"Bun, Yaah... aku jalan duluan yaaa..."
"Loh pagi amat? Ga bareng Ayah?"
"Kissa lagi semangat nih... kan hari pertama masuk... awal semester! Semangat buat jadi juara umum. Nomor satu dari dua ratus tiga puluh sembilan anak..."
"Dari peringkat ke tiga puluh di kelas, mau sok – sokan peringkat satu seangkatan..." Titan bersiul meledek kakaknya yang langsung dipelototi bundanya.
"Yaudah sana, yang semangat ya belajarnya..." sahut bundanya.
Udara pagi yang masih dingin di sekitar komplek menyapu pipinya. Rambutnya yang diikat ekor kuda bergoyang ke kiri dan ke kanan. 'Yes... berangkat pagi malah jadi bisa bareng Kak Dika, ada untungnya juga deh. Awal semester udah secerah ini ahai...' pikirnya senang ketika sampai di depan gapura.
Ia berjalan keluar dari gapura. Mengambil jarak cukup jauh dari gapura. Entah mengapa, pokoknya Kissa merasa harus mengambil jarak yang cukup jauh. Ia malu. Sudah lima belas menit dia dan Dika menunggu metromini yang tak kunjung datang, tiba – tiba dari gapura keluarlah mobil ayahnya.
"Kiss! Metronya belom dateng? Udah bareng aja, masuk!"
Kissa pun mengikuti perintah ayahnya itu dengan setengah hati, 'Ah rese... ga jadi bareng Ka Dika deh!' gerutunya dalam hati. Sebenarnya ia ingin memberitahukan ayahnya kalau Dika juga sedang menunggu metro karena ayahnya itu tidak melihat ada Dika yang sedang menunggu metro juga, namun ia mengurungkan niatnya karena tidak sanggup menahan debar jantungnya bila harus berangkat bersama Dika lagi.
***
Sesampainya di sekolah, Kissa langsung dihadang Yesa. "Kiss! Temenin gue ke bawah yuk! Gue pengen beli gorengan nih..."
"Yaelah, gue baru nyampe malah di ajakin ke bawah lagi. Emang Tiwi atau Bilda belom dateng Sa?"
"Beloman... ayo dong ayooo..."
"Bentar ya, gue naro tas dulu..."
"Okee..." Yesa menyetujui sambil ikut masuk ke dalam kelas Kissa. Kissa dan Yesa pun langsung menuju tangga untuk turun.
Saat mereka turun, tak disangka mereka berpapasan dengan Dika, "Lah... udah nyampe aja!" ucap Dika untuk petama kalinya setelah perkemaahan itu kepada Kissa.
Jantung Kissa segera berdetak cepat, "Iya dong... hebat kaaan..." balas Kissa sambil tersenyum dan melanjutkan perjalanan tanpa menoleh ke belakang. Dika tersenyum menoleh ke belakang, memandang Kissa yang sudah jalan turun.
"Itu tadi Kak Dika kan Kiss?"
Pertanyaan Yesa membuyarkan lamunannya. "Hah? Apa?"
"Itu tadi Kak Dika kan Kiss?" tanyanya lagi.
"Oooh... iya..."
"Eh, lo udah tau belom kalo Bilda sama Kak Dika udah jadian loh..."
Langsung saja Kissa merasa ada berton – ton besi menimpanya "APAAAA?" tanya Kissa tanpa bisa menahan keterkejutannya.
"Iya, mereka jadian... baru kemaren sih katanya... mungkin Bilda baru nanti kali cerita ke lo nya... Kak Dika kan anak fotografi kan, nah anak – anak fotografi tuh sering mampir ke ekskul kita kalo lagi latihan nari. Dijadiin objek gitu deh... terus mereka akrab deh, ditambah lagi karena pertolongan Kak Dika wakut perkemahan itu..."
Kissa mengangguk – angguk saja mendengarnya. Kissa menghela nafas berat ketika Yesa membeli gorengannya.
***
Kissa duduk bertopang dagu di bangkunya. "Woi Kiss! Belom puas liburnya? Hari pertama sekolah udah bengong aja! Masih ga rela yaa udah masuk?" tanya Fito lelaki biang keonaran di kelasnya sambil menepuk bahu Kissa kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK TIRAI
Roman pour AdolescentsKisah klise remaja yang jatuh cinta ini dimulai pada saat remaja mengalami masa pubertas. Hormon-hormon pubertaslah yang bertanggung jawab atas apa yang dialami Kissa. Kissanash Mauriz Ayunda, bersama keluarganya terpaksa pindah ke Jakarta. Kisah in...