Dua tahun kemudian.
Ketika perempuan berusia lima tahun, semua yang ada dipikirannya hanya bermain. Main. Tidak takut tua. Ketika perempuan berusia sepuluh tahun, semua yang diinginkannya adalah ingin cepat - cepat memakai seragam putih biru, menjadi anak SMP. Tidak takut tua.
Ketika perempuan berusia empat belas tahun, hampir semua hormon perempuan sudah mulai berkerja. Saat itu, mulailah kebanyakan perempuan menjadi sedikit lebih peduli dengan penampilannya, sedikit lebih peduli apa pendapat lawan jenisnya tentang penampilannya. Mulai jatuh cinta, mulai mengerti arti sahabat, mulai mengenal macam-macam rasa kehidupan. Ingin cepat - cepat dewasa.
Ketika perempuan berumur tujuh belas tahun, perempuan sibuk bergaul dengan teman-temannya, sibuk berdandan, sibuk pacaran, sibuk galau-galauan, sibuk bersenang-senang. Mulai mencicipi rasa-rasa kehidupan. Ingin cepat - cepat lebih dewasa lagi agar bebas melakukan yang mereka suka. Ketika perempuan menginjak usia sembilan belas tahun, ia mulai ketakutan. Takut tua. Takut belas - belas di umurnya berubah menjadi puluh. Takut berkepala dua.
"Happy birthday sayaang..." Kissa menggosok - gosok kedua matanya sambil membiasakan matanya dengan lampu yang ada di kamar.
"Aaaaah.... Mbak Kissa tuaaa... tuaaa... tuaaaaa ahahaha..."
Segera saja Kissa melempar guling yang ada di sampingnya ke sumber suara. Matanya memandang ngeri melihat kue black forest dihadapannya yang sudah tertancap lilin angka dua puluh di atasnya. Dia menghela nafas dengan berat, "Ayoo, tiup dulu lilinya..." bundanya menyuruh dengan halus.
Dengan tidak semangat Kissa meniup lilin itu, "Selamat ulang tahun ya sayang, tambah dewasa, tambah rajin ibadah, tambah pinter, dan tambah yang baik - baik deh buat kamu," ayahnya memberi ucapan dan kecupan singkat di kening anaknya.
"Selamat ulang tahun ya sayang, semoga tambah cantik, tambah sayang sama keluarga, dan lulus tepat waktu," bundanya pun ikut mendaratkan kecupan ringan di keningnya.
"Selamat tambah tua ya Sist!" Titan berkata dengan suara keras sambil menepuk pundak Kissa dengan keras dan langsung lari meninggalkan kakaknya yang siap membalas.
"Titaaaaaaaaaaaaannnn!!!!" Kissa menjerit tanpa ada usaha mengejar adiknya itu, "Aaah, Bundaaa.... aku berkepala duaaa... ga mauuuuu..." Kissa merengek.
Bundanya tersenyum sambil mengacak-acak rambut anaknya, "Nah, karena udah berkepala dua, berarti udah ga pantes lagi kan teriak - teriak berantem sama adiknya..." senyuman mengejek bundanya semakin lebar.
"Hahaha, udah sana mandi... bareng Ayah kan berangkat kuliahnya?"
Kissa manyun, "Iyaa," kedua orang tuanya segera keluar kamar membiarkan Kissa bersiap - siap. Selama kuliah ia memang ngekos di dekat kampus, namun ia selalu pulang ke rumah setiap akhir pekan. Kissa menghela nafas sekali lagi, ia memeriksan ponselnya. Ada beberapa SMS dari teman - temannya yang sudah pasti berisikan ucapan selamat ulang tahun untuknya. Ia melempar kembali ponselnya, "I hate being old!"
***
"Haah, enak banget yang pada udah aman nilainya... pada udah bisa menikmati libur panjang," Kissa meratap sambil menyenderkan kepalanya ke pintu kelas.
"Iya Kiss, bener..." Natta di sampingnya ikut meratap.
"Tadi lo bisa ngerjain soalnya?"
"Aduuh, gue ga yakin, lo sendiri?"
"Gue tadi bisa sih, yakin lulus. Tapi ga yakin dapet B plus," Kissa menghela nafas. Sial angka dua puluh ini. Di hari ulang tahunnya yang kedua puluh, dia malah dihadapkan dengan ujian, "Pokoknya kalo ga dapet B plus gue mau ikut ujian lagi!"
![](https://img.wattpad.com/cover/34673266-288-k53686.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK TIRAI
Подростковая литератураKisah klise remaja yang jatuh cinta ini dimulai pada saat remaja mengalami masa pubertas. Hormon-hormon pubertaslah yang bertanggung jawab atas apa yang dialami Kissa. Kissanash Mauriz Ayunda, bersama keluarganya terpaksa pindah ke Jakarta. Kisah in...