Happy reading!
...
“Naila gue minta maaf ya, gak sengaja sumpah!” Kaisan sudah berucap begitu sejak awal orang yang bersangkutan masuk. Dia bahkan tak henti-hentinya meminta maaf atas kesalahan kemarin lusa.
“Nai, ayo dong.”
Naila melirik malas, terus fokus pada tab yang menampilkan materi fisika yang baru saja selesai diujiankan secara mendadak sepuluh menit yang lalu.
“Gue beliin puding kesukaan lo deh, biar nggak ngambek.” Kaisan kembali membujuk, pantang menyerah sebelum mendapatkan kata maaf dari Naila.
“Kemarin itu gue emang bercanda, kirain lo gak bakalan dihukum.” Dengan tangan yang mengatup,posisi bersimpuh, dan wajah pias yang ditampilkan sama sekali tak membuat Naila luluh.
“Nai–“
“Berisik lo jamal,” tegur Winda melihat Kaisan jengkel. “Lagian, lo bercandanya nggak main-main.”
“Tau, pegal tuh tangan nulis!” kesal Aledia juga ikut-ikutan, gadis itu digeret paksa untuk membantu Naila menulis. Alhasil, dia juga merajuk pada Kaisan karena menjadi korban.
“Gue bantu–“
“Nggak usah, mending lo minggir deh. Ribut banget,” usir Naila jengah. Ia pindah posisi ke samping Winda, kebetulan saat jam pelajaran kedua ini mereka sedang berada di ruang baca karena guru yang mengajar sedang ada kendala sehingga jam kosong.
“Seriusan lo nggak mau maafin gue?” tanya Kaisan terperangah tak percaya, wajahnya dipasang semenyedihkan mungkin.
“Lo pikir gue mau?” Naila berdecih pelan, dia kembali memusatkan fokusnya untuk mencari kesalahan, mencoret menggunakan pen stylus tanpa memperdulikan Kaisan.
“Kok tega sih?” Dia mendesah pelan.
“Lo tuh yang tega, dipikir bercanda lo gak tega apa?” tanya Winda tak suka. “Mikir makanya.”
“Makanya gue minta maaf, biar gak ngulangin lagi.” Lelaki itu merasa frustasi, tidak tau efek bercandanya semalam benar-benar membuat Naila sampai begini, lain kali kalau Pak Ahmad meminta tolong, ia akan tolak demi kedamaian bersama.
“Kasihan gak punya teman. Mampus diuekin Naila.” Winda tersenyum nyeleneh, mengejek dengan wajah sinis bak ratu iblis.
“Nai!” panggil Kaisan lagi. “Gue ke tempat semula, lima belas menit balik lagi lo harus udah maafin yah.”
“Ngelunjak, nggak tau malu. Najis.” Winda kembali menyahut, mewakili. Ingatkan pada Kaisan kalau gadis itu benar-benar suka sekali melihat dirinya mendapatkan masalah.
“Najis gini teman lo juga, awas gue nikahin baru tau rasa!” kata Kaisan galak pada Winda. Lelaki tinggi itu beringsut pergi dengan mata sinis.
“Amit-amit basi!” balas Winda lebih sinis.
“Nih udah selesai.” Aledia memberikan buku Naila, memotong perdebatan keduanya.
“Makasih ya Le.” Naila mengambilnya, memeluk Aledia sampai sesak.
“Sama-sama, sesak gue.” Aledia melepaskan pelukan gadis itu, menjauh memegang dadanya karena sesak.
“Kasihan, pasti Arvi sakit karena sesak lo peluk.”Winda menoel jahil sikut Naila.
“Eh Arvi ya? Hm.” Wajahnya berubah murung teringat akan seseorang yang sudah hampir lima hari tak menampakkan wujudnya, entah bagaimana kabar lelaki itu. Padahal, ia sudah merindukan sosok Arvi yang jahil dan menjengkelkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIXTURE! (About Secrets)
Roman pour Adolescents"Jadi, lo pikir bisa lepas dari gue?" "Lo pikir gue nggak bisa?" tanya Naila balik dengan nada sedikit sombong. "Gue bisa, bakalan bisa. Dan, gue bakalan buat lo nggak bakalan betah udah nerima tawaran ini. Siap-siap aja bentar malam sholat taubat...