Instagram: wp.alialinsyah
Facebook : Elflayy...🦋...
Gerimis mulai membasahi bumi, hawa malam berubah menjadi dingin. Naila sama sekali tidak menyahut sejak memasuki mobil barang sekata pun. Matanya fokus menengok ke arah luar, menembus kaca mobil yang ditutup rapat oleh Reyzan.
“Nai mau makan?” tawarnya sederhana, mungkin jika yang duduk di kursi ini adalah salah satu siswi di GHS yang tergila-gila pada Reyzan tentu dengan cepat akan menganggukkan kepalanya. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Naila.
“Nggak usah,” tolaknya tanpa mengalihkan perhatiannya. Naila berharap untuk bisa cepat sampai di rumah dan tidak perlu bertemu dengan Reyzan, apalagi mengobrol begini.
“Tapi di depan ada warung makan, di sampingnya juga ada toko kue. Nai suka puding, ‘kan? Nanti abang beliin.”
“Nggak usah,” tuturnya masih sama. Naila tau, kalau laki-laki ini memang sengaja mengajaknya untuk menikmati waktu berdua, sambil mengobrol santai layaknya dulu.
“Dibungkus aja kalau gi-“
“Cerewet banget sih,” sela Naila cepat. “Bisa nggak, kalau gue ngomong nggak mau berarti nggak mau. Katanya pinter, ngerti maksud gue aja nggak bisa.”
Gadis itu beralih menyandarkan punggungnya di kursi mobil, sementara Reyzan memasang tampang sedih.
“Naila kenapa segitunya sama abang.”
“Gue udah bilang Rey, lo itu bukan abang gue. Harus pakek apa lagi gue jelasin biar lo ngerti?” Naila menaikkan satu oktaf suaranya karena jengah.
“Kita adek sepupu Naila, sama kayak Naka. Lahir dari ibu kita masing-masing. Tetapi, asinya tetap satu, dari Bunda gue.” Reyzan menjelaskan. “Orang tua kita saudara semua, sama kayak kita, walaupun sepupu.”
“Mau lo jelasin sampai silsilah keluarga juga, gue nggak akan pernah anggap lo sebagai saudara,” kukuh Naila tidak terbantahkan. “Sekalipun itu bener.”
“Nai segitu susahnya, ya?” Reyzan tersenyum getir, tangannya mencengkram kuat stir mobil. Seolah-olah ada emosi dalam dirinya yang tertahan.
“Gue bakal terima lo sebagai kakak, kalau lo dan cewek itu udah nggak ada hubungan apapun.” Wajah Naila sama sekali tak menunjukkan ekpresi apapun. Otaknya dikelilingi oleh rasa kebencian yang begitu besar.
“kalau itu gue gak bisa.”
Naila tersenyum sinis, sudah nampak jelas laki-laki itu lebih memilih gadis itu dibandingkan dirinya. Jadi, jangan salahkan jika dia memberikan sikap seperti ini.
“Masih sama ternyata jawabannya, yaudah gue bakalan tetap dengan pendirian gue.”
“Nai nggak ada cara lain-“
“Nggak ada!” selanya cepat. “Nggak usah dibahas, gue muak sama semuanya. Lain kali kalau bunda Rena nyuruh jemput, mending nggak usah.”
“Ini tanggung jawab gue sebagai seorang kakak terhadap adiknya.”
“Tanggung jawab?” Naila tertawa mengejek, seolah-olah sedang meremehkan lawan bicaranya. “Gue nggak minta tanggung jawab lo yang sekarang, gue cuman mau minta tanggung jawab lo untuk yang sebelumnya.”
“Gue butuh waktu untuk itu.”
“Butuh waktu, ‘kan?” Naila kembali terkekeh. “Kalau gitu, gue juga sama. Butuh waktu untuk nerima seseorang yang benar-benar tega dengan saudaranya di masa lalu.”
Deg!
Jantung Reyzan mendadak berdetak tak karuan, kilatan memori-memori itu kembali berputar dengan cepat di otaknya, rasa bersalah kembali menguasai dirinya detik ini juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIXTURE! (About Secrets)
Novela Juvenil"Jadi, lo pikir bisa lepas dari gue?" "Lo pikir gue nggak bisa?" tanya Naila balik dengan nada sedikit sombong. "Gue bisa, bakalan bisa. Dan, gue bakalan buat lo nggak bakalan betah udah nerima tawaran ini. Siap-siap aja bentar malam sholat taubat...