PREVENTION - 12

12.3K 1K 123
                                    

"Resh, udah mau jam delapan. lo nggak kerja?"

Winna keluar dari kamar mandi dan mendapati Naresh yang masih duduk di tempat tidur dengan ekspresi hampa. Wajahnya pucat, bibirnya yang biasanya selalu merona merah kini terlihat agak putih, sorot matanya pun kosong. Winna yang baru saja selesai mandi dan masih mengenakan handuk buru-buru menghampiri sang suami untuk memeriksa keadaannya. Tangannya terulur untuk menyentuh dahi Naresh dan memeriksa suhunya.

"Ya Allah panas banget!" pekik Winna. "Resh, lo kayaknya harus istirahat deh. badan lo panas banget sumpah!"

Naresh menggelengkan kepalanya sembari bergerak untuk menyibakkan selimutnya. "Nggak bisa Win, gue ada meeting penting hari ini. Nggak mungkin gue tinggalin."

"Tapi badan lo panas begini tau! Nanti kalau lo kenapa-napa gimana? Emang nggak bisa diwakilin aja apa?"

Lagi-lagi Naresh menggelengkan kepalanya. "Nggak bisa, sayang. Kalau nggak penting-penting amat gue masih bisa skip, tapi kali ini beneran nggak bisa. Soalnya meeting nya bukan cuma internal kantor doang, tapi ada investor dari perusahaan lain yang mau menjalin kerjasama sama Electranoid dan gue sebagai chief programmer yang bikin banyak program perusahaan nggak mungkin nggak hadir."

Winna menghela nafas. Kalau memang meetingnya sepenting itu, maka Winna tidak punya pilihan lain selain mengizinkan Naresh untuk tetap pergi kerja. Akhirnya tanpa banyak bicara lagi, Winna langsung beranjak dari tempat tidur untuk menyiapkan segala keperluan Naresh, mulai dari air hangat, pakaian kerja, hingga obat penurun panas dan beberapa vitamin. Naresh memejamkan matanya yang terasa begitu perih, tubuhnya terasa sangat lelah dan kepalanya pusing luar biasa.

"Airnya udah siap, lo bisa jalan sendiri?" tanya Winna setelah semuanya siap.

"Bisa kayaknya," Naresh menyingkap selimutnya sembari menundukkan kepalanya selama beberapa detik, berharap denyutnya bisa sedikit mereda lalu kemudian melirik Winna yang sedang menatapnya dengan sorot khawatir. Perempuan itu bahkan masih mengenakan handuk dan belum berpakaian sama sekali. "Win, pake dulu bajunya. Ngeliat lo kayak gitu gue malah makin pusing asli. Lo nggak kasian sama si little N apa?"

Winna melotot. "Lagi sakit begini aja lo masih sempet-sempetnya mikir jorok kayak gitu tentang gue!"

"Ya abis gimana? Hormon pagi nggak bisa ditahan, wife." Naresh tertawa lemah.

"Kayaknya yang sakit otak lo deh, bukan badan lo!" Winna berdecak seraya meraih tangan Naresh dan menuntunnya ke kamar mandi. "Mandi dulu sana, biar gue bikinin sarapan dulu buat lo!"

Setelah memastikan bahwa Naresh sudah aman di dalam kamar mandi, Winna buru-buru memakai pakaian kerjanya lalu kemudian bergegas ke dapur untuk membuat sarapan. Dia bahkan sampai mengirim pesan pada Ryuka dan salah satu teman sesama staff HRD nya bahwa kemungkinan dia akan datang telat karena harus mengantar Naresh dulu ke kantornya. Tentu saja Winna tidak akan mengizinkan Naresh untuk membawa mobil sendiri ke tempat kerjanya hari ini.

Winna kembali memasuki kamarnya setelah dia selesai membuat sarapan dan mendapati Naresh yang sudah rapi dengan kemeja panjang biru donker serta celana panjang warna hitamnya. Wajahnya masih pucat dan matanya sangat sayu, tapi dia berusaha sebisa mungkin untuk berdiri tegak dan tetap mengenakan pakaian kerjanya serapi dan selengkap mungkin. Winna menghela nafas lalu kemudian berjalan mendekati sang suami, membantunya untuk mengancingkan lengan baju dan memasangkan dasinya.

"Kenapa ngeliatin gue terus sih?" tanya Winna pada Naresh yang sedari tadi malah sibuk memerhatikannya tanpa jeda.

Seulas senyum terbit di bibir Naresh yang pucat. "Gue lagi ngumpulin pahala."

"Pahala apaan?"

"Katanya kalau mandangin wajah istri dengan perasaan yang bahagia dan penuh rasa syukur bisa nambahin pahala," Naresh terkekeh. "That's what i'm doing to you right now."

PREVENTION ( ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang