19. Dialog

201 33 6
                                    

Hari sudah berganti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari sudah berganti. Adiba masih dihukum, tetapi Sita memberi kelonggaran. Tak lagi menyuruh anaknya langsung belajar lagi sepulang sekolah. Lama-lama ia merasa menjadi ibu yang kejam, akibat protes Adiba yang seringkali benar.

Misalnya seperti ini, "Bunda, aku tuh sudah capek belajar di sekolah. Masak di rumah disuruh belajar lagi. Otakku sudah nggak muat lagi, Bunda."

Sekarang anak itu malah merecoki mbak-mbak pegawai online shop Sita, walau ia beralasan membantu membungkus paket. Sita membiarkan hal itu. Ia sadar kalau Adiba butuh beraktivitas, mengingat bagaimana aktifnya anak itu. Namun ia juga harus konsisten dalam memberikan hukuman, satu minggu penuh Adiba harus benar-benar di rumah, tidak kelayapan ke tempat-tempat yang berbahaya.

Kala sedang sibuk-sibuknya di ruang kerja itulah, Sita mendengar suara brak dari arah depan rumah. Sita, Adiba, dan pegawainya saling melempar pandang.

Adiba yang lebih dulu keluar untuk melihat keadaan.

"Ya Allah, Kak Farras!" Terdengar teriakan Adiba.

Sontak Sita berlari keluar. Farras sedang meringis kesakitan sambil berpegangan pintu. Suara brak tadi, rupanya adalah kursi teras yang terjatuh sebab digunakan tumpuan oleh Farras.

Wajah anak pertama Sita sudah tak keruan. Babak belur. Seragamnya juga kotor, bercampur debu dan keringat. Ada sedikit warna merah di sana. Sita memeriksa lebih saksama. Darah. Pasti itu. Karena di pinggir mulut Farras ada darah yang mulai mengering.

"Kamu kenapa Farras?" teriak Sita, antara marah dan khawatir.

"Kamu berkelahi?" cecar Sita lagi.

"Kamu tuh ya, pasti gara-gara pergaulanmu sama anak-anak nggak bener itu. Jadi begini kan." Lalu omelan yang keluar dari mulut Sita.

Sementara anak lelakinya meringis sambil memegangi perut. Tak membalasnya sama sekali.

"Bun ... Bunda jangan marah-marah terus, dong. Kak Farras diobatin dulu." Adiba menarik-narik lengan baju Sita untuk mengingatkan.

Sita menarik napas dalam, kemudian mengembuskannya. Benar yang dikatakan Adiba.

"Ya sudah Farras, kamu bersihkan diri dulu, nanti Bunda obatin. Dan kamu wajib cerita apa yang menyebabkan kamu seperti ini," perintah Sita sambil menatap Farras dari atas ke bawah, kemudian ke atas lagi. Ia mendesah. Anaknya benar-benar tak bisa dikenali.

Tanpa menunggu perintah kedua, atau bundanya akan mengomel lebih panjang lagi, Farras segera masuk ke kamarnya.

"Ingat! Jangan lama-lama mandinya. Langsung keluar begitu selesai!" teriak Sita lagi, yang pasti didengar anaknya.

"Kakakmu itu kenapa lagi, Diba. Kemarin sudah bikin masalah, sekarang lagi. Kenapa sih, kalian suka sekali bikin Bunda kepikiran." Sita terus mengomel sambil membuka kotak P3K. Ia mengambil obat merah, kapas, dan perban. Entah mana nanti yang akan lebih berguna. Ia juga mencari kain bersih.

Siku Sita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang