-°°-
Sasuke menarik simpul dasinya, membiarkannya berantakan langkah kakinya dipercepat ke arah lift Hotel tempat dia menginap, China tidak terlalu buruk. Segala yang berada disana mengingatkannya dengan London, ada beberapa lukisan tentang kebudayaan China, dicampur dengan kemoderan terkini, semuanya sempurna. Tapi tidak sesempurna perasaannya. Dahinya mengerut, pembincangan bersama para penguasaha kelas atas memang selalu berbeda, Sasuke selalu merasa terintimidasi. Tapi proyek yang dia kejar ke sampai ke China terlalu berharga.
Mungkin bagi kakaknya juga. Sasuke menekan tombol 20 menunggu sambil mengingat rapat yang berakhir tigapuluh menit yang lalu, seharusnya dia berada di bar merayakan kesuksesannya, tetapi itu tidak akan pernah terjadi. Sasuke terlalu percaya diri, dan mengira bahwa proyek besar itu akan lebih menjanjikan apabila berada ditangannya. Namun nampaknya hanya dia yang merasa terlalu menyanjung dirinya.
Mendengkus, Sasuke berjalan meninggalkan lift menuju kamar hotel. Dia gagal, tidak hanya dari segi mendapatkan kepercayaan pengusaha bernama Mr Chong Lee, tetapi proyek itu terlepas begitu saja dari depan matanya. Dia tidak mengharapkan sebuah kegagalan tanpa berusaha, dia memang berusaha, namun Mr Chong Lee, lebih mempercayai itachi Uchiha dibanding dirinya. Sasuke meremas rambutnya, melempar jas hitamnya ke sofa. Dia selalu leluasa berpikiran positif bila itu tentang pekerjaan, dan sudah seharusnya dia tidak merasa kecewa terhadap kegagalan ini.
Berjalan ke arah mini bar, Sasuke menuangkan segelas anggur, menyesapnya seraya menatap ke depan, ke arah gedung-gedung pencakar langit. Lampu-lampu mobil dan beberapa pejalan kaki di bawah sana. Sasuke akan menerima kekalahan dalam bentuk apapun asalkan dilakukan dalam kejujuran. Meskipun masih ada pengusaha yang bermain kotor dibelakang. Bisnis tetaplah bisnis, namun setiap orang mempunyai cara masing-masing, dan dia memilih sportif sebagai caranya.
"Apa kau merenungi kekalahanmu?"
"Bagaimana kau bisa masuk?" Sasuke mengurut alisnya, melirik kakaknya dari bahu, lalu memandang ke depan lagi. Kedatangan Itachi tidak pernah dia perkirakan, dia mengira kakaknya itu langsung pulang, mengingat dia seorang yang tidak begitu betah berada di luar negara. Itachi seharusnya membiasakan diri, bisnis tidak akan selalu berputar di wilayah yang kau inginkan, terkadang, kau harus berada di hujung dunia untuk dapat melonjakkan saham-sahammu, serta membuat perusahanmu dipandang oleh pembisnis hebat seperti Mr David Henderson dari New York.
"Ideamu cukup menarik, aku heran kenapa Mr Lee tidak tertarik untuk memikirkannya." Ujar Itachi tidak menjawab pertanyaan Sasuke, tinggi tubuhnya nyaris menyamai adiknya, dia tidak menyangka begitu cepat masa berlalu. Dulu dia selalu merangkul Sasuke dan mengacak-acak rambutnya, sekarang sepertinya sedikit sulit. Mengingat tinggi mereka, dan kepribadian Sasuke lebih mirip ayahnya.
"Kau menghiburku?" Alis Sasuke terangkat, Itachi terkekeh sambil merangkulnya, memandang ke depan membuat dia mengabaikan niat untuk menepisnya. "Mr Chong Lee tidak terlalu tertarik terhadap nilai dan keuntungan yang kubahas tadi. Mungkin dia mengharapkan sesuatu di proyeknya tersebut." Katanya berbalik tubuh melangkah ke mini bar menuangkan segelas untuk kakaknya.
Itachi menerima uluran gelas, tapi hanya menatapnya, kemudian meletakkannya ke atas meja bar. "Ya, proyek itu sangat berharga, aku tidak heran, kalau Sabaku Gaara juga berada di sana." Katanya, melirik Sasuke sekilas sebelum matanya beralih ke pergelangan tangannya, memandang jarum jam. "Jam penerbanganku tigapuluh menit lagi, kau mau ikut?"
Sasuke mengeleng, kini sedang menghempaskan tubuhnya ke sofa membuka butang kemeja-nya, sambil memejamkan mata. "Aku akan tinggal." Ujarnya membuka sebelah mata dan menatap kakaknya yang sedang duduk di sofa tunggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
You & I
Любовные романыSasusaku Fanfiction Bagaimana kalau seandainya waktu bisa diputar ulang? Bagaimana jika saat itu dia tidak menyerah? Bagaimana jika Sakura mengakui bahwa dia sangat menderita. Dan bagaimana jika dia jujur kepada lelaki itu bahwa dia mencintainya, ak...