5. Konfrontasi

311 48 5
                                    

Kalau tidak ingat kisah sohabiyah (sahabat perempuan) Nabi Muhammad, yang memberi sambutan paling hangat untuk suaminya yang pulang berperang, padahal ia baru saja kehilangan anak, pasti Sita mengungkapkan segala kekesalan kepada Hanif saat ini juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau tidak ingat kisah sohabiyah (sahabat perempuan) Nabi Muhammad, yang memberi sambutan paling hangat untuk suaminya yang pulang berperang, padahal ia baru saja kehilangan anak, pasti Sita mengungkapkan segala kekesalan kepada Hanif saat ini juga. Namun Hanif baru pulang dari tugas dinas selama lima hari. Rasanya tidak pantas kalau ia langsung marah-marah. Biarlah suaminya melepas rasa lelahnya terlebih dahulu. Baru ia akan mengkonfrontasi tentang uang yang mungkin berjumlah satu miliar dalam koper itu.

Hanif meletakkan lumpia Semarang di kulkas. "Besok bisa digoreng, Bun."

Sita hanya menganggguk. Padahal lumpia berisi rebung itu merupakan makanan kesukaannya. Biasanya ia berpesan pada Hanif untuk membelikan makanan itu kalau dinas ke Semarang. Namun karena kemarin ia dalam kondisi kesal kepada suaminya, ia tidak berpesan apa-apa. Dan ternyata Hanif tidak lupa untuk membawakan oleh-oleh itu. Harusnya ia menerima dengan antusias seperti biasa. Harusnya ia merasa terharu karena itu.

"Anak-anak di kamar, ya?" tanya Hanif seraya melongokkan kepala ke arah kamar anak-anaknya yang bersisisan. "Ayah ketemu anak-anak dulu, ya," sambungnya.

Lagi-lagi Sita hanya mengangguk.

Kemudian ia mendengar suara Adiba yang berteriak kegirangan. Sita pastikan mereka pasti sedang melakukan gerakan seperti drama-drama di televisi, berpelukan, lalu Hanif mengangkat Adiba dan melakukan gerakan berputar-putar. Dan entah oleh-oleh apa yang dibawa Hanif untuk Adiba kali ini. Karena Sita mendengar Adiba berteriak-teriak lagi. Hm ... Mungkin Hanif membawakan Adiba boneka gurita yang bisa dibolak-balik itu? Berkali-kali anak perempuannya bilang pada ayahnya kalau ingin boneka itu, biar ia semangat belajar katanya.

"Bunda, Ayah bawain boneka gurita, nih!" teriaknya dengan membawa gurita berwarna pink di tangannya.

Jadi, benar tebakan Sita. Ternyata ia masih mengenal anaknya yang ini.

Setelah menunjukkan boneka gurita yang berwarna pink saat tersenyum, dan jika dibalik dengan warna biru ganti cemberut itu, Adiba kembali ke kamarnya dengan kelewat bahagia. Tak merasa perlu mendengarkan respon dari bundanya. Lagi pula Sita memang sedang tidak ingin mengatakan apa pun.

Sekarang, Sita kembali sendirian di ruang makan. Ia menuangkan adonan teh dari poci ke cangkir, lantas menambahkan satu setengah sendok teh gula.

Saat mengaduk teh itu, ia merasakan ketenangan yang ada. Jadi tebakannya, saat ini Hanif berada di kamar Farras. Mungkin mereka terlibat pembicaraan sesama lelaki. Entah apa suaminya itu juga membelikan oleh-oleh untuk anak lelakinya. Karena Farras tidak pernah mengungkapkan keinginannya, Sita juga tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan anaknya itu sebagai hadiah. Ah, mungkin Hanif membawakan oleh-oleh buku Ensiklopedia Palestina untuk anaknya?

Setelah Hanif keluar dari kamar anak lelakinya, Sita bertanya, "Jadi, apa oleh-oleh untuk Farras?" Ia menyerahkan teh panas untuk suaminya.

"Ensiklopedia Palestina. Ayah carikan di Gramedia kemarin," jawab Hanif. Persis seperti pikiran Sita. Namun sekarang ia ragu, apa benar itu yang diinginkan Farras? Karena selama ini ia merasa telah mengenal anaknya, sedang kenyataannya ia tidak sungguh-sungguh tahu.

Siku Sita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang