25. Pasrah Setelah Usaha

290 35 2
                                    

Hanif menuntun Sita masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Basith dan Khadijah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanif menuntun Sita masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Basith dan Khadijah. Mereka berdua juga telah membaca pesan dari penjahat yang membawa keponakan mereka.

Khadijah mengambil air minum untuk Sita. Ia mengelus-elus pundak adik iparnya. "Sabar, ya. Insya Allah selalu ada jalan keluar. Kita pikirkan bersama."

Sita tak bisa membalas lagi meski hanya anggukan. Ia terlalu bingung.

"Coba kamu hubungi nomor yang tertera di surat, Nif. Biar kita tahu apa maunya mereka," usul Basith.

"Oh ya, Mas. Sampai lupa saya," balas Hanif sambil mengusap peluh yang membasahi wajahnya. Sekali lagi ia memandang istrinya dengan khawatir.

"Telepon sekarang, Yah. Jangan sampai ada apa-apa sama anakku," kata Sita tajam. Kekuatannya seolah kembali saat mendengar ia akan segera tahu kabar anak-anaknya.

Hanif mengangguk, lalu menekan angka-angka sesuai petunjuk Si penjahat.

Satu panggilan tak diangkat. Dua panggilan masih sama juga. Semua saling bertukar pandang, menunggu dengan harap-harap cemas.

Tak lama, satu panggilan datang melalui video call Whatsapp. Hanif langsung menggeser tombol hijau di ponselnya. Bukan wajah penjahat itu yang muncul di layar, tetapi tiga orang anak di sana. Farras, Adiba, dan satu anak punk. Hanif menebak, itu Riko, sahabat yang pernah diceritakan Farras.

Wajah Riko terlihat paling menyedihkan. Farras sangat kotor, mungkin karena dikurung semalaman oleh penjahat itu. Sedangkan Adiba masih terlihat segar, meskipun ada kecemasan menggelayuti wajahnya.

Di pinggir mereka bertiga, ada dua orang dewasa yang diduga Hanif adalah kawanan penjahat yang bertugas menjaga agar anak-anaknya tidak kabur.

Tiba-tiba saja gambar itu berganti dengan orang berwajah sangar dan kepala plontos. "Bapak sudah lihat anak-anak itu, kan? Kami bisa saja langsung menghabisi mereka, lalu membuang mayat mereka di hutan," ancamnya.

Sita dan Khadijah bergidik mendengar ancaman itu dari suara yang diloudspeaker. Namun mereka menahan diri agar tidak berkomentar. Biarlah penjahat itu tahunya hanya sedang menghadapi Hanif saja.

"Tapi buat apa? Tidak ada untungnya buatku." Tawa Bos Plontos membuat Hanif ingin menggaruk telinganya. Namun ia harus konsentrasi pada keinginan penjahat di hadapannya, terhalang layar kaca saja.

"Dengar baik-baik, Pak ...," kata bos preman yang belum tahu nama orang yang diajak bicara.

"Hanif," kata Hanif memotong.

"Dengar baik-baik, Pak Hanif. Aku ingin Anda menyiapkan yang satu miliar untuk ditukar dengan anak-anak Anda!" kata Bos Plontos.

Hanif membelalak, begitu pun tiga orang yang ikut mendengarkan pembicaraannya.

"I-itu banyak sekali. Kami tidak punya uang sebanyak itu," kata Hanif.

"Uang atau nyawa anak-anak kalian!" hardik Bos Plontos.

Siku Sita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang