17.1 Tambahan Trauma

75 27 13
                                    

Entah sudah berapa lama Rayford terkulai pingsan di bawah pohon. Ia kembali tersadar ketika merasakan ada sesuatu yang basah di rambutnya ... kemudian sentuhan menjijikkan itu berpindah ke pipi, pundak, dan Rayford mencoba memaknai bahwa sesuatu sedang menjilatnya. Pandangan Rayford masih gelap dan rasanya ia tak bisa bangun. Tubuhnya tak mampu digerakkan, dan kendati ia tahu betul pakaiannya sedang disesap, Rayford kesulitan untuk membuka mata. Ia mengerang, berusaha menggerakkan tubuh, hingga suara letusan pistol membuatnya matanya berhasil tersentak membuka.

Tepat saat itu, wajah Par lenyap dari depan mata, berganti dengan sosok Caellan yang mengacungkan senjata tak jauh darinya. Kedua pemuda itu sama-sama bertatapan dengan jantung berdegup kencang dan wajah yang memucat. Rayford lantas menyadari bahwa Caellan baru saja menembakkan peluru berisi venome ke arah Par, tetapi tembakan itu meleset ke batang pohon di dekat kepala Rayford, dan iblis itu menghilang kembali. Rayford tak bisa berkata-kata selain mengeluh kepanasan karena gelayut aroma venome yang menyiksanya. Caellan berderap menghampiri, merenggut Rayford untuk berdiri, dan ketika bocah itu terlalu lemas untuk menjejak pada tanah, Caellan setengah menggendongnya meninggalkan hutan itu.

"Apa yang ... apa yang terjadi?" Rayford gemetaran. Hutan berkelebat di pandangan saat Caellan dengan cepat membawanya ke tepi hutan, lantas menurunkan Rayford untuk duduk di rerumputan yang basah. Sembari terengah-engah, Caellan menyandarkan tubuh di sebuah batu besar. Kota Miggle masih berjarak ratusan kaki di bawah bukit.

"Aku tidak tahu, tetapi kulihat iblis itu menangkupmu saat aku menemukanmu." Caellan tak kalah gemetaran. Tak pernah sekali pun Rayford merasakan aroma trauma yang kental dari lelaki ini, dan Caellan amat membencinya. Ia berdeham, menyingkirkan perasaan yang menghantui itu, lalu berkata lagi. "Apa yang ia lakukan padamu? Kenapa kau tak melakukan apa pun?"

Rayford tak segera menjawab. Bayangan akan desa yang melebur menjadi debu bersama para penghuninya membuat kedua matanya mendadak pedih. Ia sama sekali tak berniat untuk membendung air mata yang membanjir. "Aku tidak tahu!" serunya. "Aku—aku—Demi Tuhan, Caellan, apa yang kau lihat di belakangku? Apakah kau melihat desa? Katakan bahwa aku hanya berhalusinasi!"

"Desa apa?" pertanyaan Caellan cukup untuk membuat hati Rayford mencelos. "Tak ada apa-apa. Kukira kau pingsan karena kelelahan atau sesuatu ... tidak?"

"Tidak!" Rayford berjengit. Jemarinya meremas rerumputan dengan frustasi. "Ada desa! Desa itu semula ada di sana, di belakangku, tepat di tengah-tengah hutan, tetapi aku melenyapkannya!"

Caellan mengangkat alis. Ia menghampiri Rayford yang sesenggukan. "Bagaimana bisa?" tanyanya. Ia sudah curiga akan sesuatu, terlebih-lebih ketika ia menemukan iblis sialan itu sedang melakukan entah apa kepada adiknya selama tidak sadarkan diri. Seharusnya ....

"Kamitua." Rayford tersedak saat mengucapkannya. "Aku ... aku bertengkar dengan Kamitua, dan ... dan dia membacakanku doa-doa ... tapi aku merasa gila dan tiba-tiba semuanya gelap, dan—dan saat aku sadar ... aku—aku—"

"Ada apa?"

Rayford mencengkeram lengannya. Caellan terkesiap saat Rayford melotot, matanya memerah basah. "Aku membunuhnya," bisiknya, lantas merosot ke tanah dan meraung lagi. Caellan terhenyak, selama sesaat tak mampu bereaksi selain mencoba menarik Rayford untuk merangkul. Jemarinya meraih pundak bocah itu, baru saja akan menepuk-nepuknya, saat mendapati bahu dan wajahnya basah akan lendir. Caellan mencermati noda merah yang pudar di bajunya, mengendusnya, lantas memahami bahwa kemunculan Par tak lain untuk menjilati darah Kamitua yang membasahi pakaian Rayford.

Iblis!

Ubun-ubun Caellan memanas. Ia tak bisa memikirkan apa pun selain mendapati kenangan masa lalunya berkelebat cepat, diiringi kekeh geli Par yang bergaung di benak. Caellan nyaris saja meraih pistol untuk menembak kepalanya sendiri, kemudian kepada Rayford, tetapi alih-alih melakukannya, ia mempererat pelukan dan berbisik. Suaranya penuh amarah, kebencian, dan ia berusaha keras untuk tidak meremukkan tubuh Rayford.

ANTIMA: The Denial  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang