27. Akhirnya

337 46 4
                                    

Dua kubu akhirnya saling berhadapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua kubu akhirnya saling berhadapan. Sita sudah tidak sabar ingin memeluk anaknya. Namun preman-preman yang memegangi Farras dan Adiba membawa pisau. Ia ngeri kalau sampai anak-anaknya terluka.

"Serahkan uangnya dulu!" perintah Bos Plontos.

Hanif mempertimbangkan hal itu sambil melirik anak-anaknya yang ada di belakang pimpinan preman.

"Kita tukar bersamaan," katanya bernegosiasi.

"Tidak bisa! Aku harus melihat uang itu dulu. Jangan-jangan kau menipu kami!" sentak preman yang badannya kekar itu.

Hanif mengembuskan napas. Mungkin ia memang harus memberikan uang itu dulu. Hal itu barangkali bisa berguna untuk mengulur waktu. Mungkin sebentar lagi Basith bersama polisi datang. Mungkin Dani bersama petugas Dinas Sosial dan Satpol PP segera datang.

Ia menghitung berbagai kemungkinan itu. Ia agak ragu, apakah waktunya akan cukup. Toh jika para penjahat itu menghitung uang akan membutuhkan waktu lama. Ini uang tunai. Jumlahnya banyak, walaupun ia juga sedikit menipu preman itu, dengan jumlah uang yang kurang dari satu miliar. Karena waktu yang mepet dan ia sungguh tak bisa mengusahakan uang sebanyak itu.

"Yah." Sita menggoyang tangan Hanif, kemudian berbisik, "Gimana, Yah? Berikan aja dulu, biar anak-anak segera bebas."

Hanif menatap istrinya bimbang. Beberapa detik kemudian ia memantapkan hati.

"Ini," katanya seraya menyerahkan koper kepada pimpinan preman yang berada di tengah-tengah anak buahnya.

Orang botak itu lantas menerima tas koper itu tanpa mengalihkan tatapan tajamnya dari laki-laki di hadapannya. Ia menarik koper itu dari tangan Hanif dengan kasar, lalu menyerahkan kepada anak buah di samping kanannya.

"Buka! Lihat, apa dia membawa uang sesuai yang kita inginkan," perintahnya.

Anak buahnya yang terlihat paling muda di antara preman lain itu menerima dengan antusias. Kemudian ia berjongkok dan membuka tas koper berwarna hitam itu.

Mata preman muda itu membelalak, berbinar karena melihat uang yang banyak itu.

"Bos, kita kaya, Bos," serunya tanpa mengalihkan pandangan dari uang di depannya.

Pimpinan preman menggetok kepalanya. "Hitung dulu. Nanti baru mikir bagi-bagi. Anak buah itu dapatnya di bawah Bos."

"Oh, i-iya. Siap, Bos," kata preman muda bersemangat.

Teman-temannya, para preman lain melongok ke dalam koper itu. Penasaran. Mereka menelan ludah, tak sabar ingin ikut merasakan wangi uang yang bagi mereka banyak itu. Selama ini paling-paling mereka hanya bisa memalak di pasar-pasar, warung, atau perempatan jalan. Juga memanfaatkan anak-anak punk untuk mendapatkan uang. Bagi mereka memeras orang kaya, sepertinya ide brilian.

"Aduh, Bos. Ini banyak banget. Lama kalau mau dihitung," kata preman muda tak sabar.

Bos Plontos kembali menggetok kepalanya. "Memang kamu mau jatahmu berkurang?"

Siku Sita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang