Bab 51 : Pembalasan

65 4 5
                                    

Yang gak kuat, jangan dibaca!
Ini mungkin k3jam, selamat membaca, dan sudah dekat ending

....

“Pasien atas nama Dwi Arnaila Zentara telah siuman, Dok namun nampaknya dia mengalami trauma mendalam, sehingga tak bisa ditenangkan. Dua saudaranya hampir kewalahan di dalam.”

Semua orang yang menunggu kabar tersebut langsung bergegas menuju ke ruangan perempuan itu berada, termasuk Arvi dan yang lainnya setelah mendengar informasi dari suster.

“PERGI! PENJAHAT!” teriak Naila. Beberapa menit tersadar, gadis itu berteriak bukan main, trauma, dan kewarasannya rusak total.

Bayangan-bayangan kelakuan gila itu muncul sehingga menimbulkan ketakutan begitu dalam baginya.

Dua orang perawat sampai kewalahan menahan, begitu pun dengan Naka dan Reyzan. Rena yang sudah membaik ikutan masuk, padahal aturannya mereka tidak boleh masuk sebanyak ini, terlebih sekarang ada Reano, Denis, dan Fano.

Arvi tidak melanjutkan langkahnya lagi, ia hanya sampai di depan pintu. Naila benar-benar hancur, matanya mengelili sekitar dengan tatapan ketakutan, ia memegangi rambutnya, menangis dan meraung.

“Kesadaran Arnaila lumpuh, ingatannya masih berada di waktu dia diperlakukan demikian sehingga mengalami trauma,” ujar Dokter membuat mereka semua tumbang dengan hati hancur. “Tolong, jangan mendekat dulu.”

Arvi hancur melihat semua itu, ia terus merapatkan sumpah serapah pada dirinya karena gagal menjaga putri Zentara. Di lain tempat, ada Arsila dan Arvino yang menatap putranya tanpa berniat mendekat, mereka juga sama-sama shock melihat Naila seperti demikian.

“Nak, di sini sama papa,” kata Fano namun Naila menunjuk pria itu dengan aura kejam penuh emosi.

“Bukan, bukan papa. Kamu penjahat, mau rusak Nai lagi, sakit. Kamu pukul kepala Nai pakek balok,” ujar Naila memegang kepalanya.

“Bukan, ini papa sayang!” kata Fano dengan suara serak menahan tangis. Putrinya dibuat hancur, mentalnya rusak, dan kejiwaannya berantakan. Mereka manusia tak berakal yang tak punya hati, bagaikan iblis.

“Pergi! Pergi sana! Jangan deketin gue, bajingan!” ujarnya penuh penekanan, Fano tak dapat membendung air mata. “Mama, mama di mana?”

“Nai, jangan goyang dulu. Lo belum baik,” kata Naka memberi tahu dengan lembut. Ia menahan kaki Naila.

“Nggak, lepasin kakinya. Mau ngapain lagi? Sakit, Nai udah nggak bisa hidup lagi,” katanya menangis. Air mata membanjiri wajah yang dulunya cantik itu sebelum dipolesi dengan lebam.

“Mama? Mama di mana?” tanyanya penuh tangis. Rena mendekat, wanita itu berjalan tergesa-gesa.

“Mama di sini sayang,” kata Rena memeluk tubuh anak gadisnya. Perlahan, tubuh yang semula keras itu melemah, memeluk erat tubuh wanita yang dipanggil mama tersebut.

“Jangan nangis lagi,” kata Rena. “Apanya yang sakit, hm?”

“Semuanya sakit mama, usir mereka semua. Sakit banget, kepala Naila dipukul balok,” kata gadis itu mulai bercerita sambil memeluk Rena begitu kuat.

“Naila dipukul, setelah itu diikat,” lirihnya parau membuat semua orang di ruangan itu terdiam mendengar suara yang begitu memilukkan di telinga. “Nailanya nelpon Avi, tapi nggak diangkat!”

MIXTURE! (About Secrets)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang