°-°
"Argggg!" Teriakan itu berbahana begitu memilukan, seakan suara serak itu sudah berulang kali meneriakkan hal yang sama dan tidak pernah lelah menyakiti kerongkongannya yang mungkin telah perih.
Airmata merebes deras dari hujung mata sayu itu, "T-Tidak! Jangan ambil anakkku! Aku mohon! Aku mohon ja-" Dua telapak tangan memegangi bahunya dan dua tangan lagi memegangi kakinya, wajah rupahan gadis itu terlihat berantakan, dan mereka yang ada disana kesulitan akibat tindakan agresif pesian mereka.
"Ini tidak akan berhasil senpai, dia perlu ubat bius yang lebih tinggi dari dosis sebelumnya." Ujar suara dokter berkelamin perampuan tegas menginterupsi kegiatan mereka.
Sang dokter yang terlihat senior disana mengelah napas sambil memandang sedih pesien di atas brankas ICU tersebut, "Kita sudah memberinya ubat bius sebelumnya, saya takut dia akan terlebih dosis Dokter Ran." Ujarnya berbisik sembari menyeka keringat didahinya.
Suster muda disana melirik panik kedua dewasa di depan dan kanannya, lalu memandang seorang wanita muda yang masih memberontak dari cengkeraman mereka bertiga. "Ini tidak baik." Cicitnya lirih.
"Lepaskan aku! Aku harus menyalamatkan anakku! Kalian tidak menden-"
Dokter Ran memejamkan matanya dalam hati berujar maaf karena tidak memiliki pilihan lain selain memberi pesien mereka ubat bius dengan dosis tinggi. "Dia harus tetap tenang agar operasi ini berjalan lancar, demi tuhan! Aku juga harus tenang, karena nona ini kerabat Janice aku tidak bisa sembarangan dan menganggap nona ini seperti pesien normalku!" Seru Ran mengusap wajahnya sambil mengganti sarung tangan karet-nya dengan yang baru.
"Lisa bawakan peralatan yang diperlukan, nona ini sudah kehilangan banyak darah. Seharusnya kondisinya tidak akan parah mengingat kecelakaan yang menimpanya tidak terlalu fatal." Perintah dokter senior bernama Reisuki itu melirik juniornya yang bereskpresi cemas. "Kita bukan tuhan Ran, kita hanya berusaha dan semuanya terserah darinya." Lanjutnya mengelah napas singkat ketika melihat bola mata zamrud sayu pesien itu sudah tertutup dan wajah memilukannya sudah digantikan dengan wajah damai.
Reisuki tertanya-tanya kenapa wanita ini berteriak histeris seraya memangil bayinya? Dia tidak sedang hamil, dia hanya wanita yang terlibat kecelakaan. Seharusnya operasi ini sudah selesai satu jam yang lalu kalau saja pesien berambut merah muda ini berhenti agresif dan membuat mereka kewalahan.
Di luar ruangan ICU berdiri seorang wanita tinggi cantik sambil mundar mandir beberapa kali dan meremas jari-jarinya, setiap teriakan dari dalam ruang luas ini, Janice seakan merasa ada bom yang meledak disekitarnya. "Kapan operasi sialan ini berakhir." Desisnya memijat pangkal hidung seraya bernapas lega karena tidak lagi mendengar teriakan memilukan itu.
"Janice! Bagaimana keadaannya?" Tanya suara datar menghampiri Janice, mata jade pemuda itu meredup, sekilas tapi Janice tahu dia melihat bola mata sepupunya itu memerah. Dia ingin menangis, Sakura sahabatnya atau bisa dikatakan, sudah seperti saudaranya.
"Dia sudah tenang, mungkin Ran memberinya ubat bius. Disini sangat mengerikan, aku tidak tahu bagaimana keadaan Sakura. Kenapa dia-"
"Janice tenang," Sela Gaara memeluk sebentar sepupunya itu sebelum melepasnya. "Dia wanita yang kuat, aku yakin dia bisa melawannya. Bagaimana kecelakaan itu terjadi Janice? Kau ada bersamanya kan setelah ulang tahunnya?"
Janice mengusap wajah kasar, "Aku ada bersamanya Gaara, tapi itu sebelum Sir Joseph memanggilku dan meminta pendapatku mengenai pabrik yang ingin mereka beli... Aku tahu kesalahannku meninggalkannya, tapi Gaara ini sudah delapan tahun, seharusnya semuanya baik-baik saja, Sakura sudah terlihat baikan dan bahagia bersama k-kita..." Wanita itu mencicit lirih selang berapa saat suara isakannya terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
You & I
RomanceSasusaku Fanfiction Bagaimana kalau seandainya waktu bisa diputar ulang? Bagaimana jika saat itu dia tidak menyerah? Bagaimana jika Sakura mengakui bahwa dia sangat menderita. Dan bagaimana jika dia jujur kepada lelaki itu bahwa dia mencintainya, ak...