbuang seperti mereka. Karena aku yang akan mengurus mereka!" tambah Bos Plontos lagi. Kali ini dengan nada tinggi. Yang tidak dimengerti Farras kenapa kemarahan itu ditujukan kepadanya.

Namun Farras diam saja. Ia belum tahu apa yang sebenarnya sedang dihadapinya.

"Gara-gara kamu, Riko sudah nggak nurut lagi. Sekarang kerjaannya cuma baca buku, ngamen, salat. Dan tidak pernah setoran lagi. Eh, dia malah ngajak-ngajak teman-temannya buat nggak setoran pula. Bikin penghasilanku berkurang saja," kata Bos Plontos.

Farras mulai menyusun jawaban-jawaban atas pertanyaan di pikirannya. Ia mulai mengerti apa hubungan preman dan anak-anak punk. Namun ia belum mengerti apa maksud preman meminta anak-anak punk membawa dirinya ke sini.

"Dan sekarang kamu ikut-ikutan melawan kami. Menyerang anak buahku yang lagi ngasih pelajaran sama Riko. Itu tidak bisa dimaafkan, Bocah kecil!" Farras mendengar Bos Plontos berbicara lagi.

Rupanya begitu. Bagi preman-preman itu, Farras mungkin telah mengusik posisi mereka yang selama ini terasa nyaman. Secara tidak langsung, Farras yang memengaruhi Riko. Lalu Riko berusaha memengaruhi teman-temannya.

"Aku tidak melawan kalian tanpa alasan. Kalian mengeroyok Riko, itu tidak adil," kata Farras tak gentar.

"Adil?" Tawa Bos Plontos menggelegar. "Bocah yang hidupnya selalu enak ceramah soal keadilan?" tambahnya sinis.

"Ini kerajaanku, Bocah! Aku yang menentukan keadilan bagi anak-anak seperti Riko. Mereka setor, aku akan melindungi mereka. Mereka nggak setor, aku akan menyiksa mereka. Semudah itu." Bos Plontos tertawa lagi, padahal menurut Farras tak ada yang perlu ditertawakan.

Siku Sita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang