Di KBM sudah Bab 20 ya gaes. Yang mau baca di Karyakarsa aku sudah update bab 16 - 20 seharga 6K
https://karyakarsa.com/AnisWiji/shaffira
Selamat Membaca
Aku menatap kamar tidurku yang sudah dihias bunga, terlihat sekali kalau kamar ini spesial buat penggantin baru. Aku cukup tersanjung dengan tindakan Kak Anik yang tidak setengah-setengah dalam membuat adiknya bahagia. Baru kemarin ia memberikanku treatmen di salon ditambah dekorasi kamar ini.
"Bun, ayo masuk." Tanganku digoyangkan oleh Qian. Tadi Quin memilih untuk ikut dengan Ayahnya menerima tamu yang datangnya terlambat, sedangkan Qian yang sudah mengantuk mengajakku untuk tidur."Ayo, tapi sebentar ya. Bunda bersihkan dulu." Ucapku saat kami sudah masuk ke dalam kamar, aku tidak mau nantinya kulit Qian iritasi akibat kelopak bunga yang ditaburkan di atas ranjang.
"Ayo kita tidur Qian." Ucapku menepuk bagian ranjang yang kosong. Aku rebahkan tubuhku disampingnya, kuusap punggungnya lembut. Hingga rasa kantuk itu menyerangku juga, dan akhirnya aku juga terlelap tidur bersama Qian.
Sayub-sayub aku mendengar suara orang yang mungkin sedang berbicara.
"Sudah saya katakan, kamu bisa menemui mereka tapi itu akhir pekan. Saat saya ada di rumah."
"..."
"Tidak untuk akhir pekan ini, saya akan mengajak anak-anak pergi. Jadi kamu bisa menemui mereka minggu depan."
Aku mengerjabkan pandangan dan melihat Pak Rian yang berdiri menjauh dari ranjang. Tubuhku seakan dihimpit oleh tubuh mungil Qian dan Quin.
"Sudah bangun?" Tanyanya saat melihatku bergerak gelisah.
"Sudah, Mas telpon siapa?" Dia berjalan dan duduk di tepi ranjang mengusap sayang wajah Qian.
"Mamanya anak-anak, dia ingin ketemu sama anak-anak."
"Ya, dipertemukan dia juga berhak atas mereka." Jawabku jujur, disini aku tidak menutup mata akan hubungan ini. Bagiku aku hanya ibu sambung yang tidak berhak melarang mereka untuk bertemu. Bahkan aku ingin mereka tetap berhubungan baik layaknya ibu dan anak.
"Iya saya tahu, tapi tidak sekarang." Aku mengerti apa yang diinginkan Pak Rian. "Yasudah, tidur lagi Mas. Masih malam." Ajakku, merebahkan tubuhku kembali.
"Iya, kamu tidur dulu." Aku melihat dia berjalan menuju sisi ranjang yang kosong merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar. Entah apa yang dia pikirkannya. Yang penting aku harus istirahat, tubuhku memerlukan apalagi seharian tersenyum menyapa para tamu.
***
"Gimana malam pertamanya?" Tanya Kak Anik saat aku bangun tidur dan membantu Ibu untuk memasak. Sungguh, Kak Anik ini tipe perempuan yang cukup penasaran.
"Pikir saja sendiri," jawabku dan bergegas mencuci sayur yang tadi sudah dipotong Ibu. Bibir Kak Anik mengerucut seolah jawabanku tidak sesuai dengan ekspektasinya.
"Oh, iya lupa. Kan ada si kembar. Kasihan banget adek aku ini, mau malam pertama eh diganggu." Aku yang sibuk dengan membilas sayur sontak menatap horor Kak Anik. Memang kenapa kalau malam pertama tergangu?
Lebih baik aku lekas menyelesaikan tugas ini dan membuat minuman hangat buat Pak Rian. Karena tadi aku sudah melihatnya berjalan keluar kamar.
"Ini Mas, minumannya." Kusodorkan teh hangat dengan camilan sisa hajatan kemarin. Pak Rian mengangguk, "nanti agak siangan kita pulang ya? Bukannya saya tidak mau disini, tapi ada pekerjaan saya yang harus saya kerjakan."
"Apa Mas langsung bekerja?" Tanyaku, disini aku cukup penasaran karena setahuku Pak Rian mengambil cuti satu minggu.
Pak Rian menggeleng, menyesap teh buatanku. "Tidak, tapi ada hal yang harus saya laporkan ke atasan saya dulu."
"Baiklah, aku sekalian bawa pakaian saja." Aku berjalan meninggalkan Pak Rian menuju kamar tidurku yang masih terisi dua sosok malaikat yang meringkuk dalam mimpi. Wajah mereka yang polos membuatku tersenyum tanpa sadar. Sebenarnya aku tidak sekali dua kali melihat ini, tapi saat melihat kembali ada sesuatu hal yang membuatku tersenyum.
Aku membuka almari dan mengambil beberapa pakaian yang akan aku bawa ke rumah Pak Rian. Sedangkan sebagian aku tinggal, aku tidak mau kerepotan saat nanti aku berkunjung kemari.
"Dek!" Panggil Kak Anik di depan pintu kamarku yang sedikit terbuka. Aku berdiri dan berjalan mendekatinya, nampak Kak Anik membawa kotak berwarna merah.
"Apa?"
"Ini buat kamu." Kak Anik menyerahkan kotak yang ia bawa keatas telapak tanganku. Aku mengernyit memandang kotak ini, sungguh aku tidak berharap Kak Anik memberikan hal ini.
"Ini apa?" Tanyaku curiga.
"Bukanya nanti saja saat kamu sampai di rumah. Dijamin bagus." Ujarnya dengan berjalan menjauh dariku. Aku yang masih fokus dengan kotak yang aku bawa sampai tidak menghiraukan keberadaan Pak Rian yang sudah berjalan kemari.
"Itu apa?" Tanyanya datar.
Aku mengangkat kotak pemberian Kak Anik dan menggeleng, "tidak tahu, tadi Kak Anik yang memberikannya."
"Oh... sudah selesai?"
"Tinggal sedikit, kalau Mas mau masuk ya masuk saja." Aku berjalan mendahului Pak Rian dan mencoba menyelesaikan semua yang tadi aku tinggal.
Hingga dua bocah kecil itu terbangun dengan muka bantalnya, "Bunda mau pergi?" Ucap Quin saat melihatku membawa koper ke depan kamar.
"Bunda tidak pergi Sayang, Bunda mau bawa pakaian Bunda ke rumah kembar." Jelasku saat berbalik ke arah mereka.
"Oh, kirain Bunda mau pergi." Aku mengusap pipi Quin dan menggeleng.
"Kalau Bunda pergi pastinya akan ngajak kalian." Jawab Pak Rian menimpali ucapan kami."Kok gitu?" Tanya mereka polos menatap ke arah wajah Ayah mereka.
"Kemarin Qian nyuruh Ayah buat ngajak Bunda tidur di rumah. La sekarang Ayah sudah mengajak Bunda untuk tinggal sama kita. Jadi kalau Bunda pergi kalian juga ikut pergi begitu juga Ayah." Jelasnya ke arah kembar.
"Yeyeye, terima kasih Ayah." Ucap mereka dan menghamburkan pelukan ke tubuh Ayahnya yang terlentang. Aku yang melihatnya sungguh merasa terharu. Mereka sangat menyayangi Ayahnya, aku bisa melihat dari binar mata mereka.
"Sini Bunda, peluk Ayah!" Aku yang mendengar ucapan polos si kembar merasa dilema. Sejauh ini aku memang tidak pernah bersentuhan langsung dengan Pak Rian kecuali kemarin itupun hanya tangan.
Aku menatap ke arah Pak Rian, dan Pak Rian nampak mengangguk menyetujui ucapan kembar. Aku mendekat dan mengikuti apa yang diinginkan kembar, kami berpelukan layaknya keluarga bahagia. Meskipun awalnya canggung, tapi aku bisa merasakan sentuhan kulit dari Pak Rian di lenganku.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Shaffira ✔ (KBM & KARYAKARSA)
Fiksi UmumAku menatap lelaki yang duduk di sampingku dengan binar penuh tanya. Kenapa lelaki ini yang ada di sini? Bahkan aku bisa melihat dua anak kecil yang duduk bersama Nenek mereka tak jauh dari tempat duduk kami. Ya Allah apa ini takdirku? Menikah den...