Ia tak berkutik setelah mendengar penuturanku tadi. Benar. Aku mengungkapkan perasaan ku untuk kedua kalinya. Kali ini aku tidak mau mengharap jika ia juga mencintaiku.
"t-tapi-"
"sssttt! Simpen jawaban lo itu di dalam hati. Gue ngga mau bahas itu lagi. Yaudah, sekarang ayo masuk."
Aku menggenggam tangan nya agar Ia mengikuti ku.
Sangat gelap sekali ketika aku sudah berada di dalam motel. Aku memberitahunya jika aku ingin menyalakan lampu terlebih dahulu.
"emm, san.. sebelumnyaa jangan khawatir yaaa!
k-kamu, b-bisa istirahat di kamarku.
i-itu disa-na."Aku menunjuk kamar ku agar dia semakin jelas dengan apa yang aku maksud.
Aku terbata - bata sekarang. Rasanya super awkward Berada dalam satu atap dan satu ruangan bersamanya.
"k-kamar?"
"i-iyaa. Masa mau tidur di WC. Aneh - aneh!"
"m-maksudnya, kamu tidur dimana?"
"yaaa, d-disini lah. Aku t-tidur di sofa. Ngga papa kok. Tapi, baju dan barang - barang ku semuanya ada di kamar. Jadi, nanti kalo aku mau ngambil barang, aku telpon kamu dulu y-ya?"
"hah? Ngapain telpon? Ketuk pintu jugaa bisa kan?."
"i-iyaa sih, tapi ngga papa juga kalo aku telpon kamu dulu sebelum aku masuk. Ngga papa kan?"
"y-yaudah. Tapi, kayaknya aku aja deh yang tidur di sofa. Kamu tidur dikamar kamu sendiri."
"hah? Nggaa! Jangan! Pokoknya kamu tidur di kasur aja. Aku ngga masalah kok! Oh iya, Kalo kamu laper malem - malem, kamu langsung ke dapur aja. Ada makanan ringan kok."
Ia menghembuskan nafas kasarnya. Sembari menatapku.
"yaudah kalo gitu."
Ia berjalan ke kamar ku dengan langkah yang berat. Sungguh sangat tegang disaat begini. Sebenarnya aku salah. Kenapa aku tidak menyewakan 1 ruangan tepat di sebelah ruangan ku?
Tapi aku juga berpikir jika ia tinggal sendiri dan berdiam diri memikirkan kejadian tadi dan masa kelamnya, lara yang ia rasakan akan timbul terus menerus.
Setelah ia masuk dan menutup pintu kamarku, aku memutuskan untuk mandi. Tetapi, handuk ku berada di kamar. Bagaimana ini?
Jika aku menelponnya, bagaimana caranya? Sedangkan aku lupa untuk menanyakan nomor barunya. Payah!
Aku mengetuk pintu kamarku untuk mengambil handuk ku.
Tok tok tok..
"s-san.."
Tak selang lama ia membukakan pintunya.
"mau ngambil sesuatu? Ambil aja."
Ia sedikit mudur dan condong untuk memberikanku jalan.
"i-iya. Aku.. Mau ambil handuk. Itu, dibelakang pintu. Tolong ambilin yah!"
"ohh, handuk?"
Aku mengangguk, dan ia memberikanku pertanyaan lagi.
"wow! handuknya banyak banget. Kamu jualan?"
"hah? yaa enggak lah."
"yaudah, mau handuk warna apa?"
"pink"
Ia tertawa saat aku menyebut warna itu. Kenapa? ada yang salah?
"serius pink?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sendu untuk Sandy (END)
Teen FictionHargailah, yang selalu ada dan selalu bertahan. Buat dia selalu aman bersamamu. Buat dia percaya padamu. Semua itu, akan terasa jika kehilangannya. Putih Abu penuh kenangan. Tetapi, semua itu tak akan terulang seperti dulu. Jangan sekedar singgah...