Epilog

971 67 15
                                    

Hari-hari berjalan normal setelah peristiwa pemerasan yang dialami Sita dan Hanif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari-hari berjalan normal setelah peristiwa pemerasan yang dialami Sita dan Hanif.

Hanif telah kembali ke kantor. Farras dan Adiba sudah berangkat sekolah. Mereka banyak ditanyai oleh teman-temannya soal penyekapan yang mereka alami. Rupanya hal itu viral di kalangan siswa sekolah mereka. Farras menjawab setenang biasanya. Sedangkan Adiba begitu bersemangat bercerita, walaupun harus mengulangnya berulang kali.

Farras diajak oleh Ayah dan Bunda menemui Riko di hari ketiga setelah peristiwa penyekapan ke Rumah Singgah milik Dinas Sosial. Ia pangling dengan penampilan Riko dan anak punk lain yang tanpa cat warna-warni di rambut serta anting di telinga. Mereka tampak bersih dan hidup.

Namun kata Riko, ada dua temannya yang melarikan diri dari rumah singgah. Mereka lebih memilih hidup bebas di jalanan.

Keluarga Farras juga bertemu dengan ibu Riko yang menjemput anaknya. Petugas dari Dinas Sosial memang berkoordinasi dengan petugas kabupaten lain, asal anak-anak punk itu. Kemudian mereka menghubungi keluarga anak-anak itu. Ibu Riko rupanya langsung datang begitu mendapat informasi dari petugas.

Riko bercerita kepada Farras bahwa ia akan pulang bersama ibunya. Ia tahu bahwa ibunya sayang padanya, maka ia akan membalas rasa sayang itu dengan menjadi anak yang baik dan berprestasi. Ia akan sekolah lagi.

Riko juga menantang Farras, suatu saat mereka akan bertemu lagi, saat ia sudah menjadi astronom dan Farras menjadi dokter atau apa pun cita-citanya.

Soal ayahnya, Riko bilang akan bicara dari hati ke hati dengan ibunya. Ia akan bilang bahwa ia ingin ibunya bahagia. Karena itu, tidak usah memaksakan bersatu dengan Ayah jika Ibu terus disiksa.

Farras mendoakan Riko, semoga berhasil dengan semua impiannya. Mereka berpelukan sebelum berpisah, membuat orang tua masing-masing terharu.

Ibu Riko juga berterima kasih kepada Sita. Karena kebaikan Farras, Riko akhirnya bisa kembali bersamanya. Rupanya Riko telah menceritakan persahabatannya dengan Farras.

Sita tidak pernah menyangka anaknya yang pendiam itu, bisa menebarkan kebaikan melalui cara-cara tak terpikirkan olehnya. Selama ini barangkali Sita terkungkung pada cara pandang nilai-nilai kebaikan yang bersifat normatif. Anak itu harus pintar dengan rajin belajar. Anak itu harus salih dengan rajin salat dan rajin mengaji.

Lalu ia jadi membebani diri sendiri dengan target-target pintar dan salih menurut versinya.

Farras cerdas dengan caranya. Farras salih dengan mengembangkan nilai-nilai kebaikan yang sudah ditanamkan sejak dini. Bukan lagi kesalihan pribadi, tetapi sudah lebih jauh lagi. Saat ia peduli pada anak-anak punk itu, dengan mau berteman, dengan membawakan buku, dengan mengingatkan salat, sesungguhnya ia telah berkembang menjadi pribadi yang tidak egois.

Adiba pun sama. Sifat anak itu yang suka bertualang, kadang memang mengkhawatirkan Sita. Namun dari sana Adiba bisa belajar lebih banyak dari anak lain. Prestasinya di sekolah barangkali biasa-biasa saja. Namun ia seorang dengan pribadi yang ceria, sehingga disukai oleh teman-temannya. Dan ia pemberani. Sita menyadari saat peristiwa penyanderaan itu. Bagaimana Adiba sama sekali tidak menangis, bahkan berusaha melawan preman-preman bertubuh besar. Padahal tubuhnya sekecil itu.

Sita belajar dari peristiwa-peristiwa yang dilaluinya sebulan ini.

Apakah kemudian keluarga mereka tidak butuh visi dan misi? Dan membiarkan kehidupan berjalan begitu saja, mengalir tanpa perencanaan?

Tentu saja Hanif tidak akan setuju. Dan Sita pasti akan mendukung seratus persen.

Berkeluarga itu ibadah. Ada tujuan jangka panjang dibalik hidup berkeluarga. Tujuan yang bukan hanya dunia, tetapi juga akhirat. Karena itu, Sita dan Hanif merasa bahwa tujuan dunia saja perlu perencanaan, apalagi tujuan akhirat.

Mereka mereview kembali visi dan misi mereka. Mungkin bukan tujuan mereka yang salah, tetapi cara mencapai tujuan itu yang perlu diperbaiki.

Sekarang Sita dan Hanif melibatkan anak-anak mereka dalam perencanaan itu. Membiarkan mereka memilih sendiri tujuannya, dan menegaskan bahwa mereka harus bertanggung jawab pada pilihannya.

"Diba masih ingin jadi diplomat, Bunda. Tapi Diba juga ingin jadi hafizah. Tapi ... Diba tidak bisa kalau melakukan target hafalan dari Bunda. Diba janji, kelas enam sudah selesai juz 29," kata Adiba tentang keinginannya.

"Buku Farras kan banyak. Farras ingin membuka perpustakaan di rumah. Dibukanya kalau sore. Nanti sekalian Farras mau ngajarin pelajaran sekolah buat anak-anak SD yang ngaji Iqro' di musala. Boleh ya, Bun?"

Sita mengangguk. Bukan hanya boleh, ia pasti akan mendukung keinginan itu.

Hanif pun minta maaf pada Sita. Ia berjanji akan lebih peduli pada anak-anak. Ia tidak akan menyerahkan pendidikan hanya pada Sita dengan alasan ibu madrasah pertama bagi anaknya.

Sita pun minta maaf pada suaminya, kalau mungkin terlalu menuntut. Ia akan mencoba lebih pengertian dan tidak curigaan.

Kemudian saat hanya berdua di kamar dengan Hanif, suaminya itu masih suka menggodanya.

"Gimana kalau perencanaannya ditambah?" tanya Hanif suatu kali.

"Memang mau nambah apa lagi?" Sita bertanya tak mengerti.

"Nambah anak. Biar tambah banyak yang salih dan salihah. Biar kita makin banyak nyumbang beratin bumi Allah sama kalimat la ilaha illallah," kata Hanif dengan alis dinaik-turunkan.

"Ish, ada-ada saja. Bunda sudah 37 tahun, nih," elak Sita.

"Masih muda, kok," goda Hanif lagi.

"Boleh, sih. Tapi Ayah nanti yang momong bayinya." Sita balas menggoda.

"Waktu Farras dan Adiba bayi, yang mandiin Ayah, tuh. Yang gantiin popok kalau malam Ayah juga. Jadi, siap!" kata Hanif.

Sita tertawa. Tawa yang selalu membuat Hanif rindu rumah. Ia lalu menghujani istrinya dengan ciuman-ciuman.

Mewujudkan tujuan pernikahan itu, memang bukan hanya kerja satu orang saja, tetapi seluruh keluarga. Karena setelah menjadi keluarga, visimu adalah visiku, dan itu akan menjadi visi kita.

**

-TAMAT-

Alhamdulillah, akhirnya tamat juga Siku Sita (Visimu, Visiku, Visi Kita). 😁

Terima kasih yang selalu mampir ke sini dan bikin saya semangat terus buat nulis. 😍

Pasti ada kekurangan, pasti ada kesalahan di sana-sini pada tulisan ini. Dan saya masih otw ngedit setelah yang di Wattpad tamat.

Doakan lancar, ya. ❤️

Siku Sita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang