47. Perkara Paspor

329 55 12
                                    

Aku membawa dua cangkir teh ke ruang tengah. Disaat itu juga ia keluar dengan penampilan yang sangat lucu dan keren.

Ia memakai kaos hitam over size dan juga kolor semi jeans yang aku katakan tadi. Kaos hitam itu ia masukan setengah pada celana pink agar terlihat lebih stylish.

"wihh! Bisa - bisanya jadi kece gitu waktu kamu pake. Kalo sekarang aku yang pake celana itu yang ada kayak bencong."

"iya. Mending jangan dipake. Nanti tertekan semua kalo ngeliat kamu kelayapan diluar. Meresahkan,"

Aku hanya meng-iyakan apa yang ia katakan padaku. Ia mengatakannya dengan nada melarang. Tapi juga terdapat unsur membully.

"sini duduk."

Aku menepuk dudukan sofa disampingku agar ia mengerti apa yang aku maksud.

"teh nya buruan di minum, ntar keburu dingin."

"i-iya"

Ia meminum teh itu dengan hati hati. Teh itu masih panas. Jika ia tidak meminumnya perlahan, mulutnya akan terbakar karena teh itu.

"oh iya. Kamu mau kan aku ajakin vidcall sama bunda? Sekalian mau kasih tau kalo kita disini baik - baik aja."

"h-hah?"

"iyaa. Ngga usah malu kalo ntar ada bunda. Santai aja."

Ia mengangguk ragu padaku.
Aku tau ia canggung jika melihat bunda untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Apalagi mereka sama sekali tidak ada interaksi selama aku putus dari nya.

Calling...

📞

00.00

"asalamualaikum bundaa,"

"waalaikumsallam. Gimana disana? Kamu sehat kan? Udah ketemu sama sandynya?"

"hahaha, satu - satu bun kalo nanya. Aku sehat - sehat kok disini. Aku juga udah ketemu sama sandy."

Aku mengarahkan Handphone ku kearah sandy berada. Ia sedang meneguk teh yang sedari tadi tak kunjung habis.

"alhamdullilahh. San.. Kamu ngga papa kan nak disana?"

"i-iyaa tante, sandy ngga papa kok. Tante juga sehat kan?"

"alhamdullilah sehat kok. Syukurlah kamu ngga papa."

"iyalah bun, kan rey yang jagain sandy."

"halahh."


Beberapa menit kemudian, Bunda melihat sekeliling penginapanku. Tatapannya mengartikan kebingungan.

"Loh, itu kalian di penginapan?"

"iyaa,"

"berdua?"

"i-iya"

Aku menatap sandy dengan wajah tegang. Aku ragu - ragu untuk mengatakan itu.

"astaghfirullah.., sandy ati - ati ya. Jaga jarak sama rey. Bahaya kalo cuma berdua doang. Di penginapan lagi. Takutnya si rey macem - macem sama kamu."

Sendu untuk Sandy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang