13.Eglar dan Kairos

95 13 2
                                        

"Kapten Eglar kembali menyerang markas cadangan, Bos," ucap seorang pria berambut ikal dengan wajah berkeringat dan napas ngos-ngosan. Dia adalah anak buah Evander.

Evander mengeraskan rahangnya. "Lagi? Untuk apa ia selalu datang membawa kerusuhan?"

Irfan dan lainnya mulai mendekat, melihat Evander yang sedang emosi dengan informasi yang baru saja ia dengar.

"Kedatangannya masih tetap sama, Bos. Meminta Bos Evander agar mau menjadi anggotanya. Masuk dalam kumpulan Eglar."

Evander menatap kursi di hadapannya tajam, kemudian menendangnya kasar. Apa maksud dari informasi itu?

Pasukan Eglar-adalah sebuah geng Mafia yang di pimpin oleh seorang lelaki bernama Endres Nicholas-pria berusia empat puluh lima tahun yang seumur hidupnya hanya penuh dengan kriminal dan kekerasan.

Semua berawal dari dua tahun lalu-di saat Evander baru saja duduk di bangku SMA. Seorang pria dengan tubuh tegap, berjaket kulit, dan kaca mata hitam menghampiri Evander yang baru saja memenangkan sebuah balap motor. Ya, Evander mengalahkan anak buah dari Endres. Bahkan satu anak buahnya pernah mati di tangan Evander.

Entah informasi dari mana pria tua itu tahu identitas Evander. Ia tahu segala seluk beluk kehidupan yang pernah Evander jalani. Pengintaian tentang Evander bermula setelah kematian anak buahnya Endres Nicholas-kapten Mafia paling berbahaya.

"Hai, Evander. Benarkah kau itu? Ketua dari Kairos? Geng motor para bocah bumi?" Sebuah suara angkuh datang dari pria dengan serba hitamnya. Tubuh itu tampak kekar dan kuat.

Evander memicingkan mata, memperhatikan makhluk di hadapannya yang terdapat beberapa pengikut dengan warna pakaian yang seragam.

"Kau satu-satunya manusia yang tida gentar melihat wajahku. Apa hanya kau yang memiliki mata sehat di muka bumi?" Endres mendekati Evander dengan senyuman menyeringai. Endres seakan merasa ada perlawanan yang menantang dalam diri Evander.

Seperti biasa, Evander hanya diam memperhatikan setiap gerak gerik Endres. Wajahnya sama sekali tidak menampakkan ingin menjawab setiap kalimat pria itu. Bagi Evander waktunya terlalu sia-sia dengan hal yang tak berguna.

"Kau bocah kecil, tapi kulihat di saat berada di antara mereka kau adalah binatang buas." Endres merapikan jaket hitam Evander, hampir saja Evander memukul pria itu. Akan tetapi bodygardnya bergerak dan mendekat bersamaan.

Endres mengangkat tangannya ke atas, seakan mengintruksi bahwa ia tidak apa-apa. "Tapi kau harus ingat, di mataku kau adalah sebutir debu."

"Berhentilah omong kosong, sialan! Gue nggak butuh bacotan lu!" Evander menghempaskan tangan pria itu, kemudian bangkit dengan merapikan jaketnya.

"Hei, saya berkata jujur. Kau bahkan bisa menghabisi anak buahku dengan satu tembakan, bukan? Lihatlah, betapa hebatnya dirimu." Endres dan para bawahannya tertawa renyah seketika, membuat Evander mengepal kedua tangannya.

Endres benar, Evander telah berhasil membunuh seseorang, hanya dengan satu tembakan, dan mampu merenggut nyawa anak buah seorang mafia kejam di hadapannya.

"Anak buah lo udah ambil nyawa Kakaknya Jora, lu pura-pura amnesia?" tanya Evander dengan tatapan sinis.

Ya, satu alasan Evander berakhir menghilangkan satu nyawa seseorang. Semua itu karena membela Jora-perempuan malang yang pernah menangis meminta bantuan kepada Evander dan saat ini sudah resmi bagian dari geng Kairos.

Endres terkekeh kecil. Entah apa yang lucu. Ia bertepuk tiga kali, lalu bangkit dari jongkoknya. "Saya sedang tidak mengajakmu untuk adu kekuatan, tetapi saya ingin mengajakmu masuk ke dalam kelompok yang penuh dengan kuatnya kebersamaan."

"Gue nggak minat," jawab Evander cepat.

"Tunggu, tunggu, dulu!" tahan Endres mengangkat kedua telapak tangannya. "Kamu pasti akan merasa betapa indahnya keluarga di Eglar." Pria itu memainkan jemarinya di udara dengan mata berbinar. Akan tetapi, tetap saja Evander merasa muak mendengarnya.

"Eglar, keluarga yang akan menjadi hidupmu," sambung Endres memetik jari di udara.

Evander menatap Endres tajam. "Maksud lo?"

"Sstt!" Endres menmpelkan jari telunjuk di bibirnya. "Kau anak muda yang baru saja merasakan SMA, bersopanlah sedikit."

"Sudah?" Masih sama, Evander menjawab setiap ucapan Endres dengan dingin.

"Bergabunglah dengan Eglar, Anak muda. Kau akan tahu arti keluarga yang sebenarnya."

"Cih!" Evander berdecih. "Gue nggak butuh siapa-siapa di dunia ini dan gue udah nggak perlu keluarga seperti yang lu maksud. Di dunia ini keluarga hanya tiang kehancuran!"

Endres menarik sebuah senyuman. Pria itu kembali mendekatkan diri ke arah Evander. Ia tampaknya senang melihat wajah Evander jika terbalut emosi. Perlahan ia mengusap bahu Evander, seakan menyuruh agar pemuda itu menenangkan diri.

"Bergabunglah, kau akan tahu betapa indahnya hidup bersama Eglar. Keluarga yang penuh cinta."

Evander tertawa pecah tanpa sengaja, membuat Endres menyerngitkan dahi.

"Cinta atas pembunuhan? Wahai Endres yang terhormat, lo tahu identitas gue?" Endres mengangguk percaya diri. "Lo tahu segalanya, up to you! Tapi lo juga jangan lupa, semua orang nggak bodoh. Eglar penuh cinta? Cinta dengan cairan darah? Pisau dan pistol?" Evander menarik turunkan alis, seketika Endres terbungkam. Akan tetapi, pria itu masih tak henti memancarkan sebuah senyuman.

"It's oke. Saya tidak akan memaksa. Akan tetapi, di lain waktu kau boleh bergabung. Hubungi saya saja. Kau punya nomor ponsel saya, bukan?" tanya Endres dengan senyum kepuasan.

"Tidak akan pernah, gue nggak akan pernah ingin bergabung dengan geng kematian. Satu hal yang paling utama, nomor ponsel milik lo nggak akan ada kesempatan tersimpan di HP gue."

"Oh, benarkah?" Endres menatap Evander menantang, sembari mengeluarkan ponsel dari saku celana.

Evander hanya terdiam, memperhatikan aksi selanjutnya. Namun, belum lama ia menatap pria itu, ponsel Evander berdering, sontak Evander menatap Endres tajam.

"Sudah kutelpon, tidak usah dingkat. Kau hanya perlu menyimpan balik." Seutas senyuman kembali terukir di bibir Endres. Pria itu tampak tidak bosan menampakkan deretan giginya.

"Kumpulkan semua anggota Kairos," ucap Evander tiba-tiba. "Kita harus bertemu Endres sekarang juga!" sambungnya dengan tatapan dingin. Pria itu tampaknya seperti menahan sesuatu dalam dirinya.

"Siap, akan segera!" jawab Irfan dan yang lainnya. Sementara Jora hanya terdiam seperti biasa, gadis berambut sebahu itu sulit untuk ditebak. Dia adalah perempuan dengan kediaman yang luar biasa. Akan tetapi, memiliki tatapan dan senyum yang cukup mematikan.

"Kau, masuklah ke ruangan Alena, Jora! Jaga dia agar tidak kabur," ujar Evander tanpa melirik Jora, gadis itu mengangguk, kemudian melangkah pergi meninggalkan tempat.

ALENA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang