Instagram : wp.alialinsyah
Facebook : Elflayy...🦋...
Seperti permintaan Fano kemarin, Naila benar-benar bangun lebih awal. Untuk waktu yang biasanya digunakan untuk tidur, kali ini dia menggantinya dengan semua rangkaian kegiatan untuk siap-siap ke sekolah. Takutnya, ucapan papanya mengenai tutornya yang kakek-kakek itu benar. Kadang, Fano tidak pernah bercanda dengan ucapannya.
"Wih, pagi banget Nai. Mau jogging keliling pekarangan, ya?" Suara Lola yang sedang sibuk di dapur menyambutnya kala ia hendak duduk di kursi meja makan. Naila tahu itu bukan pujian tetapi ejekkan untuknya.
"Bukanlah Mbak, ini rencananya Nai mau menari Jaipong dicolaborasi sama tari Saman untuk penyambutan tutor, lumayanlah hari pertamanya disuguhi dengan ke-setresan level mudah," balasnya kemudian mengambil puding coklat kesukaannya untuk dimakan. Naila ini memang agak stress, baru awal saja niatnya sudah jelek.
"Waduh, pasti gajinya gede. Makanya, dia mau jadi tutornya Nai," kata Lola mulai mondar-mandir mengambil panci, sendok, dan mangkuk. Pekerjaan yang ditekuninya itu tidak mudah, sudah harus sibuk di waktu shubuh-shubuh buta, ditambah lagi setiap hari harus berhadapan dengan anak majikannya yang agak srek dikit.
"Mungkin, dia tulang punggung keluarga." Naila kembali menyendokkan puding ke mulutnya, menikmatinya dengan khidmat.
"Niat tuan emang bagus, dia lakuin itu semua biar kamu bisa masuk jajaran orang-orang berprestasi di GHS, makanya jangan bandel." Haduh, Lola ini sudah seperti ibu-ibu rempong dengan anaknya yang tak mau mendengar.
"Iya, Nai tau itu Mbak. Cuman, yang jadi masalahnya-"
"Oh yang katanya kelas itu punya sejarah, ya?" sela Lola cepat, Naila mengangguk sebagai jawabannya. Pelayan muda itu memang sudah tau, karena berita tersebut pernah trending di channel tv manapun. Sampai-sampai, semua sinetron kesukaannya jarang tayang.
"Haish, kalau masalah itu sih Naila nggak terlalu mikirin, lagian itu cuman berita doang, pihak GHS nggak pernah klarifikasi berita itu benar atau nggak," katanya menjelaskan. "Cuman yang jadi permasalahannya, kalau Nai masuk di kelas itu pasti bakalan sibuk banget dalam hal belajar."
"Bagus kalau gitu," balas Lola terdengar santai.
"Bagus?" Naila menggeleng dramatis. Tangannya kembali mencomot puding yang lain, setelah yang tadi habis ludes. "Sama sekali nggak, Naila itu udah malas belajar."
Impian Naila itu cuman bisa sukses dan meneruskan Academi tanpa harus belajar dan diatur terus. Lagipula, tanpa belajar pun dia sudah tau kedepannya dia akan kemana. Nihil, semua itu hancur kala mamanya meninggal, dan Fano tidak setuju lagi kalau dia menjadi penerus dari dua pusat duit keluarga mereka.
"Nggak boleh gitu, saingan di luar sana nggak tidur Nai. Walaupun banyak duit tapi, kalau otak kosong percuma juga. Jadi, selagi masih hidup harus nuntut ilmu sebanyak-banyaknya," nasehat Lola mulai membuat kunyahan Naila memelan, gadis itu merenung sejenak memikirkan ucapan Lola yang nyatanya memang benar.
"Nai udah nggak semangat Mbak, kangen sama mama. Kira-kira mama lagi ngapain, ya di sana?" tanya Naila raut wajahnya berganti sedih. Lola memperhatikannya, puding yang masih setengah itu didorong karena sudah tak berselera lagi.
"Ah, pasti mama lagi ngomelin malaikat-malaikat yang nanya-nanya mulu di alam Barzah. Udah ketebak sih, pasti mereka pusing." Lola tidak jadi sedih, bukannya ikut merasakan apa yang dirasakan Naila, justru Lola ingin tertawa terbahak-bahak, padahal ini adalah hal serius. Naila memang tidak kira-kira kalau meroasting.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIXTURE! (About Secrets)
Fiksi Remaja"Jadi, lo pikir bisa lepas dari gue?" "Lo pikir gue nggak bisa?" tanya Naila balik dengan nada sedikit sombong. "Gue bisa, bakalan bisa. Dan, gue bakalan buat lo nggak bakalan betah udah nerima tawaran ini. Siap-siap aja bentar malam sholat taubat...