Mau promosi dulu, semua ceritaku sudah update lebih dulu di KBM app silakan cari aniswiji. Cerita ini juga sudah update sampai bab 13
Selamat Membaca 😁
Siang ini aku berkeinginan untuk mengajak kembar berbelanja di pasar tradisional. Mencoba mengenalkannya ke tempat satu ini, kan biasanya mereka seringnya pergi ke supermarket. Jadi aku pikir akan menjadi pengalaman yang indah bagi mereka yang belum pernah merasakannya. Keseruan saat menawar dan juga disana penuh dengan barang-barang yang kita butuhkan. Meskipun kita harus cermat memilih bahan yang benar-benar bagus.
"Sudah siap?" Tanyaku ke kepada mereka saat aku keluar dari kamar untuk bersiap. Malam tadi Qian ingin melihat cumi-cumi yang dijual di pasar dan ingin dimasakan, sedangkan Quin ingin melihat dan membeli ikan hias.
"Sudah, ayo." Aku mengajak mereka ke depan untuk menunggu mobil yang akan menjemput kami yang aku pesan. Aku tidak mau menggunakan motor, karena riskan apalagi mereka masih kecil dan belum bisa berhati-hati saat berboncengan.
Sepanjang perjalanan mereka bercerita jika ini akan menjadi pengalaman yang akan mereka ingat sampai besar nanti. " Qian akan ingat ini selamanya Tan, karena ini kali pertama. Dulu Oma mau ngajak Qian tapi Ayah tidak mengizinkannya. Katanya disana banyak orang, nanti Qian bisa hilang." Cerita Qian, ada-ada saja alasan Pak Rian melarang mereka ke pasar. Aku mengusap rambutnya yang sudah memanjang dan mengangguk.
"Tante janji harus belikan Quin ikan hias." Celoteh gadis kecilku ini. "Tapi apa Quin sudah punya akuarium?" Tanyaku.
"Belum, kan sekalian belinya." Jawabnya santai, untung gaji yang diberikan Pak Rian lebih banyak dari yang aku kira. Jadi tidak akan kehabisan uang kali ini.
Kami berjalan membelah keramaian pasar dengan kedua tanganku menggandeng tangan dua bocah ini. Melangkah menuju bagian sayuran, buah-buahan, dan berakhir di bagian hasil laut.
"Qian ini namanya cumi, ini juga hasil dari nangkap di laut." Qian nampak berbinar saat menatap cumi-cumi dihadapannya.
"Kita beli Tan, Qian mau makan ini." Aku mengangguk dan mengambil satu kg cumi untuk kami santap nanti. Quin sudah minta disayurkan bayam tadi ditambah bakso katanya.
Semua bahan sudah aku dapatkan tinggal ikan hias Quin. "Ayo kita cari yang jual akuarium dan ikan hias."
"Ayo Tan, Quin tidak sabar." Dengan gaya khasnya Quin nampak semangat dalam mencari toko yang menjual ikan hias itu. Hingga akhirnya kami mendapatkan sebuah toko yang menjual berbagai aneka akuarium dan ikannya sekalian.
"Ayo kita lihat-lihat." Ucapku saat memasuki toko, nampak binar terpukau yang ada di raut wajah mereka.
"Bagus semua."
"Cari yang kecil saja, takutnya tidak ada tempat di rumah." Belum lagi Quin belum meminta izin ke Ayahnya.
Gadis kecil ini mengangguk dan mencari yang sesuai keinginannya. Hingga jari telunjuknya mendarat di akuarium bulat dengan hiasan di dalamnya yang indah. "Quin mau ini."
Aku mengangguk dan menghampiri penjaga toko untuk menyelesaikan transaksi ini. Agar lekas terbeli dan kami bisa kembali ke rumah. "Terima kasih Pak." Ucapku ke penjaga toko yang memasukan akuarium ke dalam mobil yang sudah aku pesan. Tadi aku sudah membeli beberapa jenis ikan untuk mengisinya.
"Iya Mbak," aku tersenyum dan mengajak kembar untuk masuk dan kembali ke rumah.
***
"Qian Quin mandi dulu," ucapku saat selesai meletakkan barang yang tadi kami beli.
"Kan tadi sudah mandi." Keluh Quin dengan bibir mengerucut, saat ini Quin sedang menatap ikan yang tadi ia beli. Sejak turun dari mobil ia sudah ribut untuk memasukan ikannya ke dalam akuarium.
Aku berjongkong dan mengusap rambutnya, "tadikan kita ke pasar, di pasar itu kan banyak orang jadi kita harus mandi setelah kesana. Takutnya ada banyak kuman yang menempel yang nantinya membuat tubuh sakit." Jelasku dengan menggunakan bahasa anak kecil agar mudah dipahami. Apalagi di zaman sekarang banyak bakteri yang bertebaran yang bisa membuat anak sakit maka dari itu aku cukup hati-hati dan sangat mempertimbangkan kebersihan.
"Baiklah, Quin mandi. Sebentar ya ikan, Quin mandi dulu." Ujarnya menatap ikan yang sibuk berenang di dalam akuarium. Aku tersenyum dan mengajak Quin mandi dilanjutkan dengan Qian.
"Tante mau masak bahan yang tadi kita beli. Kalian nonton televisi saja ya." Perintahku saat aku selesai memandikan mereka, mereka nampak senang dan pergi meninggalkanku di dapur. Kalau aku ingat-ingat, aku bisa lupa waktu jika berhadapan dengan wajan dan panci. Entahlah, rasa yang menyenangkan saat memasak membuatku bisa melupakan hal lain.
Selesai memasak aku memanggil mereka. "Quin, Qian ayo makan." Mereka berjalan dan duduk di kursi masing-masing sebelum melahap makan siang yang aku siapkan. Dengan celotehan khas anak kecil Qian mengatakan jika ia sangat menyukai masakanku.
"Besok masak yang kaya gini ya, Tan?" Ujarnya saat menghabiskan satu porsi makanan. Aku mengangguk, "Quin mau dimasakan apa besok?"
"Apa aja yang penting masakan Tante, Quin suka semua yang dimasak Tante." Aku sangat bersyukur, mereka mau menerimaku dengan senang hati. Apalagi melihat binar mata mereka membuatku bahagia. Rasa sayang akan mereka membuatku berpikir, sebenarnya apa yang terjadi kepada mereka sehingga mereka harus merasakan perpisahan dengan ibu mereka. Tapi rasa penasaran itu harus aku pendam, karena aku tidak mau ikut campur urusan orang lain.
"Baiklah, besok kita masak yang enak-enak." Ucapku, selesai makan siang. Aku mengajak mereka untuk tidur di depan televisi. Disini ruang televisi disediakan kasur yang lumayan lebar. Jadi kami bisa merebahkan tubuh disana.
"Sebenarnya, Qian Quin itu pingin ketemu Mama." Kata Quin saat kami terbaring di atas kasur dengan posisi aku di tengah mereka.
"Memang Mama dimana?" Tanyaku, jujur aku sungguh penasaran dengan Mama mereka. Tapi aku tidak akan mengungkit jika mereka tidak bercerita.
"Mama kerja, Mama sibuk. Jadi kami hidup dengan Ayah."
"Kerja disini?" Mereka serempak menggeleng. "Qian tidak tahu, tapi dulu Mama sering kunjungi Qian sama Quin. Tapi sekarang tidak pernah."
"Sudah jangan sedih, sekarang kan ada Tante. Anggap saja Tante Bunda kalian. Kalian bisa panggil Tante, Bunda." Raut wajah mereka yang semula keruh berubah bersinar.
"Serius Tante?" Tanya Quin.
"Iya, serius."
"Asyik punya Bunda." Ujar mereka serempak, aku mengusap kepala mereka bergantian. "Sekarang jangan sedih, nanti Bunda bilang ke Ayah kalau kalian rindu Mama. Mungkin setelah dinas ini Ayah kalian bisa mengantar ke rumah Mama."
"Ye ye ye, terima kasih Bun."
"Yasudah tidur siang dulu. Nanti sore Bunda bangunin." Aku bahagia saat mereka merasakan kebahagiaan. Cukup sulit bagi mereka, di usia yang masih kecil mereka harus berpisah dengan kedua orang tuanya. Tapi syukurnya mereka tumbuh dengan baik oleh kasih sayang Ayahnya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Shaffira ✔ (KBM & KARYAKARSA)
General FictionAku menatap lelaki yang duduk di sampingku dengan binar penuh tanya. Kenapa lelaki ini yang ada di sini? Bahkan aku bisa melihat dua anak kecil yang duduk bersama Nenek mereka tak jauh dari tempat duduk kami. Ya Allah apa ini takdirku? Menikah den...