Sejak pagi hari Kissa sudah sibuk memilih baju yang akan ia pakai nanti. Memang ini bukan nge-date, tapi ia tetap harus tampil cantik. Pikirnya. Apalagi kemungkinan nanti akan bertemu dengan tetangga sebelah rumahnya sangat besar. Kissa tidak bisa membohongi dirinya sendiri untuk mengaku sudah bisa melupakan lelaki di sebelah rumahnya itu. Walaupun, memang sejak ada Naron ia jauh lebih jarang memikirkannya.
Dress selutut berwarna merah marun menjadi pilihannya. Dengan tidak sabar Kissa menunggu pukul satu siang.
Kissa berjalan mondar mandir di balkon kamarnya. Ia merasa bebas membuka pintu balkonnya karena sejak pagi hari Kissa melihat Dika sudah meninggalkan rumahnya. Akhirnya ia memutuskan untuk menelepon Tiwi.
"Halo Tiw, nanti lo jadi dateng kan?"
"Iya, jadi kok Kiss. Kenapa?"
"Hmm, lo pake baju apa?"
"Mungkin dress kali ya..."
"Hmmm," Kissa ragu, "lo dandan gak?" tanyanya akhirnya.
"Ahahaha.... pertanyaan lo penting banget ya?"
"Ih, jangan ngeledek deh. Udah jawab aja kenapa sih... gue pengen dandan, tapi berlebihan ga ya ke acara gituan aja pake dandan?"
"Hahaha, ya enggaklah Kiss. Udah biasa kok cewek-cewek pada dandan. Tampil cantik itu mutlak buat cewek. Mau ke pasarpun harus tetep dandan. Asal jangan berlebihan dandannya. Soalnya kan kita ga tau kapan ketemu cowok ganteng hahahaha..." terdengar tawa lagi dari seberang sana, "mau dandan buat siapa sih Kiss? Buat Naron? Atau kembali ke Dika lagi?"
Muka Kissa memerah yang untungnya tidak bisa dilihat Tiwi, "Apaan sih? Gue ga dandan buat siapa-siapa kok. Cuma sayang aja kalo alat – alat make-up hadiah dari nyokap ga pernah dipake..." Kissa beralasan. Dulu waktu kelas IX, bunda sengaja membeli peralatan make-up untuk latihan dandan. Ia minta diajari Bilda yang jago dandan. Hati kecilnya berbicara, kalau Bilda sebagai mantanya Dika bisa dandan, maka Kissa juga harus bisa dandan untuk menunjukkannya kepada Dika.
Tiwi terkekeh, "Iya deh iyaa... hahaha, eh SMA Perkutut tuh sekolahannya Dika kan ya?"
"Iya..."
"Jadi masih berusaha tampil cantik nih di depan dia?"
"Ih apaan sih Tiw? Udah ah gue mandi dulu. Bye..."
"Ahahaha, ngeles... byeee..."
***
Kissa mematut dirinya di depan cermin. Ia poleskan berbagai pratitur make-up di wajahnya tipis – tipis. Tangannya terhenti di udara, 'Iya ya, gue dandan mau tampil cantik buat siapa?' tanyanya dalam hati, memikirkan perkataan Tiwi tadi. Ia menyerah dan mengangkat kedua bahunya ke atas. Tidak tahu.
"Mbak Kissaa.... itu temennya dateng..." ketukan halus Bi Ina memanggilnya.
"Iya Bi..."
Sekali lagi ia melihat dirinya di depan cermin. 'Siaap...' putusnya dan berlari kecil keluar dari kamar. Ia mengambil sepatu flat yang bewarana senada dan menghampiri Naron yang sudah janji menjemputnya.
Naron tertegun beberapa saat, "Ayoo... jadi pergi sekarang ga?" tanya Kissa salah tingkah ditatap Naron seperti itu.
Naron terlepas dari lamunannya, "Oh, iya ayoo..."
***
"Tiwi sama Nakula belum dateng kali ya?" tanya Kissa di tengah bisingnya suara musik.
Naron mengalihkan pandangannya dari kamera, "Gatau deh, masih di jalan kali..." ucap Naron dan kembali mencari objek yang bagus untuk di foto.

KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK TIRAI
Teen FictionKisah klise remaja yang jatuh cinta ini dimulai pada saat remaja mengalami masa pubertas. Hormon-hormon pubertaslah yang bertanggung jawab atas apa yang dialami Kissa. Kissanash Mauriz Ayunda, bersama keluarganya terpaksa pindah ke Jakarta. Kisah in...