Bab 49 : Sad

168 14 12
                                    

Hai korang, maaf baru update saya rasa, saya kurang baik untuk ke depannya, mungkin cerita ini akan lambat, namun saya pastikan tamat.

...

“N-Naila maaf!” Setelah berujar begitu, lelaki itu bangkit dengan kesakitan. Ia mengesot untuk mendekat ke arah Naila yang sama terlukanya. Lelaki itu membuka hoodienya, menyisahkan kaos putih.

“Sekali lagi maaf, gue nggak bisa nolongin lo!” kata Kaisan. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki ia menutup tubuh sahabatnya yang tak layak untuk ia lihat itu. “Dipakai Nai, nanti dingin. Tubuh lo berharga.”

“Nggak Kais, lo nggak salah.” Naila menangis, di keadaan seperti ini Kaisan masih peduli dengannya, padahal keadaan lelaki itu lebih parah dibandingkan dirinya. “Gue udah kotor Kais.”

“Lo nggak kotor, nggak ada cewek yang kotor Naila gue aja yang bodoh, nggak bisa bantuin lo saat mereka melakukan itu Naila,” lirih Kaisan. “Gue nggak tau salah gue apa, tapi mereka ngelakuin itu dengan brutal dan penuh keji.”

“Nggak! Mereka pasti dibunuh sama Zentara, pasti!” Naila menggeleng, meraih tangan lemah Kaisan. Naila berusaha untuk duduk setelah terbaring merasakan ngilu di sekujur tubuhnya.

Kaisan mengangguk yakin dengan ucapan Naila, lelaki itu meringis karena sudah banyak darah yang keluar dari tubuhnya. “Maaf sekali lagi Nai, maaf.”

“Nggak usah minta maaf, gue juga sama nggak bisa nolongin lo!” balas Naila semakin menangis tersedu-sedu. Semuanya hancur, ia menyesal tak memberikan bukti pada Reano kala itu.

Kaisan mengangguk sambil tersenyum, ia terbatuk darah lagi. “Gue mau minta tolong buat terakhir kalinya.”

“Kais, jangan ngomong kayak gitu.” Naila menggeleng, tangannya bergerak mengusap wajah dan rambut yang sudah bercampur darah yang hendak mengering, begitu jelas namun Naila tidak takut melihat itu. Ia benar-benar melihat bajingan itu menerobos tubuh Kaisan tanpa ampun.

“Gue serius, ini serius gue yang paling serius. Bantu gue baca talqin.” Naila menggeleng tak mau. Ia menolak sekuat-kuatnya, ini hanya lelucon. Benar, Kaisan hanya bercanda seperti biasanya.

“Nggak Kais, lo kuat. Kita sama-sama kuat, lo nggak boleh ninggalin gue di sini. Bercanda, ‘kan lo ngomong kayak gitu?” tanya Naila. “Nggak, kita bakalan pulang. Mereka bakalan datang buat bawa kita pulang, dan penjahat itu pasti akan dipenjara.”

Seolah-olah yakin, Naila berujar parau. Gadis itu meyakinkan Kaisan. “Jangan bercanda lagi Kais, lo lagi sakit.”

“Gue udah gugur, bantu gue Naila. Bantu sahabat lo ini.” Kaisan terbatuk. “Bilangin ke Bang Kaifan, orang tua gue, jangan nangisin kepergian anaknya. Ke teman-teman, dan termasuk lo juga Nai. Makasih udah jadi sahabat yang baik buat gue.”

“Jangan nangis, bertahan untuk mereka. Gue sampai di sini, tolong dituntun Naila,” lanjut Kaisan. “Ikhlasin gue pergi, Nai biar tenang di sana.”

“Nggak Kais, jangan ngomong kayak gitu!” kata Naila. “Gue nggak mau, gue juga sama sakitnya Kaisan, gue trauma.”

“Naila pasti sembuh, lo pulang karena banyak yang nunggu. Sementara gue emang udah harus pulang ke pencipta, masalah balasan ada Tuhan yang ngatur.” Kaisan mengusap wajahnya, dadanya tiba-tiba sesak dan langsung terbaring di samping Naila.

“KAIS!” teriak Naila tak kuasa.

“Nai, ayo dituntun. Tuntun gue baca talqin,” ujar Kaisan dengan nada yang begitu sesak. Mata Naila membola melihat perut lelaki itu semakin bersimbah darah. Ia menggeleng, terlalu banyak darah membuat Kaisan tak bisa bertahan lama.

MIXTURE! (About Secrets)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang