24. Serangan Eglar lagi

139 16 0
                                    

"Bos?" Sebuah suara datang tergesa-gesa dengan suara langkah kaki yang berpacu.

Tok, tok, tok!

"Bos?"

Evander menjauh dan melepas pelukannya terhadap Alena. Pria itu memicingkan mata, mengibaskan jemari pada Alena, seakan menyuruh gadis itu pergi menjauh. Evander tak peduli lagi dengan Alena.

Semudah itu?

"Irfan?" tanya Evander setelah ia membuka pintu.

"Bos, gaw-" ucapan Irfan terhenti di saat melihat kehadiran Alena di ruangan itu.

Irfan menatap Alena dan Evander bergantian. Ia heran, mengapa ia bersama Alena? Sejak kapan ada yang bisa masuk ke dalam kamar pemimpin Kairos? Bahkan Alena? Bukankah ia selalu menganggap Alena adalah gadis yang menjijikan? Irfan menatap Evander menyelidiki, seakan meminta penjelasan.

Namun, belum lama Irfan memperhatikan, Evander sudah langsung mengangkat kepalan tangan dan mengeraskan rahangnya.

"Pergilah!" titah Evander, tanpa melirik Alena.

Alena mendongak. "A-aku pergi?" tanya Alena bingung.

"Iya."

Alena terdiam di tempat. Ia menunduk, gadis itu hanya bisa mematung. Berpikir bahwa Evander sedang bercanda. Tidak ada salahnya, bukan?

"Lu tuli? Pergilah, gadis gila!" teriak Evander, Alena menelan Saliva dalam-dalam. Dia diusir? Bagaimana bisa? Bukankah tadi Evander yang menahannya? Tubuhnya dikunci oleh pria itu. Mengapa sekarang ia disuruh menjauh?

"Pergilah!" bentak Evander lagi, membuat Alena tersontak kaget.

"Bagaimana dengan yang semalam?" Alena memberanikan diri bertanya.

"Evander, lu dan Alena akur?" Irfan menaik turunkan alis. Evander tak menjawab, pria itu malah setia menatap tajam ke arah Alena.

"Bos?" panggil Irfan lagi.

"Akur dengan gadis menyedihkan seperti dia? Itu bukan gue," jawab Evander tersenyum mengejek.

Alena yang mendengar itu hanya bisa menahan rasa sakit. "Evander ...," lirihnya

"Evander?" Evander menatap tajam. "Lu siapa? Beraninya lu manggil Evander? Nggak tahu diri?" pria itu menaik turunkan alisnya.

Alena terbungkam, gadis itu merasa sesak di dadanya. Ada sesuatu yang baru saja menebarkan jarum di hati gadis itu.

"Jangan berharap jalang! Pergilah cepat dari sini, sebelum gue berubah pikiran. Mata Alena berkaca-kaca. Kembali pada keadaan semula, ia mendengar sebutan itu kembali. Hati Alena seakan dicabik-cabik saat itu.

"T-tapi semalam kau tidak berkata seperti ini," protes Alena dengan tatapan was-was.

Evander kembali mengepal kedua tangan. Pria itu maju satu langkah, mendekati Alena. "Kau tidak akan menyiksaku lagi, kan Evander? Semua kekerasan itu bohong, 'kan?" tanya Alena menatap wajah Evander dengan penuh harap. Evander terdiam sesaat, ia memperhatikan manik mata gadis di hadapannya. Ia ingin memeluk, tetapi bisikan hati kalah oleh fisiknya. Mengapa ia harus kasihan menatap wajah itu?

Apa Evander memilih ego dan gengsi lagi?

"Kau tidak akan melakukan itu lagi, 'kan?" Irfan menautkan alis dengan ucapan Alena, membuat Evander merasa murka dan kesal. Ia memegang kedua bahu gadis itu kasar, spontan Alena menahan napas, ia terkejut dengan itu.

"Menarik dan menolong dari rencana pembunuhan Rijal adalah kebaikan satu-satunya buat lu. Gue beli demi mendapat nyawa yang bisa gue siksa kapan saja dan di mana saja gue mau. Apa lu berharap lebih dari pelampiasan?" Evander bertanya, menatap Alena dengan senyum menyeringai.

ALENA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang