Bab 19 : Second family

248 44 0
                                    

Follow Instagram : wp.alialinsyah
Facebook : Elflayy
Tiktok : wp.alialinsyah

...🦋...

Arvi baru saja ingin mengetuk pintu rumah Naila, namun gadis itu sudah muncul dan menyambutnya dengan senyum sumriah, plus bahagia sekali. Hampir saja jidatnya yang kena getok, kalau saja Arvi tidak mengontol tangannya.

"Selamat datang Mas Boy, ngapain ke rumah ane?" tanya Naila pura-pura lupa, padahal sudah tau niat sebenarnya dari Arvi.

"Benerin saluran pipa lo yang kusembat omongan tetangga," balasnya, sontak membuat Naila memukul pelan lengan Arvi, disertai kekehan membahana, sampai-sampai Arvi terkejut bukan main.

"Oh tukang pipa ya?"

"Pangeran." Naila tertawa lagi, dia menutup pintu rumahnya lalu tersenyum.

"Ayo gas, entar kalau kebanyakan ngomong ketunda mulu." Arvi menautkan alisnya, padahal jelas-jelas Naila yang memulai omong kosong kali ini. "Dibeliin puding, ya. Awas loh nggak nepatin, gue ngamuk sama ngambek seminggu."

"Iya-iya Arnaila." Arvi merogoh kunci mobil di saku celananya. "Gue minta izin dulu sama ayah-"

"Nggak usah Mas Boy, kita langsung gas aja. Tadi gue udah minta izin, dikasih kok. Asal, pulangnya nggak larut banget." Kalau minta izin dengan Reano sudah dipastikan ceritanya akan panjang lagi.

"Masa?" tanya Arvi tak percaya.

"Iya Arvian, emang muka gue kelihatan meragukan?" Arvian menggeleng, bukan masalah meragukannya atau tidak, tetapi ini bagian terpenting saat mengajak anak gadis orang jalan. Walaupun Erliangga banyak uang, tetapi mana mungkin pihak Zentara mau disogok kalau Naila kenapa-napa.

"Bukan gitu, tapi kalau lo ada apa-apa, 'kan bahaya." Arvian menjelaskan lagi, semoga otak mungil Naila peka sedikit.

"Lo niat ngapa-ngapain gue, huh?" Naila menatap curiga, Arvian memelas. Padahal, bukan begitu maksudnya.

"Bukan, astaga. Mana tau, 'kan ada kendala."

"Yaudah, kalau nggak niat nggak usah ngajakin gue. Ribet!" kata Naila mengerucutkan bibirnya, dia duduk di lantai sambil membuka tali sepatunya, Arvian melongo di tempat kala gadis itu mulai ngambek.

"Bukan gitu Naila, gue cuman mau minta izin doang." Naila mendongkak, menatap tak peduli pada Arvi dan terus melanjutkan kegiatannya tadi.

"Nggak usah, kita jalan aja. Kalau gue ada apa-apa, lo bakalan aman kok dari bahan samsak bapak-bapak dan abang-abang gue, dijamin seratus persen."

Arvi ikut berjongkok kemudian mengikat kembali tali sepatu Naila. "Yaudah ayok, lain kali jangan ngambek kayak anak kecil gini."

Naila spontan melongo, menatap wajah cowok ini yang sibuk dengan tali sepatunya. Sungguh, sangat dekat. Buru-buru dia memegang dadanya yang berdetak tak karuan, Arvi yang sudah selesai dengan kegiatannya sontak kebingungan dengan reaksi gadis itu.

"Naila sakit?" tanya Arvi masih dengan posisi jongkok, memperhatikan Naila yang terlihat memegang dadanya, seperti orang yang sesak tetapi masih bernafas dengan teratur.

"Kayaknya gue nggak bisa pergi." Naila menggeleng pelan, sialan jantungnya malah disko tak karuan, padahal Arvi tidak melakukan apa-apa selain mengikat tali sepatunya. Dia juga tidak diajak naik wahana, atau diajak tidur bareng lalu kenapa malah jadi begini.

MIXTURE! (About Secrets)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang