PREVENTION - 20

12.6K 886 114
                                    

"Gunung."

"Pantai."

"Gunung ajalah lebih adem."

"Ih mendingan pantai tau bisa main air!"

Naresh menatap Winna dengan ekspresi datar. Mereka berdua telah menghabiskan waktu sekitar 20 menit untuk membahas sekaligus berdebat mengenai tempat di mana mereka akan melakukan foto after wedding mereka yang memang belum sempat terealisasikan karena pernikahan mereka yang dilakukan secara mendadak itu. Naresh memilih area pegunungan karena menurutnya udaranya lebih segar dan bersih, sedangkan Winna memilih pantai karena menurutnya pemandangan pantai jauh lebih aesthetic.

"Ini kita hampir setengah jam loh ngebahas ini, mau sampe kapan berdebatnya?" tanya Naresh.

"Ya abis kamu nggak mau ngalah sama aku!" balas Winna sebal.

Kedua alis Naresh terangkat bersamaan dengan tubuhnya yang ia sandarkan ke kursi sementara Winna langsung meraih teh manis hangatnya dan meneguknya sedikit. Mereka baru saja selesai sarapan di salah satu kedai bubur ayam yang terletak tak jauh dari gedung apartemen mereka.

"Ya udah pantai."

Sepasang mata Winna langsung bersinar cerah seiring dengan sebuah lengkungan berbentuk bulan sabit yang muncul di bibirnya.

"Beneran?"

"Iya. Tapi liburan kita sama temen-temen yang lain ke gunung ya? deal?"

"Deal!" Winna bertepuk tangan bahagia lalu kemudian lanjut memakan sisa bubur ayamnya yang sempat terhenti karena perdebatan sengitnya dengan Naresh. "Gitu dong kamu ngalah sama aku. Lagian waktu itu kamu juga mau ajak aku ke pantai. Ke Maldives lagi nggak tanggung-tanggung."

"Emang kapan sih aku nggak pernah ngalah sama kamu? perkara beli saus di minimarket aja aku masih ngalah. Kamu maunya saus ABC, aku maunya saus indofood, tapi tetep aja kamu juga yang menang."

"Jadi suami tuh harus sering-sering ngalah. Biar rezekinya lancar."

Naresh tersenyum penuh arti seraya mengusap bubur yang menempel di bibir Winna dengan ibu jarinya.

Tak terasa pernikahan mereka sudah menginjak bulan kelima dan kehidupan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat lancar tanpa diwarnai konflik-konflik besar. Dan seperti yang pernah Naresh prediksi sebelumnya, sifat Winna yang keras kepala dan tidak pernah mau kalah benar-benar sangat cocok dengan sifatnya yang tenang dan sabar. Ditambah lagi Naresh juga bukan tipe pria yang kompetitif, jadi dia lebih sering membiarkan Winna menang jika mereka sedang terlibat dalam perdebatan yang sengit.

Tapi adakalanya Winna juga tidak bisa menunjukkan kedua sifat dominannya itu ketika Naresh sedang marah. Tidak seperti kebanyakkan pria pada umumnya yang selalu menggunakan urat saat marah, Naresh justru malah sebaliknya. Pria itu akan lebih banyak diam dan memilih untuk menganggap semua orang tidak ada di sekitarnya, termasuk Winna, keluarganya bahkan teman-temannya. Karena itu Winna berusaha sebisa mungkin untuk tidak membuat Naresh marah apapun yang terjadi sebab marahnya orang diam itu cenderung lebih berbahaya daripada orang yang mempunyai tempramen tinggi.

Intinya mereka berdua berusaha untuk saling mengimbangi satu sama lain agar tidak terjadi clash dalam hubungan serta kehidupan rumah tangga mereka itu.

"Ngomong-ngomong kamu beneran nggak mau ngadain resepsi buat pernikahan kita?" tanya Naresh lagi setelah kedua mangkuk bubur mereka sudah tandas.

Winna terdiam sejenak lalu kemudian menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Kamu yakin? Kalau kamu mau ngadain, aku bakal penuhin semuanya yang kamu butuh dan kamu mau."

Sekali lagi Winna menggeleng. "Nggak usah, Resh. akad nikah kita aja udah cukup kok. buat aku pernikahan itu kan yang penting ijab qabulnya, bukan pestanya. Mama sama papa juga udah nyerahin semua keputusan soal ini ke aku setiap kali kita ngebahas pernikahan. Jadi daripada uang nya dipake buat pesta mendingan juga kita tabung aja buat kebutuhan anak-anak kita, sebagiannya bisa buat disumbangin ke panti asuhan atau ke orang-orang yang kurang mampu."

PREVENTION ( ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang