-○○-
Sakura tidak mengingat jelas apa yang terjadi semalam setelah dia terisak di pelukan Sasuke dan mendengar beberapa ucapan sahabatnya itu sebelum dia terjatuh tertidur, samar-samar juga dia merasa Sasuke mengendongnya dan mendengar suara ayah dan ibunya, lalu semuanya menghilang.
Sebenarnya yang lebih membuatnya panasaran adalah ucapan Sasuke dan arti senyuman lebarnya itu, apa yang membuat sahabatnya itu berekspresi seperti itu? Bola emelardnya terbuka pelan, cicitan burung di luar terlalu berisik.
Sekarang pukul berapa? Pikirnya melirik ke luar jendela, memandang cakrawala terang di atas sana. Dari dulu, Sakura selalu merindukan hujan dan berharap ia akan segera turun membasahi bumi. Setiap kali hujan, dia dan Sasuke tidak melewatkan untuk menari dan bermain di halaman depan.
Bibirnya tersenyum, sedetik kemudian dia menegang, bola hijaunya melirik liar interior kamar, seluruh barang serta lemari di sana lalu menemukan kasur dan juga kamar ini bukanlah miliknya. "Ush, apa yang dipikirkan si ayam itu." Gerutunya kemudian tersentak, ketika tiba-tiba pintu kamar di buka dan suara dewasa sedang berbicara terdengar.
"Wah, kau sudah bangun Sakura! Tepat pada waktunya." Seru ibunya meletak gaun indah dilengannya ke atas sofa di hujung kasur, lalu menghampirinya tanpa menjelaskan apa yang terjadi saat ini, ibu kandungnya itu merebut selimut yang masih membungkus tubuhnya dan membuang benda tersebut ke lantai. "Buruan cepat pakai gaunmu, pastur sudah menunggu di bawah."
"W-what! T-tunggu dulu ibu!" Seru Sakura melebarkan matanya seraya mundur menjauh dari bibi Mikoto yang sepertinya hendak membantu ibunya menyingkirkannya dari kasur. "G-gaun? Pernikahan? K-kalian t-tidak bercanda kan?"
Usianya sudah enam belas tahun, dan ini pertama kali dalam hidupnya dia tergagap dan begitu terkejut hingga dia sulit mengontrol dirinya yang seperti biasa. Sakura yang percaya diri di kelas, dan tidak sedikitpun merasa takut terhadap halangan yang menghadapinya.
Pernikahan?
"Itu bukan mimpi!" Raungnya dihati, dan ingin sekali teriak histeris menangis lalu menjambak rambut ayam Sasuke kemudian mencincang-cincang hingga sahabatnya itu tidak terbentuk lagi.
Apa yang Sasuke lakukan sebenarnya? Kenapa dia tidak menyakinkan ayahnya atas pernikahan dadakan ini? Apa sahabat sejak kecilnya itu menunggu dirinya dulu? Atau menunggu dia dalam balutan gaun indah di sofa itu?
Sakura menjambak surainya hingga rusak, tidak menyadari tatapan ibunya dan bibi Mikoto, akibat terlalu memikirkan pernikahan dadakan ini, dia jadi tidak sadar gaun pengantin yang dibawah ibunya tadi sudah terpasang rapih di tubuh proposionalnya.
"Benar kan kataku, Mebuki, gaun ini memang cocok buat Sakura." Komentar Mikoto, menyadarkan Sakura sepenuhnya.
Bola zamrud turunan dari ayahnya terbelalak seakan baru saja menyaksikan pembunuhan tragis di depan matanya. "Apa i-ini?" Cicitnya ngeri ketika dia menatap wajahnya di kaca rias.
"Kau tampak cantik Sakura." Ujar ibunya sambil mengerakkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan lalu memutarnya beberapa kali, hingga Sakura merasa dia butuh ke toilet bagi membuang sesuatu yang mendesak di lehernya saat ini.
Demi tuhan dia ingin muntah!
"Mebuki hentikan itu, kau tidak melihat Sakura sepertinya mau muntah." Kata Mikoto menatap prihatin ke arah gadis itu, ditangannya terdapat beberapa gelang. "Yang ini juga cocok buatnya, Mebuki."
Menelan ludah susah payah, Sakura melemaskan bahunya, entah kenapa tenaganya terguras habis. "Ibu, bibi, setidaknya izinkan aku gosok gigi ya? Atau cuci muka." Katanya dengan nada ingin mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
You & I
RomansaSasusaku Fanfiction Bagaimana kalau seandainya waktu bisa diputar ulang? Bagaimana jika saat itu dia tidak menyerah? Bagaimana jika Sakura mengakui bahwa dia sangat menderita. Dan bagaimana jika dia jujur kepada lelaki itu bahwa dia mencintainya, ak...