14. Interogasi

250 37 5
                                    

Setelah dari rumah makan, Farras sudah tidak terlihat di halte

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah dari rumah makan, Farras sudah tidak terlihat di halte. Karena khawatir, Sita meminta Hanif untuk segera pulang ke rumah, untuk mengetahui apakah anaknya langsung ke pulang atau justru bermain ke tempat lain bersama anak punk yang mereka lihat tadi.

Jangan sampai Farras terpengaruh gaya hidup anak punk itu.

Bagaimana kalau Farras punya keinginan pergi dari rumah seperti anak-anak punk yang bebas itu.

Seperti itulah pikiran-pikiran buruk yang mengganggu Sita.

"Katanya ingin cari pengirim koper?" tanya Hanif mengingatkan tujuan mereka awalnya.

"Besok lagi. Farras sekarang yang penting," jawab Sita ketus.

"Tidak usah terlalu khawatir begitu, Bun. Farras pasti pulang, kok." Hanif berharap Sita bisa lebih tenang menghadapi permasalahan ini.

"Kita kan ingin anak-anak kita menjadi anak saleh," debat Sita dalam perjalanan pulang. Jarum jam di lengan Sita menunjukkan pukul empat sore.

"Tentu saja," jawab Hanif pendek.

"Dan itu ada dalam misi pernikahan kita," kata Sita mengingatkan.

"Iya, Ayah tahu," jawab Hanif lagi.

"Tapi sikap Ayah begitu?" Sita memicingkan mata ke arah suaminya.

"Karena Ayah tahu, kita sudah mendidik anak-anak kita dengan baik. Bunda adalah ibu yang baik, selalu memperhatikan kebutuhan anak-anak. Farras dan Adiba adalah anak-anak yang selau mendapat perhatian," jawab Hanif panjang lebar. Sesekali ia menoleh kepada istrinya, walau ia harus tetap fokus pada jalan raya.

Sita mendengkus. Benarkah begitu?

Farras sekarang berbeda. Waktu dinasihati, ia sudah berani mendebat Sita.

Sita benar-benar pusing memikirkan permasalahan rumah tangga mereka akhir-akhir ini. Ditambah dengan kedatangan Nisa yang seolah menabur garam dalam lukanya. Membuat ia bertekad tidak mau kalah sama Nisa.

Sita mengembuskan napas, membuang segala kegundahannya.

Hanif melirik istrinya yang terlihat lebih tenang. Ia tersenyum dan melajukan mobilnya dengan lebih cepat. Sebenarnya ia juga ingin tahu, apakah Farras sudah ada di rumah atau belum.

Dan mereka bersyukur karena setelah sampai rumah, mereka berdua mendapati anak sulung mereka di kamar, sedang mengulang hafalan juz 3 dari Al-Qur'an. Sedangkan Adiba, sibuk merecoki pegawai Sita yang sedang membungkus paket untuk dikirimkan besok.

**

"Farras, Bunda sama Ayah mau bicara," kata Hanif setelah makan malam.

Farras mengangguk. Sedangkan Adiba sudah kepo ingin tahu apa yang akan dibicarakan orang tuanya dengan kakaknya.

Siku Sita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang