Caellan menatap Don tidak percaya. Mengabaikan ketegangan yang merayap di benaknya, ia bertanya. "Lantas?"
"Semua situs perbudakan di Nordale hancur. Apalagi? Kendati kerja sama kita sudah berhenti sejak awal tahun, orang-orang yang kita kirim bisa saja mengatakan sesuatu. Itu pun jika Jenderal berniat membawa semua budak bersamanya. Sekarang masalahnya di situ."
Caellan termenung. "Wanita-wanita itu," gumamnya. "Apa yang kau gagas?"
"Mm, kesepakatan awal para kepala cabang sudah dicapai. Kita harus terus mengawasi perkembangan pasca pemberontakan. Jika Jenderal memang mengevakuasi kiriman kita, maka semuanya harus dihentikan. Terutama, tentu saja, para wanita. Tetapi aku sudah mendapat kabar kalau Klan Erfallen masih merekrut bekas budak-budak wanita, jadi kukira ini bisa kumanfaatkan. Tetap diam-diam sajalah. Aku tidak mau melawan Jenderal terang-terangan. Klan kita adalah pendukung era baru."
"Erfallen?" Caellan mendengus geli. "Siapa yang mengurus? Aku tidak mau ikut-ikutan kalau berhadapan dengan orang-orang dinasti."
"Aku saja, agar kau bisa mengurus yang lain. Sekarang, bagaimana dengan pestanya?"
"Menyenangkan. Semuanya sangat mudah dan seolah-olah terjadi begitu saja." Caellan mengisyaratkan kepada sang bartender untuk memberikannya minuman seperti biasa. Sang bartender, Vince, mengangguk dan segera kembali dengan sebuah botol minuman beralkohol, warnanya bening dan ada dua tangkai bunga kemerahan di dalamnya, memberikan semburat warna merah muda yang menyenangkan. Vince menuangkan minuman itu ke gelas kecil dan menyerahkannya kepada Caellan.
"Kau mendapatkan sesuatu? Aku mendengar mereka menjarah."
"Ya, sejumlah uang dan emas ... kira-kira enam ribu pont." Caellan menghabiskan minumannya dalam sekali teguk. Vince dengan setia menuangkan lagi. "Aku meninggalkannya di mobil Camon. Terlalu berbahaya membawanya kemari. Kau bisa mengangkutnya nanti."
Don menghela napas sarat akan kelelahan. "Kembalikan di gudang saja. Camon akan mengurus pengembalian uang dan emas jarahan itu ke orang-orang yang berhak."
"Baik sekali," puji Caellan dengan tulus, namun sang kepala keluarganya nampaknya tidak menganggap demikian. "Mengapa bukan aku saja yang mengurusnya? Kau biasanya menyerahkan suatu urusan hingga tuntas."
"Sudah kubilang, ada yang harus kaulakukan," kata Don, dan Vince serta-merta mengambil sebuah tas yang disembunyikan di balik konter. Caellan mengangkat alis menyadari relasi baru yang tercipta antara Don dan bartender sekaligus manajer kelabnya selama menunggu Caellan. Terkadang, Caellan skeptis dengan sikap Don ketika berada di antara orang-orangnya—berada di wilayah kekuasaannya. Kelab ini adalah milik Caellan, bukan Don, dan Caellan kurang menyukai kemunculan relasi baru tanpa persetujuannya.
Namun Don adalah kepala keluarga Vandalone, klan non-dinasti yang paling berkuasa di dunia bawah tanah Nordale, yang juga merangkap sebagai kakak angkat Caellan. Si pemuda tentunya tidak bisa melawan segala sesuatu yang tidak ia suka begitu saja. Yah ... harus selalu ada pengorbanan, kerelaan, ketika semua itu menyangkut tentang posisi dan jabatanmu, kan?
"Mm, tugas lain?" Caellan sudah tidak betah minum melalui gelas. Ia meraih botolnya.
"Tidak. Kau membantuku memilih mana yang pantas direkrut masuk ke klan."
Caellan nyaris menyembur. "Don," katanya. "Apa kau lupa darimana aku baru saja pulang?"
"Pembunuhan masal pertamamu. Aku tahu, tukang pamer."
Caellan tidak menggubris hinaan itu. "Kau tahu apa yang mereka lakukan?"
Don menatap Caellan dengan gusar. Kedua matanya yang amat gelap memicing dengan penuh kebencian. "Jangan mendikteku. Itu terjadi karena bawahan Camon yang dengan seenaknya memberikan izin seolah-olah mereka adalah anggota keluarga. Sekarang mereka semua mati di tanganmu dan seluruh anggota klan pasti bakal mendengar ini paling lambat tengah malam. Pembunuhan macam apa pun yang terjadi pada anggota klan akan menyebar dengan cepat, dan jika mereka tahu bahwa kau sendiri yang melakukannya, ini takkan terulang lagi. Lagipula, pengkhianat tidak melalui tes dan kualifikasi resmi seperti yang akan kita lakukan sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTIMA: The Denial ✓
Fantasy[BOOK 1] Khass memang seorang Guru Muda, tetapi Par takkan menyerah untuk menyeretnya keluar dari perguruan menuju neraka dunia. = = = = = = = = = = = = = = = = = = Listed as Featured Story on WIA Indonesia Listed as a part of Reading List #3 o...