Bab 36 : Algo (IV)

449 41 6
                                    

Selamat membaca, konflik sebenar akan segera muncul🔥🔥

...

“Senyum-senyum bahagia, ya. Soalnya Arvi udah dateng,” sindir Winda halus sambil menyikut lengan gadis itu. Namun, nyatanya perasaan Naila saat ini sedang berkecamuk.

“Weh wajib dong, kapten basket kita bakalan main coi. Gila, bakalan lihat pesona dua sekolah yang adu di bidang olahraga ini mah,” tambah Kaisan sambil meneguk softdrink miliknya dengan khidmat.

“Kapan mainnya?” tanya Aledia. Gadis itu menyimpan ponsel lalu menatap ketiga kawan-kawannya dengan wajah antusias.

“Minggu depan, pokoknya ini bakalan seru banget tau!” tutur Winda histeris, hal ini yang paling dinantikan setelah sekian lama.

“Gue malah lebih kepikiran sama peneror itu,” gumam Naila langsung membuat teman-temannya bungkam. Pikiran ketiga remaja itu langsung tertuju ke sana dengan raut sama khawatir.

“Anjir lo Nai,” geplak Winda kesal. “Baru aja senang, malah dibuat takut lagi.”

Gadis itu langsung mepet-mepet ke Kaisan, jujur dia begitu ketakutan selama dua minggu terakhir ini. “Lama-lama gue pindah negara aja kalau gini.”

Kaisan memejamkan mata. “Ikutan parno gue.”

Naila memasang tampang lesu. “Gue nggak tau punya salah apa, tapi kayaknya tuh orang punya dendam kesumat sama gue. Nomor dia udah lima yang gue blokir.”

“Astagfirullah Neng, banyak amat. Tuh manusia effort bener, ya?” Kaisan geleng-geleng takjub dibarengi rasa takut yang lebih besar. Manusia mana yang usahanya sampai segitu?

Aledia berdehem. “Lo kan pernah ketemu ya sama dia.”

“Sekali doang, malam itu.” Dia menjawab, kemudian Aledia malah merangkul Naila untuk lebih dekat.

“Coba deh lo sebutin dia itu mirip sama siapa, kayak suara, cara jalan, tangan, atau bahkan postur tubuhnya deh,” kata Aledia memberikan ide. “Kali aja, ada yang sesuai di sini.”

“Secarakan ada opini yang bilang, kalau di antara kita itu ada yang berkhianat. Lo bisa nunjuk deh, siapa yang paling mirip dengan pelaku itu, wabil khusus buat cowok-cowok,” lanjut Aledia memberikan instruktur.

Gadis itu melepas rangkulan Aledia, matanya mengedar ke arah cafetaria, kantin khusus anak-anak KU. Memperhatikan beberapa teman-temannya, terkhusus untuk laki-laki.

“Suaranya tuh nggak asing, sekilas mirip Albar tapi tingginya mirip Denio. Eh, mirip Arvi deh. Ah, lebih kayak ke Rey, cara jalannya kayak Denio tapi lebih ke Kaisan sih.” Naila geleng-geleng karena merasa tak konsisten, sementara Kaisan shock.

“Gue? Gue anak baik-baik Arnaila!” kata Kaisan tak terima.

“Mirip doang anjir, lagian yang disebutin sama Naila tadi itu gak mungkinlah, mereka anak baik-baik dan sholeh, gak yakin sih.” Winda menolak, mana mungkin pesona anak-anak pintar seperti mereka adalah orang jahat.

“Kan bisa aja Winda,” timpal Kaisan. “Kalau gue gak termasuk, ya.”

“Helleh.” Winda memutar bola matanya malas. “Yang lain deh, kayak dia makek apa gitu. Kalung, atau nggak gelang, cincin, bulu mata palsu, atau soflen.”

“Gila, mana ada penjahat kayak gitu.” Kaisan mendesis kesal. “Otaknya di dagu nih pasti.”

Naila menarik nafas, mulai mengingat detail dari si pelaku. Sebenarnya, yang paling dominan itu ya memakai topeng kelinci tapi, kalau di sekolah mana ada yang menggunakan hal konyol begitu.

MIXTURE! (About Secrets)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang