11 Gak Peka !

217 16 0
                                        

"Murid terbaik untuk kelas VII, silahkan maju... Kissanash Mauriz Ayunda dari kelas VII-4..." suara riuh terdengar menggelegar. Dengan wajah memerah Kissa jalan ke depan lapangan diikuti tepukan tangan dan ucapan selamat yang membanjirinya.

"Murid terbaik untuk kelas VIII, silahkan maju... Dika Prasetyo dari kelas VIII-5..." mata Kissa melebar dan tertuju pada barisan kelas Dika, menunggu sesosok itu keluar dari barisan. Wajah itupun keluar dari barisan dengan wajah yang tersenyum ceria. Senyum yang sama seperti waktu Kissa melihatnya sedang main layang – layangan dulu.

Kissa ikut tersenyum, namun senyumnya terhenti begitu melihat Dika menggandeng Bilda untuk ikut maju ke depan lapangan. Mereka saling bergandengan mesra. Tiba – tiba kepala sekolah dan semua murid yang lain seluruhnya pada tertawa mengejek Kissa.

"Hahaha... liat itu liaat... Kissanash Mauriz Ayunda, perempuan dari kelas VII-4 yang cintanya ditolak..."

"Kasian deh lo..."

"Ngaca makanya ngacaa..."

"Hahaha..."

"Aduuh, Bilda cantik banget yaa..."

"Iyaa, cocok banget sama Kak Dika."

"Bener banget... Kak Dika lebih cocok sama Bilda yang tinggi semampai..."

"Setuju. Apa – apaan tuh si Kissa yang gendut berani – beraninya jatuh cinta sama Dika.... hahaha..."

"Hahaha... jelek... jeleek...."

"Lupain aja deh perasaan lo. Sampe kapan pun juga Kak Dika ga bakal suka sama lo. Liat deh Bilda? Cewek kaya Bilda yang Kak Dika suka."

Tiba – tiba Kissa melihat orangtua dan adiknya, Titan. "Kissa, kamu bisa kan memperbaiki nilai kamu di semester depan?"

Kissa ketakutan. Ia melihat ke arah teman-temannya. Yesa, Tiwi, Bilda dan bahkan Dika menertawakannya. Ia melihat keluarganya yang menatapnya dengan tatapan penuh harap.

Kissa menatap dirinya sendiri, seragam putih-biru yang dipakainya berubah menjadi baju badut. Hidungnya pun berubah bulat dan berwarna merah persis badut. Kissa menutup mukannya ketakutan mendengar tawa yang menggema di dalam kepalanya.

***

Mata Kissa terbuka seketika. Sinar lampu terhalang sesuatu yang menutupi mukanya. Ternyata buku Biologinya masih terbuka, 'Gue ketiduran apa ya tadi?' pikirnya bingung. Ujian Akhir Semester yang sedang dijalani seluruh murid SMP Singa membuatnya tegang.

Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Ia menghela nafas. Kissa melirik jam yang ada di sebelah mejanya, pukul 03.45 pagi. Kissa menyeka keringat yang ada di keningnya. Dengan langkah gontai ia berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Ia habiskan sisa jam tidurnya untuk beribadah. Berdoa. Menenangkan diri. Meminta perlindungan dari Yang Maha Kuasa agar terlindung dari kejadian-kejadian yang memalukan di dalam hidupnya.

Karena percuma saja ia kembali tidur setelah mimpi buruk itu. Saat ibadah pun Kissa kembali teringat ucapan Dika waktu perkemahan dulu saat Kissa terbangun juga dari mimpi buruknya.

"Denger ya Kiss, mimpi cuma mimpi. Cuma bunga tidur aja. Jangan percaya sama mimpi, apalagi mimpi buruk. Makanya jangan lupa baca doa sebelum tidur." Kissa mengenang saat indah yang singkat itu.

***

Suasana di kelas sepi mencekam. Hanya goresan pulpen di atas kertas yang terdengar. Ujian Akhir Semester sedang berlangsung. Guru pengawas sibuk mondar – mandir mengelilingi kelas. Waktu yang tersisa tinggal lima menit lagi. Sebagian siswa sudah pasrah dengan keadaan, sebagiannya lagi menunduk dan menulis dengan terburu – buru karena dikejar waktu, sebagiannya lagi menjawab asal – asalan, dan sebagiannya lagi sibuk mencari kesempatan bertanya kepada temannya.

Lima menit kemudian semua kertas sudah terkumpul di meja guru. Satu per satu para murid keluar dari kelas. Berbagai mimik menghiasi wajah – wajah itu. Ada yang keluar dengan muka berseri – seri, ada juga yang keluar dengan muka hampir menangis.

"Gimana? Tadi pada bisa ngerjainnya?" tanya Kissa kepada Bilda, Yesa dan Tiwi sambil jalan menuju gerbang. Selama ujian Bilda mengatakan sudah sepakat dengan pacarnya untuk tidak ada yang namanya berduaan.

"Gitu deh..." sahut Yesa murung. Wajah kedua temannya yang lain juga murung.

"Oya Kiss, jangan marah ya... hmmm gue mau cerita ke elu. Tapi lupa mulu..." ujar Bilda tiba – tiba.

"Cerita apa?"

"Hmm, waktu itu gue nanya – nanya tentang Kak Yoga, kakaknya Kak Dika. Hmm terus dia curiga gitu, nanya – nanya gue kenapa gue nanyain kakaknya mulu."

Kissa memucat, "Terus??"

"Hmm, gue terpaksa bilang kalo lo suka sama kakaknya dia..." Bilda merasa bersalah, "Maaf yaaa... tapi dia janji kok ga bilang – bilang abangnyaa...."

"Terus pas lo bilang gue suka sama abangnya, dia ngomong apa?" tanya Kissa hati – hati.

"Dia bilang pantes aja kalo dia ngeliat lo yang lagi ngeliat abangnya, mata lo berbinar – binar gitu. Kaya orang seneng tapi ditahan..."

Kissa menaikkan kedua alisnya ke atas, 'Kapan gue ngeliat abangnya?' tanyanya mencoba mengingat – ingat. 'Tunggu deh, kalo dia bisa bilang gitu berarti selama ini dia merhatiin gue juga dong?' tanyanya dalam hati mulai geer.

Kissa segera berpamitan kepada teman – temannya ketika metromininya datang. Ia mencari tempat duduk, namun sayangnya semua bangku sudah penuh. Dengan terpaksa Kissa berdiri di tengah bagian metro. Matanya masih bisa memantau orang-orang yang keluar gerbang sekolah melalui jendela metro. 'Yes! Kak Dika naik... tapi malu ih. Apa tadi kata Bilda? Kak Dika – taunya – gue suka sama abangnya?' Ia segera menundukkan kepalanya ketika menyadari apa yang diketahui Dika saat ini.

Dika berdiri di pintu depan metro. Kissa melirik ke arah Dika, yang dilirik sedang asyik memperhatikan jalanan. 'Mata gue berbinar kaya orang seneng ditahan kalo ngeliat Kak Yoga? Berbinar ya? Lo ngeliat mata gue berbinar Kak, kalo gue ngeliat abang lo? Heloooh! Terus apa yang lo liat kalo gue ngeliat lo? Kok ga peka sih!'

Metro yang mereka naiki akhirnya sampai pada tujuan. Dika segera turun melalui pintu depan, sementara Kissa memilih melalui pintu belakang. Dengan perlahan mereka kembali berjalan bersama. Dika di depan, Kissa mengikuti dari belakang.

Dengan perasaan kesal Kissa memandangi Dika dari belakang, 'Tatapan berbinar ya Kak? Nih rasain nih tatapan panas gue!' ujarnya berulang kali di dalam hati. Mungkin aura panas memancar dari matanya dan membuat punggung Dika panas atau mungkin ia merasa sedang diperhatikan, tiba-tiba Dika menolehkan kepalanya ke belakang.

Dengan sigap Kissa segera memalingkan pandangannya, berpura – pura melihat rumah-rumah tetangganya yang ia lalui dengan perasaan berdebar.

***


DI BALIK TIRAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang