20. Yang sebenarnya

95 16 0
                                    


"Katakan semuanya!" pekik Evander tajam, wajah itu telah basah, tetapi ia masih tetap berusaha terlihat kuat.

Yuni menggelengkan kepala, merasa menyesal dengan ucapannya barusan. Wanita itu tak henti meneteskan air mata, memegang dada yang terasa sesak, sementara Abimayu menopang tubuh istrinya dengan wajah khawatir. Pria itu membuang pandangannya dari Evander.

"Jawab dan katakan semuanya!" Lagi Evander meminta penjelasan. Yuni terus menangis di pelukan Abimayu.

"Apa percakapan tadi benar-benar fakta yang sebenarnya?"

Tidak ada jawaban, Yuni terus saja menangis di pelukan Abimayu, membuat Evander semakin marah.

"Kalian semua bohongin gue?" Evander tersenyum getir. "Gue hanya sebatas buangan?"

Yuni semakin terisak, semakin terasa sakit di dalam sana. Ia mulai bangkit dari kasur, Abimayu ikut berdiri membantu tubuh Yuni yang lemah.

"Evander, Sayang. Dengarkan, Mama ...," lirih Yuni menatap putra bungsunya sendu.

"Katakan semuanya!" bentak Evander dengan tatapan emosi.

Abimayu yang melihat hal itu langsung menatap tajam. Ia mulai mendudukkan Yuni kembali ke atas ranjang, Yuni menggeleng di saat Abimayu mencoba melepas pegangannya, tetapi Abimayu hanya bisa mengelus lembut rambut istrinya, memberikan ketenangan, lalu perlahan melepaskan genggaman sang Istri.

"Duduklah, kita bicarakan baik-baik!" ucap Abimayu dingin.

Evander tak menjawab, ia tetap berdiri di tempat, tanpa peduli dengan ucapan sang Papa.

"Gue emang nggak pernah salah, apa yang gue rasain adalah kenyataan. Gue memang nggak punya keluarga!" Yuni terus saja menggeleng kuat-kuat dengan tangisan, sementara Abimayu berusaha menahan bendungan di pelupuk mata. Akan tetapi, seberapa kuat ia menahan, benda bening itu merembes turun melewati pipi.

"Gue udah bilang, gue bukan siapa-siapa!"

"Bukan begitu, Evander. Dengarkan, Mama sayang!"

"Gue nggak punya, Mama!"

"Evander!" Sebuah teriakan keras dari Abimayu.

Yuni terkejut begitu pula dengan Evander. Evander menatap Abimayu dingin. Tanpa peduli dengan teriakan yang baru saja menggema itu.

Abimayu menatap putranya dengan napas naik turun. Ia marah, tetapi ia juga khawatir dengan kenyataan yang ada. Ini pertama kalinya ia berteriak sekuat mungkin, tanpa banyak ucapan emosi, melainkan berteriak dengan wajah dingin. Tatapan pasrah dan lelah. Kali ini suara pria itu mampu membuat Evander terdiam, tidak seperti biasanya.

"Dengarkan saya bicara dulu!" tegas Abimayu tanpa melihat putranya. "Duduk!"

Evander mendengkus, membuang pandangannya. "Katakan saja, tidak usah banyak cara!"

Abimayu melangkah perlahan, mendekat ke arah Evander. Ia mengelilingi tubuh Evander tanpa sepatah kata. Hening, hanya ada isakan kecil dari Yuni, sementara Evander terdiam dengan rahang mengeras dan kepalan tangan.

Bugh!

Satu pukulan berhasil mendarat di wajah Evander.

"Mas, hentikan!" teriak Yuni histeris.

Evander memegang wajahnya emosi, pria itu menatap Abimayu dengan tatapan iblis.

"Berhenti mengatakan di bukan Mamamu! Berhenti, Evander!" gertak Abimayu dengan suara emosi.

Evander tak bersuara, pria itu mencoba terlihat biasa saja, padahal benda bening menghiasi setiap wajahnya.

"Katakan yang sebenarnya."

ALENA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang