20 Perbedaan yang Baru Terlihat

184 13 0
                                    

Hari Ujian Nasional semakin mendekat. Seminggu sebelum hari itu, tepatnya pada hari Jumat, SMA Kumbang tidak melakukan kegiatan belajar mengajar. Mereka akan mengadakan doa bersama.

"Kiss, Sabtu jadi kan makan malem sama gue?" tanya Naron saat naik ke lantai empat bersama Kissa. Mereka jadi sering berangkat dan pulang sekolah bersama semenjak tragedi ban bocor itu.

Kissa tersenyum manis, "Jadiii..."

"Oke, gue jemput jam setengah tujuh yaa..."

"Okee..." Naron meninggalkan Kissa masuk ke dalam kelasnya. Kissa menghampiri Tiwi dan Tere yang menunggunya di depan kelas.

"Cieee..."

"Kayanya udah fix banget nih..."

Dengan senyum yang mengembang Kissa menatap kedua sahabatnya, "Apaan sih? Hahaha..."

"Ada yang udah berpaling seratus persen dari Dika. Asiklah..." Kissa hanya terkekeh mendengarnya.

Suara guru Bimbingan Konserling menggema di seluruh sekolahan. "Kepada semua murid, diwajibkan mengikuti doa bersama. Kepada seluruh murid yang beragama msulim segera turun menuju Mushola SMA Kumbang... kepada seluruh murid yang non-muslim bisa menemui Bu Christi di Ruang Multimedia untuk melakukan doa bersama."

Dengan tertib seluruh murid turun melalui tangga. Canda tawa terdengar dari seluruh penjuru. Kissa, Tere, Tiwi dan Nakula jalan bersama menuju Mushola. Kissa menoleh ke sebelah kirinya. Ia melihat Naron bersama beberapa temannya jalan menuju Ruang Multimedia. Kesadaran baru yang menyakitkan menghampirinya seketika. 'Kita beda keyakinan. Apa yang mau diharapkan?' pikirnya sedih sambil terus berjalan.

***

Kissa menjadi pendiam selama perjalanan pulang, "Inget ya, besok gue jemput jam setengah tujuh. Dandan yang cantik oke!" ujar Naron ceria ketika Kissa turun dari motornya. Kissa hanya tersenyum lemah.

Dengan gontai ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, "Bunda nonton apa?" Kissa menghampiri bundanya di ruang keluarga.

"Ini gosip hahaha... jaman sekarang banyak banget ya orang yang pacaran beda agama." Deg! Jantung Kissa seakan berhenti berdetak, "Gak ngerti deh jalan pikiran artis – artis itu. Bunda ga ngerti juga sama orangtuanya. Masa anaknya ngejalin hubungan beda agama gitu ga ditentang. Ckckck..."

"Yaa kan cuman pacaran doang Bun... ga nikah." Kissa mencari – cari alasan mendukung entah artis mana yang bundanya maksud.

"Heh! Kita kan ga tau perasaan orang gimana. Awalnya emang cuma pacaran aja, tapi kalo makin lama makin sayang gimana? Masa Tuhan mau ditentang? Kalo Tuhan ngamuk gimana? Kalo Tuhan cemburu umat-Nya lebih cinta sama mahluk ciptaan-Nya sendiri dari pada Dia gimana? Dosa besar! Kita ga boleh sayang sama manusia ngelebihin sayang kita ke Tuhan. Bahkan Bunda aja ga boleh lebih sayang sama kamu dan Titan ngelebihin sayang Bunda ke Tuhan," budanya marah-marah seketika.

"Pokoknya, kalo Bunda sih tegas untuk satu hal ini. Pasangan anak – anak Bunda nanti terserah mau sama suku apa, dari ras apa, kerjaannya apa, pendidikan terakhirnya apa. Masih bisa di kompromiin. Yang penting harus beriman dan seiman. Titik. Ga ada kompromi kalo udah urusan agama," bundanya mengancam.

Dengan salah tingkah Kissa menggaruk – garuk kepalanya yang tidak gatal, "Aku ke atas dulu ya Bun..."

Kissa menerjunkan kepalanya ke dalam bantal. Kita ga boleh sayang sama manusia ngelebihin sayang kita ke Tuhan. Ucapan mamanya tadi terus terngiang – ngiang dikepalanya. Tidak boleh menyayangi dia melebihi sayang kita ke Tuhan.

Kissa jalan menuju balkonnya, ia menatap lapangan di depan rumahnya dengan tatapan kosong. 'Kenapa harus Naron yang menggantikan Dika di hatiku Tuhan? Tidak. Kenapa aku dan Naron harus berbeda Tuhan?' tanyanya dalam hati.

***

Kissa tertegun menatap tempat yang sudah di pesan Naron. Tadi tepat pukul setengah tujuh malam Naron menjemputnya dengan mobil sedan. Kissa yang memakai dress selutut berwarna hitam dengan warna emas mengelilingi pinggang yang menyerupai ikat pinggang memandang sekelilingnya dnegan mata berbinar.

Naron membawanya ke sebuah restoran yang didekor penuh dengan balon berwarna merah muda. Balon – balon itu ada yang dibiarkan berserakan di lantai, ada juga yang melayang – layang dengan tali yang mengikatnya pada kursi.

"Kiss... ini tahun terakhir kita di bangku SMA. Sebelum UN nanti, gue mau ngomong." Ujar Naron serius. "Gue sayang sama lu Kiss... ga peduli seberapa besar usaha gue buat nganggep lo sebagai teman. Gue tetep sayang sama lo Kiss." Diam sesaat, "Gue ga maksa lu buat sayang juga sama gue. Tapi gue mohon banget sekali lagi tolong jawab pertanyaan gue. Boleh ga hati lu cuma ada gue? Boleh ga perasaan gue ini menetap di hati lo?"

"Bukannya lo sama Faya ya?"

Naron tersenyum, "Gue sama Faya cuma temenan aja. Di hati gue cuma ada lo doang Kiss..." Naron menyerahkan beberapa balon gas yang sudah disiapkannya ke tangan Kissa. "Kalo lu bersedia, lu bisa kalungin balon – balon ini ke pergelangan tangan lu. Tapi kalo lu ga bisa... lepas aja. Biarin mereka terbang bebas."

Kissa tertegun mendengarnya. Perlahan ia pun melepaskan balon – balon itu. Balon – balon itu berterbangan menjauhi mereka. Kissa menggeleng, "Gue ga bisa Ron..."

Naron menatap Kissa dengan pandangan penuh kecewa, "Apa karena Dika masih di hati lo?"

'Bukan. Tapi... ah entahlah. Gue udah ga banyak mikirin tentang Dika karena lo.' Ujarnya dalam hati, "Bukan." Hanya itu yang bisa diucapkannya.

"Terus kenapa? Lo ga ada perasaan apa – apa buat gue?" tanya Naron putus asa.

Dengan suara yang bergetar Kissa menjawab, "Apa perasaan gue masih penting buat lo kalo agama kita aja udah beda?" pandangan Kissa pun mulai kabur tertutup genangan air di matanya. Tampaknya Naron baru menyadari hal itu. Ia hanya bisa diam. "Ron, lo sayang kan sama Tuhan lo? Gue juga sayang sama Tuhan gue. Makanya gue ga bisa nerima perasaan lo. Ini bukan tentang Dika. Ini tentang kita dan Tuhan kita." Kissa tersenyum walau dengan air mata yang mulai mengalir, ia menyentuh tangan Naron. "Kita lagi diuji sama Tuhan. Tuhan mau tau seberapa besar kita sayang sama Tuhan. Pokoknya kita ga boleh kalah dalam ujian ini ya Ron..."

Mata Naron mulai memerah, ia berdeham. "Tapi kita tetep temen kan?"

Kissa mengangguk dengan senyuman yang dibanjiri air mata, "Iya..."

***

Sepulangnya dari makan malam, Kissa mengurung diri di kamar. Ia menyetel radio tanpa benar – benar mendengarkan melalui ponselnya. Suara ceria penyiar radio tidak menularkan keceriaan kepadanya. Setelah cuap – cuap sebentar dari penyiar, lagu berikutnya pun diputar. Suara vokalis Band Seventeen berkumandang memenuhi relung hatinya.

"Seemuaa... telah beeerakhiirr... tak mungkiiin bisaa... dipertahaannkaaann... hanya lukaa... jika kita bersamaaa... karna jalan iniii... memang berbedaaa...

"Semua yang terjadi, tak akan kembali... jalan kita memang... berbedaa... namun hati ini tak ingin kembaliiii.... Ku yakin kitaaa akan bahagiaaaa... tanpa harus selalu bersamaaa... tak perlu diisesaliii... tak usah dii...tangisiiii..."

"Hanya lukaa... jika kita bersamaaaa... karna jalan iniii... memang berbedaaa... Ku yakin kita akan bahagia... tanpa harus selalu bersamaaa... tak perlu diisesaliii... tak usah dii...tangisiiii... Ku yakin ini jalan terbaik, walau kita tak lagi berduaaa... tak perlu diisesaliii... tak usah dii...tangisiiii..."

Air mata Kissa pun kembali menetes. Malam itu ia tertidur karena kelelahan menangis.

***


DI BALIK TIRAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang