Jeongyeon terus menepuk-nepuk pundaknya Jennie, mencoba menenangkannya. Jeongyeon membiarkan Jennie mengeluarkan air matanya sampai jennie merasa tenang.
"Kita harus pindah tempat, sepertinya kita menghalangi pintu masuk"ucap jeongyeon dengan lembut.
"Maaf..." ucap jennie sambil melihat kemeja jeongyeon yang basah karena air matanya.
"Tidak apa-apa, jennie. Kau mau kekantor atau pulang sekarang? Aku bisa mengantarmu dan memberimu izin untuk tidak masuk hari ini" kata jeongyeon.
Jennie adalah salah satu teman jeongyeon saat kuliah. Jennie bahkan sekarang juga bekerja diperusahaan milik jeongyeon. Jeongyeon sangat mengerti situasi jennie saat ini. Jennie sedang down dan bertanya tentang masalahnya bukanlah hal yang bagus.
"Aku akan pulang naik taksi" jennie merasa sangat malu sekarang, dia ingin pulang sendiri dan dia juga tidak ingin bekerja dengan penampilan yang berantakan seperti saat ini.
Jeongyeon hanya menghela nafasnya, nampak kekhawatiran diwajahnya. Dia pun memutuskan menunggu Jennie sampai mendapatkan taksi.
"Aku akan baik-baik saja. Terimakasih jeongyeon-ssi" ucap Jennie sebelum memasuki taksi.
Jeongyeon mengangguk dan membantu menutup pintu taksi.
Jeongyeon tidak sadar jika sejak dari tadi seorang wanita sedang melihatnya dengan tatapan marahnya. Wanita itu melipat tangan didada dan menghentakkan kakinya sebelum pergi dari tempat itu.
"Dasar lelaki brengsek!" umpat wanita itu saat masuk kedalam mobilnya.
.
.
.
.
.Jeongyeon sedang duduk dibangku kerjanya sambil menatap foto mina dan ryujin yang ada diatas meja kerjanya.
Perkataan mina semalam masih saja terngiang-ngiang ditelinganya.
Dia bukan anakmu jeong! Dan kau bukan papa kandungnya.
Air matanya menetes saat mengingat semua perlakuan buruk mina selama ini padanya.
"Aku harus melepaskannya, aku harus menghapus namanya dari hatiku. Tapi...bagaimana dengan ryujin?" gumam jeongyeon mengusap wajahnya dengan kasar.
"Aku memang bodoh! Seharusnya aku tidak pernah menikahinya. Sekarang semuanya menjadi semakin rumit. Apa yang harus aku lakukan?" jeongyeon menutup wajahnya dengan telapak tangannya.
Air matanya masih terus mengalir saat mengingat kenyataan pahit yang terjadi pada dirinya. Jeongyeon menarik rambutnya saat kata-kata mina kembali terdengar ditelinganya.
Dia bukan anakmu jeong! Dan kau bukan papa kandungnya.
"Ku mohon mina, keluar lah dari pikiranku, ku mohon" teriak jeongyeon memukul kepalanya berkali-kali.
Jihyo yang baru saja membuka pintu sangat kaget dan syok melihat sahabatnya seperti itu. Dia segera menutup pintu dan berlari mendekati jeongyeon.
"Hentikan jeong" jihyo segera menahan tangan jeongyeon yang dari tadi tidak henti-hentinya memukul kepalanya sendiri.
Jihyo lalu memeluk jeongyeon untuk menenangkan sahabatnya itu. Tangis jeongyeon pecah saat berada dipelukan jihyo. Dia menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya.
Jihyo bersyukur jika ruangan jeongyeon kedap suara. Sehingga tidak akan ada orang lain mendengar keributan diruangan jeongyeon. Jika tidak, mungkin gosip miring pasti akan segera menimpa sahabatnya itu.
Jihyo sudah tahu tentang kehidupan rumah tangga jeongyeon. Jeongyeon sering bercerita dan meminta saran pada jihyo dan nayeon. Dia sangat menyayangkan sikap mina terhadap jeongyeon. Tidak tahukah dia, bagaimana perjuangan dan pengorbanan jeongyeon selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Its Hurt (Completed)
Fanfic"Kau menikahinya hanya untuk ryujin?" "Benar, itu semua hanya demi putraku, ryujin"