22. I Love You Alena!

152 14 0
                                        

Evander melempar semua barang yang ada di sekitarnya, memukul dinding dengan sekuat tenaga.

Kini keadaan markas Kairos terlihat seperti kapal pecah karena ulah Evander. Pecahan botol dan gelas telah berada di mana-mana. Tatapannya terpancar wajah emosi dan kecewa. Sementara seorang gadis bernama Alena sedang mencoba menguatkan dirinya di kamar, gadis itu ketakutan. Mendengar suara keras yang timbul dari ulah Evander benar-benar sangat mengerikan. Alena membuka daun pintu pelan, mengintip dari arah sana. Ada Evander dengan tangan yang berdarah.

Tak henti Evander menghancurkan segala barang yang ditangkap oleh mata. Markas Kairos hancur! Sehancur perasaannya sekarang. Bahkan lebih hancur dari segalanya.

Anggota Kairos tidak ada di markas. Semua tampak kosong. Evander benar-benar merasa sendiri saat ini.

Pria itu terduduk dengan air mata yang terus saja mengalir di pipinya, ia memandang pecahan kaca dengan tatapan kecewa, lalu tersenyum tanpa arti.

"Mengapa dunia ini begitu Anj*Ng?!" teriak Evander kuat.

Jemari Alena bergetar pada pegangan pintu, membuat Evander menyadari hal itu.

Evander menatap Alena tajam, tetapi pandangan itu seketika berakhir lesu. Ia mengalihkan pandangan, lalu kembali meneteskan air mata.

Benarkah Yuni adalah ibu yang mengandung dan melahirnkannya? Dia bukan anak dari Abimayu? Dia bukan saudara dari Dion Agrabintha, dan yang terakhir, Endres adalah ayahnya?

Evander menggeleng keras, membuang ingatan itu jauh-jauh. Akan tetapi, bukannya sirna, ingatan itu smeakin menghantui pria itu.

"Kenapa bisa begini?" tanya Evander meraih pecahan kaca di sebelahnya, lalu melempar asal. Tangannya semakin berdarah, Alena melihat itu.

Endres Nichollas—seorang pria yang baru saja Evander ketahui kenyataannya. Evander menerawang, mengingat percakapan Abimayu dan Yuni. Endres adalah ayahnya? Lantas, jika hal itu benar, apa itu adalah alasan dibalik semuanya? Di saat Endres bersi keras meminta Evander bergabung dengan Eglar?

Lagi dan lagi Evnder menggeleng pelan, tatapan prianitu sendu. Ia benar-benar tampak terpukul.

"Keluarga di dunia memang gila!" teriak Evander kuat.

Prangg!

"Arghhh!"

"Evander ...." Sebuah suara datang mendekat. Evander mengangkat wajah, ada Alena di hadapannya. Gadis itu menatap gugup dengan kedua tangan berada di belakang.

Evander memalingkan wajah, tak melihat Alena sama sekali. Pria itu terus menangis tanpa ekspresi. Tangan yang setia di kepal kini sudah berlumuran darah. Alena menatap khawatir, ini pertama kalinya ia melihat Evander menangis. Terlihat tampak terluka. Bukankah biasanya dia selalu terlihat kejam dan kuat? Apakah ini kesakitan yang sebenarnya untuk Evander?

Alena duduk di hadapan pria itu, ia takut, tetapi terus mencoba memberanikan diri.

Alena menaruh kota P3K di hadapannya, mengambil kapas, alkohol dan pervan di sana.

Alena memberanikan mendekatkan diri, meraih jemari Evander yang terluka dengan perlahan. Evander menatap Alena, tetapi kembali ia mengalihkan pandangan lagi.

Evander tak membuka suara, ia membiarkan Alena mengobati lukanya dengan gerakan perlahan.

Setelah Alena selesai menutupi jemari itu dengan perban, perlahan Alena kembali memasukkan semuanya ke dalam kotak. Gadis itu menunduk, tak berani menatap Evander sama sekali.

"Semoga cepat sbuh, Evander," ucap Alena terbata-bata, gadis itu berniat berniat berdiri dan pergi. Namun, belum sempat ia bangkit sempurna, Evander langsung menarik pergelangan mungil itu. Alena terkejut, gadis itu menatap Evander kekutan.

"Maaf," ucap Alena.

Evander menyerngitkan dahi, ia bingung. Padahal ia tidak mengatakan apa pun, tatapannya juga tidak terlihat tajam, mengapa Alena minta maaf?

"A—aku hanya ingin mengobati lukamu. I—iya, m—menhobati lukamu, Evander." Alena menunduk, tidak berani menatap netra pria di hadapannya.

Evander mendengkus, ia memutar mata malas. "Makasih."

Alena mendongak, mendapati Evander dengan tatapan datar.

"Makasih." Lagi Evander mengulangi, seketika seutas senyum terukir di bibir Alena.

Alena mengangguk. "I—iya, sama-sama."

Gadis itu langsung berallu dari tempat setelah Evander melepas pergelangannya. Alena menyimpan kotak P3K kebtempat semual. Gadis itu memegang dadany. Ada getaran hebat di sana. Apa yang terjadi? Bukankah Evander hanya mengucapkan terima kasih?

Alena menggeleng kuat-kuat, gadis itu merasa aneh di saat ia gugup dan merasa desiran darah mengalir cepat di tubuhnya. Evnder hanya memegang pergelangan, mengucapkan terima kasih, tanpa ada tatapan tajam. Ada apa dengan Alena?

***

Suhu tubuh Evander meningkat tiba-tiba, Alena bergegas mengambil termometer di kotak P3K yang ia simpan di laci meja.

Perlahan Alena menempelkan benda berukuran jari tangan itu itu pada lipatan ketiak Evander. Digit demi digit berubah cepat sekali, naik dan terus naik. hingga berhenti di angka 39,7°C.

Evander terus menggigil, pria itu memejamkan matanya. Tak henti ia bergumam, yang jelas Alena mendengar pria itu mengumpat pelan.

Anggota Kairos belum terlihat batang hidungnya. Semua seakan hilang di telan bumi. Tak seperti biasanya, bukankah Geng Kairos selalu bersama dan jarang meninggalkan Bos mereka seperti ini. Ke mana mereka?

Melihat keadaan Evander yang semakin kesakitan, Alena mengambil sesuatu di atas meja. Ia meminumkan Paracetamol Curup pada Evander, setelahnya Evander mulai sedikit tenang. Pria itu menatap Alena lesu.

Alena mengembus napas lega, Evander tampak membuka mata seperti biasanya. Alena mulai menutup botol sirup di tangannya. Gadis itu ingin menyimpan parasetamol kentempat semual, tetapi lagi dan lagi pergelangannya di genggam oleh Evander.

Alena gugup, gadis itu menatap Evander kebingungan.

"A—apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Alena, mencoba menetralkan jantungnya.

Evander menggeleng dengan mata sayup, pria itu benar-benar terlihat lesu.

"Duduklah!" Evander menepuk kasur tepat di sampingnya, spontan Alena membulatkan mata.

"Cepat!" desak Evander dengan bibir yang tampak pucat.

"T—tapi, Evander ...," desis Alena masih kebingungan.

"Gue bilang kemari!" titahnya mencoba menatap tajam.

Melihat ekspresi Evander, Alena menjadi ketakutan. Gegas ia mendekat, lalu perlahan menuruti perintah dari pria itu.

Alena duduk di samping Evander, gadis itu merasa was-was. Takut dan gugup semuanya bercampur aduk. Belum sempat Alena beradaptasi dengan situasi, seketika sebuah sentuhan membuat gadis itu tersengat listrik. Evander merengkuhnya ke dalam pelukan!

"E—evander ...." lirih Alena mencoba menahan napasnya di sana.

Evander tidak bersuara. Pria itu hanya terdiam tanpa peduli dengan keadaan Alena di sana. Ia terus mengeratkan pelukan, menyandarkan wajah Alena ke dada bidangnya.

"I love you, Alena," desisnya pelan, sebelum Alena merasakan desiran hebat yang kesekian kalinya.

"Jauhi, Dion," sambung Evander lagi, kali ini Alena benar-benar mati kutu dengan segala rasa gugup dan kebingungan yang bercampur aduk.

"Lu ngeri ucapan gue?" tanya Vander lagi, Alena terdiam, ia tidak berani dan sulit untuk bersuara.

"Jawab!" ucap Evander lagi. "Jangan buat gue marah,"sambungnya.

"Jauhi dia, mengerti?" Evander mengeratkan pelukannya, seakan menyuruh Alena segera menjawab dan menyetujui. perlahan Alena mengangguk, membuat sebuah senyuman terukir di bibir pria itu. Alena tidak mengerti, mengapa ia melakukan hal yang demikian. Yang jelas, hati dan pikirannya seakan bekerja sama untuk menurut terhadap ucapan Evander.

ALENA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang