-°°-
Berharap, ya hanya dengan berharap Mebuki meyakinkan dirinya bahwa semua ini akan segera berakhir, penderitaan tidak akan selamanya membelenggu putrinya. Seperti hujan yang akan redah, dan malam berubah siang, begitu juga dengan penderitaan masa lalu hingga kini masih saja membekas didalam hati Sakura. Waktu bisa membunuh apapun, dia hanya perlu berada di sana, bukan mengawasi seperti mana dia lakukan selama ini, itu semua hanyalah omong kosong sayangnya Mebuki baru menyadarinya.
Bukan dukungan lah yang Sakura butuhkan, melainkan keberadaannya di sana, menguatkan serta memberi Sakura sebuah nasihat dan kata-kata membangun layaknya seorang ibu kepada anaknya. Mebuki meremas dadanya, sesak tidak kunjung hilang, isakan cucunya yang semakin keras belum juga bisa meredakan kesakitan dimata Sakura, Mebuki selalu merasa kecil ketika dihadapkan situasi seperti ini, seakan dia hanya bisa menonton, tidak berhak untuk menegahi atau menghampiri, memberi pelukan menenangkan seperti yang wajib dia lakukan.
"Ibu minta maaf... " Cicitnya berberangan sentuhan dibahunya, aroma suaminya tercium, Mebuki tidak sanggup memandang mata Kizashi lantaran dia seperti merasa berkaca ketika melihat bola hijau persis seperti Sakura itu, kehancuran juga turut serta dirasakan suaminya, penderitaan Sakura berpunca karena mareka.
Andai saja...
Ya, seandainya saja mareka tidak menikahkan Sakura dengan Sasuke, semuanya tidak akan berawal kehilangan Sakura selama tujuh tahun, dan berakhir seperti ini. Apakah dia bisa merubah waktu? Mebuki memohon pada sesuatu yang mustahil dan sangat amat konyol, dia harus merasakannya juga, mereka yang menyebabkan putrinya mengalami mimpi buruk tanpa henti harus merasakannya juga. Ini adalah sebuah karma, dimana dia bisa merasa sakit namun tidak bisa mengobatinya.
"Kaasan kalian di mana?!" Suara teriakan memanggil itu menyentak Mebuki, dia meninggalkan pintu kamar Sakura dan menyambut seorang gadis yang telah dia anggap putrinya tepat sebelum gadis itu mengapai anak tangga terakhir, memberinya senyum paksa.
Hinata yang ternyata berteriak memanggil tadi langsung memberi pelukan kepada Mebuki, memeluknya erat sebelum memeluk Kizashi yang mematung tanpa senyuman. Hinata bertingkah polos lagi, bukannya dia tidak menyadari sesuatu baru saja terjadi, namun dia hanya bersikap biasa dengan merangkul kedua paruh baya itu ke arah anak tangga membawa mereka ke ruang tengah. Bibirnya tersenyum seraya berbicara tanpa henti mengajak Mebuki mengobrol meskipun dia tahu beliau tidak menanggapinya sangat.
Namun Hinata merasa tidak peduli, keberadaan keduanya disini sudah lebih cukup. "Sakura-chan mana? Sara-chan juga?" Tanyanya menoleh mencari, sebenarnya dia tahu dimana ibu dan anak itu berada, tapi dia hanya bersikap basa basi sepertimana yang dia lakukan selama ini.
Tepat seperti sangkaannya, Sakura memang ada kaitannya dengan perubahan wajah kedua pasangan Haruno itu, Hinata sebenarnya tidak peduli, tetapi dia tidak bisa mengabaikan perasaan tulusnya kepada kedua paruh baya itu. Dia tulus menyayangi mareka, meskipun niatnya mendekati bukan karena menginginkan perhatian. Wajahnya mendatar setelah Mebuki berkata Sakura berada di kamar, dia berdiri dan bersikap ceria seperti biasanya.
"Aku mau kesana."
"Sebaiknya jangan mengganggu Sakura," Kizashi mencegah, suaranya keras, namun melembut menyadari perubahan nokta suaranya kasar. "Dia perlu beristirahat." Katanya kemudian tersenyum, Hinata mengangkat alis terlihat bergutat dengan kepalanya.
"Aku hanya se-"
"Ada urusan apa kau denganku?" Tanya suara dari balik tangga, Mebuki mendengar suara Sakura langsung beranjak dan menghampiri putrinya, khawatir tercetak diwajah menua-nya. Sakura mendesah lirih, tersenyum membiarkan ibunya merangkul lengannnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You & I
RomanceSasusaku Fanfiction Bagaimana kalau seandainya waktu bisa diputar ulang? Bagaimana jika saat itu dia tidak menyerah? Bagaimana jika Sakura mengakui bahwa dia sangat menderita. Dan bagaimana jika dia jujur kepada lelaki itu bahwa dia mencintainya, ak...