"Permisi Kak, boleh kenalan terus minta tanda tangannya?"
"Emangnya saya artis, pake minta – minta tanda tangan saya?"
"Loh bukannya kakak Luna Maya ya?" tanya Bilda bermaksud merayu.
Dengan gemas Kissa mencubit tangan Bilda, "Rayuan lu payah banget Bil," bisik Kissa sadis karena muka seniornya itu tidak ada mirip – miripnya dengan Luna Maya.
"Yaudah sono lu rayu gedah," Bilda kembali berbisik.
"Maafin temen saya Kak, maksudnya dia kakak itu kan cantik, ketua operet lagi. Pasti jago akting dong, nah siapa tau kakak ini calon artis ibu kota di masa depan. Kaya Luna Maya kak..."
"Kata siapa saya ketua operet?"
"Heh, bagus banget Kiss. Disusahin beneran deh kita sok tau gini," bisik Bilda tak kalah sengit, "bukan ya kak? Hmm kalo boleh saya tau, kakak ketua ekskul apa dong?"
"Penting banget ya saya ngasih tau ke kalian?"
"Penting banget kak, nyawa kami ditangan kakak hehehe..." Kissa mencoba.
"Iya kak, tanda tangan kakak penting banget soalnya. Kakak kan cantik, mirip Luna Maya. Siapa tau suatu hari nanti kakak jadi artis kaya Luna Maya," Kissa hanya bisa ikut tersenyum berusaha menyetujui cara Bilda merayu. Dari pada pas dia tadi yakan? Malah ancur. "Udah susah deh minta tanda tangan kakak..."
Setelah lama berbasa-basi, akhirnya seniornya itu luluh juga. "Saya Nabila, ketua karate. Sebagai ketua Eksul Karate, kesehatan penting buat saya. Kalo mau dapet tanda tangan saya kalian harus naik turun tangga lima kali."
Muka Kissa dan Bilda terlihat shock. "Kenapa? Gak mau?" pancing Nabila, "Ya gapapa juga kalo ga mau. Saya kan gampang, tinggal ga mau juga tanda tanganin buku kalian."
Dengan bergegas Kissa dan Bilda mengikuti perintah seniornya, namun baru tiga kali mereka turun naik tangga dari lantai dua ke lantai tiga, Bilda sudah lemas. "Ayo Bil... Bentar... lagi..." Kissa berusaha memberi semangat di tengah usahanya agar tidak kehabisan nafas. Bergandengan, mereka menerusi tugas dengan terengah.
"Ayo dong jangan payah! Cuma naik turun satu lantai doang loh..." ujar Nabila setengah menantang setengah memberi semangat. Setelah beberapa menit, akhirnya Kissa dan Bilda berhasil menyelesaikan tugasnya, dengan nafas yang tersengal mereka menghadap ke seniornya. Nabila tersenyum lebar, "Saya tunggu kalian gabung di ekskul yang saya pimpin. Oya, nama kalian siapa?" tanyanya sambil menanda tangani buku Kissa dan Bilda.
"Bilda."
"Kissa," Kissa dan Bilda masih tersengal.
Kissa tersenyum – senyum sendiri sambil melangkah ke lantai dasar. Bilda mencubit pinggangnya pelan, "Apaan sih Bil?" tanyanya jengkel.
"Elu ngapain senyum – senyum sendiri?"
"Hehehe, enggak... gue kagum sama Kak Nabila Bil, udah cantik, pinter jaga diri lagi, jarang lo cewek jaman sekarang yang bisa jaga diri. Ah gue tau, gue mau ikut Ekskul Karate ah..."
"Bildaa, Kissa!!" di ujung lapangan Yesa memanggil mereka. Kissa dan Bilda pun berlari menghampiri Yesa dan Tiwi. "Udah dapet tanda tangan siapa aja?"
"Ekskul kita udah dapet Basket, Futsal, Tari, ROHIS, ROKRIS, Fotografi, Badminton sama tadi Karate. Kalo OSIS sama guru-guru sih untungnya udah semua kemarin. Lo berdua gimana?"
"Kita kalo yang ekskul tinggal karate aja, kalo guru sama OSIS udah beres."
"Karate tuh kakaknya ada di depan kelas VIII-1, kesana cepetan... dan siapin tenaga ya buat naik turun tangga ahahaha..." terang Kissa di sela – sela tawanya, "Kalo operet sama pramuka yang mana Tiw orangnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK TIRAI
Novela JuvenilKisah klise remaja yang jatuh cinta ini dimulai pada saat remaja mengalami masa pubertas. Hormon-hormon pubertaslah yang bertanggung jawab atas apa yang dialami Kissa. Kissanash Mauriz Ayunda, bersama keluarganya terpaksa pindah ke Jakarta. Kisah in...