Bab 27 : Guess

255 30 0
                                    

"I'm not stupid, I'm just not good at studying."

Instagram: wp.alialinsyah
Facebook : Elflayy
Tiktok : wp.alialinsyah

...🦋...


Arvi berdiri di roftoop, keadaannya hari ini benar-benar kacau namun ia tetap memaksa ke sekolah, takut Naila khawatir atau bahkan mencarinya. Apalagi, semalam gadis itu mengirimkan pesan namun tak sempat dibalas.

Pagi tadi saat dia membalasnya, ponsel gadis itu sudah tak aktif, bersamaan dengan itu dia juga mendapat kabar dari Naka kalau Naila sedang sakit, ditanya alasannya apa ketua osis itu tak menyahut membuat Arvi sampai gelisah sendiri.

Reyzan juga pulang tepat di jam pelajaran kedua, karena mendapat telpon yang diyakini dari ayahnya, wajahnya terlihat panik sehingga Arvi menduga-duga yang tidak-tidak.

"Mikirin Naila?" tanya Albar melihat saudaranya itu gelisah sejak sendiri. Arvi berbalik kemudian mengangguk.

"Apalagi," jawab Denio terkekeh sambil mengeluarkan satu bungkus rokok. "Pakek ini biar gak pusing."

Arvi menatap tajam sampai nyali brandal itu ciut dilihat begitu. "Sini gue patahin."

Denio merenggut kembali bungkusan rokoknya. "Bercanda doang, gue pamit dulu mau nyebat. Semalam gak tidur."

"Kesehatan lo," tegur Albar tak suka.

"Udah biasa," balasnya segera melangkah pergi ke area yang lainnya agar dua manusia goodboy itu tak menjadi perokok pasif.

Arvi termenung sejenak, dia kemudian ikut duduk di tempat Denio tadi. Albar melihat perubahan wajah tegas itu menjadi tak tenang, gelisah galau merana.

"Cerita kalau ada apa-apa, jangan dipendem. Gayanya kayak gak punya saudara aja," tutur Albar memberi ruang. Arvi menatapnya dengan pandangan sayu, sangat menyebalkan baginya. Di mana tatapan tegas bak ingin membunuh lawan yang selalu diperlihatkan Arvi?

"Emang gak punya, Kak Qila udah mati Bar. Mati di tangan gue," katanya membuat Albar tak bermaksud berucap demikian.

"Sorry itu saudari, bukan saudara gimana sih orang pintar ini," balasnya mengoreksi. Arvi tersenyum sekilas, membuat hati Albar sakit melihatnya. "Ck, nggak jadi gue suka Naila. Lihat lo kayak gini aja sakit, gimana mau rebut tuh cewek dari lo."

"Lo nyesel gak punya saudara kayak gue? Bodoh kayak gini, dan perusak?" tanya Arvi tiba-tiba membuat Albar terkejut.

"Eh anjing emang mulutnya si tua bangka, jelas nggaklah Vi. Malahan gue beruntung tau punya saudara cakep, pinter, sama kaya raya gini." Albar memegangi dadanya. "Hati mungil gue tersentil, diragukan cui. Diragukan oleh Arvian."

"Mungkin lo nyesel."

Albar menggeleng penuh penekanan. "Enggaklah, sejak kapan gue ngomong gitu? Gue juga gak pernah ada tanda-tanda nyesel, sekalipun gue bosan lihat lo dibonyokkin sebulan sekali."

"Lo juga gak bodoh, malah lo yang paling pintar. Kalau masalah perusak, ya itu cuman labelling dari orang-orang, bukan naluri dari diri. Anak yang baru lahir aja nih, jelas-jelas suci dan eeknya gak bau bisa aja jadi perusak, kalau dicap begitu."

"Akhirnya orang lain juga tersugesti, padahal gak tau sebenarnya. Cuman, kalau sama gue mau lo itu apa, gue tetap anggap lo saudara Vi," celoteh Albar panjang lebar dengan bijak.

"Kali aja," balas Arvi raut wajahnya berubah sedih.

"POKOKNYA GAK!" teriaknya tak terima.

"Yaudah santai aja sih, nggak usah teriak-teriak." Arvi menghela nafas, Albar tertawa ringan hendak memukul lengan saudaranya tapi diurungkan.

MIXTURE! (About Secrets)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang