Stasiun Pasar Senen ramai. Orang – orang yang akan pergi ke luar kota memenuhi pelataran stasiun itu. UAS sudah selesai. Kissa dan kawan – kawan sudah memutuskan liburan mereka. Tiket pulang pergi Jakarta – Jogja sudah tersimpan di kantung masing – masing. Kereta pun akhirnya datang. Kissa dan para penghuni lainnya berbondong – bondong masuk ke dalam kereta.
"Keretanya udah jalan Kiss?"
"Udah Yah..."
"Nanti kalo udah deket telpon Eyang yah biar di jemput."
"Oke..." sambungan telepon pun terputus.
Kissa kembali ke dalam obrlan kawan – kawannya. Perjalanan itu dihabiskan dengan bermain UNO, bercanda – canda dan tentunya dengan berfoto – foto juga.
"Dewa kenapa ga ikut Ter?" tanya Kissa.
"Dia ke Lombok sama bokap nyokapnya..."
"Iiiih, enak banget..."
"Kok lo ga diajak?"
"Lah mana gue tauu..."
"Jangan – jangan dia mau dijodohin lagi sama orang Lombok," Tiwi menyeletuk.
"Kalo ngomong jangan ngaco!" seru Tere gemas sambil menimpuki Tiwi dengan kacang yang ada di tangannya.
***
Perjalanan panjang yang melelahkan itu akhirnya sampai juga. Eyang Kissa sudah menunggu dengan senyum yang mengembang. Beliau menyambut Kissa dan kawan – kawan dengan hangat.
"Eyang, kenalin nih. Yang ini namanya Tere," Tere mencium tangan eyang kakung dan eyang utinya, "yang ini Tiwi, sebelahnya Nakula, yang item itu namanya Naron." Mereka berurutan mencium tangan kakek dan nenek Kissa.
"Yaudah yuk, langsung ke rumah aja. Siti udah nyiapin makanan buat kalian tuh..." sahut eyang kakung sambil berjalan menuju mobil.
"Siti siapa Yang?" tanya Kissa sambil merangkul pundak eyang utinya.
"Anaknya tetangga. Dia suka ikut bantu – bantu di rumah..."
"Ooooh..." Kissa mangguk – mangguk.
***
"Sitiii, ini kenalin cucu Eyang. Namanya Mba Kissa," begitu sampai rumah eyang uti segera mengenalkan Kissa kepada perempuan yang beberapa tahun lebih muda darinya. Mereka pun bersalaman.
"Itu makanannya udah disipin Eyang..." sahut Siti dengan tutur lembut khas gadis desa.
"Yaudah yuk Kissa sama temen – temennya langsung makan aja..."
Mereka berlima ditambah eyang uti, eyang kakung dan Siti masuk menuju ruang makan.
"Siti! Sini ikut makan bareng kita aja..." ajak Kissa.
"Enggak deh Mba, Siti udah makan tadi. Siti mau beresin kamar dulu yang belom selese..." Kissa hanya mengangguk – angguk.
Setelah mereka makan, Tere dan Tiwi sudah masuk ke dalam dapur. Mereka mencuci piring bekas mereka makan tadi. Sementara Kissa membantu Naron dan Nakula yang membereska meja makan.
"Aduh Mbak, ga usah... biar Siti aja..."
"Gapapa Sit. Mereka kan tidur disini geratis. Jadi udah harus bantu bersih – bersih ahahaha..." Kissa bergurau.
"Yaampun Mbak, beneran deh ga usah juga gapapa..."
"Udeh gapapa Sit. Biar kita belajar mandiri juga..." sahut Tiwi menyelesaikan masalah.
***
Hari berikutnya mereka isi dengan berjalan – jalan mengelilingi Kota Jogja. Hanya lima hari mereka berada di kota gudeg itu.
"Lo ga tidur Kiss?" tanya Naron pada malam terakhir mereka di Jogja. Saat itu Naron berniat keluar kamar untuk mengambil segelas air.
Kissa menoleh, jam sudah menunjukkan pukul 23.16, "Enggak bisa tidur Ron."
Naron menghampiri Kissa yang duduk di depan televisi ruang keluarga, "Kenapa?"
"Itu, si Tere tidurnya ngorok. Gue takut kalo denger orang ngorok."
"Hahaha... takut kenapa?"
"Ya gitu deh, kan bunyinya kaya ada yang mau keluar dari tubuhnya. Ngeri aja kalo yang mau keluar itu nyawanya..."
"Apaan sih! Ngomongnya kok gitu?"
"Habisan gue takut Rooon... bunyinya gitu, mulutnya mangap lagi! Gue takut tiba-tiba nyawanya dicabut. Gue takut kematian Ron."
"Ngomongnya jangan begitu ah. Mungkin Tere kecapean kali seharian jalan tadi..."
"Gatau deh..."
"Emang kenapa lo takut kematian?"
"Takut ditinggalin..."
"Semua orang kan bakalan mati?"
"Iya. Tapi gue maunya mah gue dulu aja yang mati."
"Berarti lo ninggalin gue dong?"
"Biarin deh. Yang penting gue ga ditinggalin..." Kissa menghela nafas, "Gue sering banget tau mimpi orang – orang terdekat gue pada meninggal. Dan pasti ujung-ujungnya gue kebangunan karena nangis. Gue ga mau ditinggalin..."
Naron hanya tersenyum sambil menatap Kissa, "Jadi ga mau tidur nih?"
"Enggak."
"Yaudah sini gue temenin. Oya Kiss, mau nonton kelanjutan film A Crazy Things Called Love ga?"
"Enggak ah. Gue males nonton yang sad ending..."
"Kata siapa itu film sad ending? Lo kan belom nonton sampe abis..."
"Enggak deh Ron. Gue takut nangis hahaha..."
"Yaelah, kalo mau nangis mah nangis aja... gak gue ketawain kok. Tunggu ya, gue ambil flasdisk gue dulu di kamar." Malam terakhir mereka di Jogja pun dihabiskan Kissa dan Naron di depan televisi.
Kissa masih sesegukan ketika film usai. Naron tersenyum hangat sambil mengelus lembut kepalanya, "Kenapa sih Kiss?"
Kissa tersenyum lemah sambil menggeleng, "Gue benci diri gue yang ga pernah seberani Nam," ujarnya miris.
Naron menepuk – nepuk punggung Kissa, "Gak papa..." ujarnya menenangkan.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/34673266-288-k53686.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK TIRAI
Teen FictionKisah klise remaja yang jatuh cinta ini dimulai pada saat remaja mengalami masa pubertas. Hormon-hormon pubertaslah yang bertanggung jawab atas apa yang dialami Kissa. Kissanash Mauriz Ayunda, bersama keluarganya terpaksa pindah ke Jakarta. Kisah in...