Pagi ini hari pertamaku menjadi pengasuh si kembar, setelah selesai di kelas aku berjalan menuju kelas si kembar. Kalau aku guru di Playgroup, kembar dan Kayla itu sudah duduk di bangku TK A tetapi masih satu yayasan. Nampak banyak orang tua sedang menunggu anaknya keluar.
Aku memilih untuk duduk di bangku yang langsung menghadap ke arah kelas mereka. Hingga beberapa menit kemudian mereka keluar dengan senyum yang terbit saat melihatku disini. "Tante kok sudah disini?"
"Kan mau jemput Qian sama Quin. Ayo kita pulang." Ajakku dan berjalan beriringan menuju mobil Kak Anik.
"Ayah dimana Tan, kok nggak jemput sama Tante?" Belum juga mendaratkan tubuh di jok mobil, pertanyaan Quin mampu membuatku terdiam.
Mana aku tahu agenda Ayahnya?
"Kan kerja." Jawabku asal tanpa memperhatikan raut Quin. "Tapikan biasanya yang jemput Ayah."
"Sekarang yang jemput itu Tante Fira, kalau berangkat Ayah Rian. Kan sekarang Ayah lagi sibuk." Jelas Kak Anik dari depan. Mungkin Kak Anik tahu bahwa aku sedang dilanda kebingungan menjawab.
Sepanjang perjalanan pulang, mobil diramaikan dengan celoteh ketiga balita itu. Entah bernyanyi, bercerita, atau bahkan berdebat.
"Ayo kembar kita pulang dulu, ganti baju lanjut makan siang terus tidur nanti kita mainnya habis tidur." Ajakku saat kami baru saja menginjakan kaki di ruang tamu.
"Janji lo Tan, mau ajak main di Kayla." Ucap Qian serius. Aku tersenyum dan mengangguk mengacak rambutnya halus. "Iya tapi tidur dulu. Biar badan kalian istirahat sebentar, sebelum bermain."
Keduanya menurut dan berganti pakaian, aku disini mengawasi dari jauh. Takut jika dibutuhkan, namanya juga masih balita. Dengan sigap mereka meletakkan baju kotor dan berganti dengan baju yang mereka sukai. Sungguh aku sangat terharu terhadap mereka, diluaran sana masih banyak anak yang membutuhkan orang dewasa untuk membantunnya tetapi mereka sudah mandiri.
"Ayo kita makan." Aku menggandeng kedua bocah kembar ini menuju meja makan. Tadi aku sempat melihat masakan dari Bibi yaitu sayur dan ayam goreng.
"Qian Quin mau apa?"
"Ayam goreng," ucap mereka serempak.
"Sama sayur ya, biar sehat biar bisa tinggi kaya Ayah." Bujukku dengan iming-iming khas anak kecil. Mereka mengangguk dan tanpa keberatan memakan sayuran bayam.
Kami menikmati makan siang perdana ini dengan suka cita, bahkan aku bisa melihat jika Qian mangambil nasi kembali dengan lauk.
"Wah, Ayah ditinggal makan siang ini?" Seorang pria datang dengan meneteng beberapa paper bag dari salah satu mall ternama. Dia menurunkan semuanya di sofa dan melangkah mendekat menuju meja makan. Mengecup singkat kening Qian dan Quin bergantian.
"Lapar Yah. Tapi tadi kata Tante Fira Ayah sibuk kok sekarang pulang?" Tanya Quin dengan mulut yang masih belepotan.
Rian mengangguk dan mengambil nasi yang sudah disediakan sambil menjawab pertanyaan anaknya. "Iya memang sibuk, itu Ayah beli pakaian buat kalian. Katanya pakaian kalian kekecilan." Jawabnya dengan tangan masih sibuk dengan mengambil beberapa menu makanan.
"Wah, makasih ya, Yah." Ucap mereka serempak. Aku yang melihat jika mereka sudah selesai mengajak untuk membersihkan mulut dan cuci tangan.
"Sebentar satu satu, Tante nggak bisa kalau kalian semuanya maju." Karena ukuran washtafel yang kecil membuatku sangat kesusahan jika dua anak ini mau berbarengan.
"Baiklah, Quin dulu." Jawab Qian. Qian ini bukan seperti Quin yang lebih banyak bicara, tetapi dia akan bicara jika diperlukan. Meskipun kembar ternyata mereka berbeda sifat. Selesai dengan Quin aku membantu Qian, sedangkan Quin berlari menuju sofa untuk melihat apa yang dibelikan Ayahnya.
"Ye Ayah beli baju bagus buat Quin." Seru Quin dengan binar bahagia saat aku dan Qian mendekat. Dengan gaya khas Quin, Quin ingin mencoba baju baru yang dibelikan Ayahnya.
"Tante bantuin Quin lepas ini, Quin ingin coba baju ini." Dia memberikanku sebuah baju dan menyuruhku untuk melepas kertas yang melekat di bajunya.
"Ini coba, Tante pingin lihat Quin pakai baju ini." Dengan langkah riang dia berlari menuju kamar dan mencobanya disana begitu juga dengan Qian.
Aku menunggu kehadiran kedua bocah itu, hingga sebuah suara menyadarkanku. "Ini saya beli buat kamu, semoga kamu suka ya." Rian menyerahkan sebuah paper bag yang masih sama.
Aku yang masih tidak mengerti apa yang diinginkannya hanya menatapnya datar, seolah tahu dia mengulangi kembali. "Ini saya belikan buat kamu, semoga kamu suka dan pas. Kalau kebesaran yang dikecilkan nanti. Soalnya saya tidak tahu ukuran kamu."
"Terima kasih Pak, kenapa Bapak repot-repot. Saya jadi tidak enak."
"Tidak, bagi saya kamu mau membantu saya saja sebuah anugerah. Kalau baju ini anggap saja hadiah." Aku mengangguk dan menerima pemberiannya.
Tak berselang lama kami melihat dua bocah kecil keluar dengan pakaian masing-masing. Aku nampak terpukau, bagaimana tidak penampilan mereka layaknya model profesional. Qian tampan dengan baju kemejanya, sedangkan Quin cantik dengam rok panjang dengan aksen tutu di bawahnya.
"Anak Ayah cantik sama tampan." Puji Rian memeluk kedua anaknya. Aku hanya bisa melihatnya saja jika mereka sangat dekat dengan Ayahnya. Meskipun kesibukan Ayahnya bisa dibilang super sibuk tapi dia mampu memberikan figur Ayah yang baik kepada kedua anaknya.
"Tante kesini." Ajak Quin seakan menyuruhku untuk mendekat dan berpelukan layaknya mereka. Aku hanya merespon dengan gelengan kepala.
"Kenapa Tante?"
"Karena Ayah sama Tante belum halal Sayang, jadi kita tidak boleh pelukan. Beda sama Qian sama Quin, kan Qian Quin anak Ayah." Jelas Rian menatap Quin penuh pengertian.
"Berarti tidak boleh kaya Papa Mamanya Kayla?" Rian menggeleng.
"Kenapa?" Tanya Qian.
"Kan tadi Ayah sudah jelaskan. Sekarang anak Ayah tidur nanti katanya mau main di rumah Kayla?" Rian mencoba mengalihkan perhatian kedua bocah itu. Nampak raut tidak terima dari Qian maupun Quin. Tapi mereka tetap berjalan menuju kamar dan merebahkan tubuhnya sebelum terlelap tidur.
"Berat ya?" Tanyanya saat kami keluar dari kamar kembar.
"Lumayan, tapi tidak berat seperti bayangan saya."
"Syukur kalau begitu. Yasudah saya pergi ke kantor dulu, jangan lupa kalau ada apa-apa tolong kabari saya." Ujarnya sebelum tubuhnya menghilang dari pandanganku, sekarang aku harus menyelesaikan tugas sekolah sebelum kembar bangun. Huft.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Shaffira ✔ (KBM & KARYAKARSA)
Aktuelle LiteraturAku menatap lelaki yang duduk di sampingku dengan binar penuh tanya. Kenapa lelaki ini yang ada di sini? Bahkan aku bisa melihat dua anak kecil yang duduk bersama Nenek mereka tak jauh dari tempat duduk kami. Ya Allah apa ini takdirku? Menikah den...