4.Disebut jalang

128 14 9
                                    

Setiap luka yang diterima pasti akan memiliki penawar bahagia di akhirnya. Untukmu penampung luka, jika titik bahagia belum menghampirimu, tetap semangat. Tuhan menyiapkan yang sangat indah untukmu. Karena yang indah itu butuh proses dan tahapan.

Keep strong.✊🏾🤗

***

Plak!

Alena memegang pipi kiri dengan rasa hancur. Pipinya terasa panas dan perih. Sesakit ini menjadi hina?

"Gak usah nyoba ngebantah dari kenyataan yang ada. Dasar jalang!" Marsya berteriak tepat di wajah Alena. Alena menggeleng dengan mata yang bekaca-kaca.

Semua penghuni kantin hanya terdiam. Kali ini tidak ada yang membuka suara. Baik mendukung Marsya atau Alena sama sekali tidak ada. Netral dengan keheningan.

Alena terus memegang pipinya dengan derai air mata. Hanya menunduk tanpa melawan sama sekali. Semua hal bagaikan ancaman baginya.

Tidak bisakah dia damai untuk beberapa saat? Haruskah Alena mendapatkan luka dan cacian yang sangat menusuk hatinya? Harus tetap berdiam dengan segala kekerasan yang ada? Ayolah, Alena benar-benar lelah.

Marsya menyambar sebuah tisu, lalu membersihkan telapak tangannya. Membuang bekas tisu ke sembarang arah. Seakan menyentuh Alena bagaikan kotoran yang menjijikan.

Sakit!

Alena menarik napas dalam, ia mulai berbalik lalu berniat pergi.

"Jangan mencoba kabur, berapa kali sih, gue bilang? Tetap di situ! Gak kuat sama kenyataan?" Dengan lantang Marsya berteriak percaya diri membuat Alena menghentikan langkahnya.

Marsya mulai mendekati Alena kembali. Tersenyum dengan wajah mengejek, lalu meraba wajah Alena yang telah basah dengan mata yang sembab.

Marsya kembali tersenyum menang, lalu berniat menarik rambut Alena.

"Marsya!"

Sebuah teriakan seketika menghentikan aksi Marsya. Semua yang ada di kantin mengarah ke arah sumber suara, termasuk Alena. Kantin benar-benar menjadi saksi saat ini. Semua yang berada di kantin seakan benda mati.

"Kak, D-Dion?" Marsya membulatkan matanya dengan mulut menganga.

Dion Agrabintha—Saudara dari Evander—Ketua OSIS di SMA Mustika Jaya.

Dion menatap Marsya tajam, sembari menggeleng tidak habis pikir dengan apa yang ia saksikan.

Semua masih terdiam, tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Kehadiran ketua OSIS tiba-tiba membuat para penghuni kantin kembali fokus dengan makanannya. Tidak ingin ikut terlibat untuk saat ini.

"Lo nggak ada kerjaan selain gangguin dia?" Dion mulai mendekat dengan memasukkan tangannya ke dalam saku celana.

"Lo pasti tau kan, Kak? Siapa yang salah diantara gue sama si jalang?" Marsya menyambut kedatangan Dion dengan melipat kedua tangan di dada. Gadis itu benar-benar percaya diri.

Dion menatap datar, lalu mendengkus. Tampaknya ia mulai jengah dengan sikap Marsya—sahabat adiknya—Evander.

"Lo gangguin dia lagi karena Evander, 'kan?" Dion menaikkan sebelah alisnya.

"Lebih tepatnya menyadarkan dia," tukas Marsya cepat.

"Menyadarkan? Apa yang butuh dia sadari menurut lo?" tanya Abas meminta penjelasan.

"Ya jalang emang harus dimusnahkan."

Dion terkekeh dengan jawaban itu. "Jangan umbar fitnah, Mars. Semisalnya,  salah satu dari siswi di SMA ini ada yang jalang, itu bukan urusan lo. Gak ada yang punya hak buat ngehina, kecuali mau nasehatin dengan cara sehat, dan nggak gila kek lo!"

ALENA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang